Hujan menemani terang bulan. Neira telah pulang dan sekarang sedang duduk di kursi menatap ke luar jendela.
Melihat Nathan begitu hancur atas kepergian Noile membuat Neira tersadar, selama ini tak pernah ada sedikit celah untuk Neira di hati Nathan. Walau kecewa, namun ia juga tersentuh akan ketulusan Nathan pada Noile.
Lagi pula, kekasih mana yang tak akan bersedih melihat pasangannya tewas mengenaskan? Neira mungkin sudah gila jika berada di posisi Nathan.
Melihat ponsel di atas meja membuat Neira ingin sekali menelpon Rasen dan bercerita semua hal yang terjadi. Entah itu tentang Ayah dan Ibu atau keluarga barunya, tentang winter yang ia buat kecewa, tentang Nathan yang jatuh terpuruk atau tentang dua perempuan yang menjadi korban pembunuhan? Ah, dan kebetulan mereka semua ada di hidup Neira. Rasen mungkin akan sangat terkejut dan merasa kasihan. Tapi, sungguh, Neira tak ingin dikasihani.
Masih mendengarkan lagu dengan volume kecil, Neira menekuk lutut sementara antesinya tak beranjak dari ponsel walau tak ada satupun panggilan masuk dari Rasen atau keluar untuk Rasen hari ini. Mengingat Neira pernah berkata ia sangat suka sekali me time dan tak suka diganggu saat ritual itu sedang dilakukan, Rasen mungkin mengira 'kesibukan' Neira saat ini adalah sebuah me time. Terkadang, Neira menyesal telah memberi tahu Rasen hal itu karena kenyataanya ia selalu membutuhkan telpon dari Rasen, sementara untuk menelpon balik gengsinya masih cukup besar untuk diredam.
Malam semakin larut, Neira mencapai kasur lalu memakai selimut. Ia telah mematikan lampu utama, menutup jendela dan menyalakan beberapa lampu tumblr.
Rasa kantuk pun mengantar Neira pada mimpi.
Terbit matahari dari ufuk timur menjadi penanda pagi telah tiba dan setiap manusia dihadapkan pada dua pilihan; bangun untuk memulai aktifitas atau tetap tidur dan mengabaikan tanggung jawab. Neira, sangat setuju dengan opsi kedua.
Sejak ditinggal di rumah seorang diri sementara Ayah dan Ibu masih di rumah sakit, Neira tak ingin pergi kemanapun. Ia lebih suka melanjutkan tidurnya dengan suasana yang tetap hening seperti saat ini.
Namun, ponsel di atas nakas bergetar, menampilkan pesan masuk dari nomor tak dikenal.
Ada sebuah alamat dan note singkat yang membuat Neira perlahan mendudukkan diri di atas kasur.
- Aku harap kamu bisa maafin Lily. Atau, seenggaknya datang ke pemakaman Lily pagi ini. Tolong bantu Lily pergi dengan tenang. By Luna.
Akan lebih baik rasanya jika kematian membuat penyesalan tak berakhir untuk wanita yang telah menghancurkan keluarga Neira, bagaimanapun Lily dan Ayah begitu tak adil pada Neira. Namun, Neira yang tak ingin peduli pada akhirnya memutuskan untuk pergi. Ia pun bangun dari kasur lalu memasuki kamar mandi.
Setelah merapihkan ikatan rambut, Neira menatap cermin dengan dress hitam dan wajah putihnya yang pucat tak bersolek. Terkadang hal memuakkan harus segera ia telan agar secepatnya berlalu. Seperti keengganan bertemu keluarga baru di tengah luka yang belum mengering.
Neira membersihkan tempat tidur, menutup jendela, mengambil tas lalu berangkat pergi.
Sesampainya di pemakaman, Neira menjadi pusat perhatian keluarga besar Lily.
Percayalah, di sini, hanya Neira dan ibunya yang baru saja tahu bahwa Ayah bahkan telah memberi tahu semua keluarga Lily tentang Neira. Selama ini mereka tahu Lily adalah istri kedua sementara Neira telah begitu lama diharapkan untuk berjumpa dengan keluarga Lily. Ini membingungkan namun juga membuat Neira semakin muak dan tak ingin terlibat lebih jauh.
Ibu melihat Neira, ia menghampiri lalu memeluk satu-satunya putri yang dicintai.
"Ibu sayang sama kamu." Ucap Ibu, lalu mencium puncak kepala Neira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Palindrome
Fanfiction𝙨𝙩𝙖𝙩𝙪𝙨 : 𝙤𝙣 𝙜𝙤𝙞𝙣𝙜 "Diuntai atau dirusak, hasilnya akan tetap sama. Aku dan kamu terikat, seperti awal dan akhir sebagai pelengkap." -Rasen, Neira. first series start : October 14th, 2020 finish : December, 21th 2020 second series star...