2. lihat jelas

199 51 12
                                    

Sepulang bekerja rasa lapar menghampiri, Rasen masih terdiam di ruang tamu berpikir menu makanan yang mungkin akan menggugah selera. Ia cukup dilema untuk pergi ke luar membeli sesuatu atau tetap diam di rumah dan tidur.

"Ah, ramen." Ucap Rasen, ia pun beranjak dari rumah tanpa berpikir lebih lama.

Sesampainya di supermarket Rasen pergi ke rak-rak khusus mie tersedia. Bagai bernostalgia kala pertama kali sampai di Jepang, Rasen seringkali menghabiskan waktu untuk makan ramen instan. Ia tak memiliki pembantu karena tak ingin, tapi juga malas memasak karena tak berselera, akhirnya ia hanya serupa anak kos tak tak beruang yang hidup dari makanan instan.

Sebagai persediaan Rasen membeli beberapa ramen instan dan minuman, ia kemudian melihat rak camilan.

"Sepertinya makanan itu telah habis, Nona." Ucap seorang penjaga toko berbicara dalam bahasa Jepang, setelah memeriksa rak camilan.

"Kapan ada lagi?"
"Dua atau tiga hari kedepan, Nona bisa kembali untuk membelinya."

Selepas wanita itu pergi, Rasen membawa troli setelah memilih beberapa camilan.

Selesai membayar belanjaan, Rasen bergegas pulang, berjalan ke arah parkiran sebelum keluar dari area supermarket.

Bruk!

Namun, langkahnya terhenti sejenak saat seseorang tak sengaja menabrak dan menjatuhkan tas belanjaannya.

"Maaf," Ucap perempuan itu, seraya membatu Rasen.

"Gak apa-apa." Balas Rasen.

"Ka Siren! Ayo! Kaka udah mau berangkat tuh."
"Iya Sidney! Maaf ya Ka, aku tadi gak lihat."
"Gak apa-apa tenang aja,"
"Aku duluan ya Ka, sekali lagi maaf."

Perempuan itu berlalu, Rasen terdiam. Selama seminggu ini, ia baru kembali bertemu sesama orang Indonesia di Jepang. Tadinya Rasen ingin bertanya beberapa hal, tapi ia terlanjur ditinggal sendiri.

Keesokannya kereta api melaju cepat, penumpang sampai ditujuan tepat waktu. Rasen berjalan ke luar stasiun menuju sebuah gedung.

Di lift ia menekan lantai tujuan dan lima menit kemudian ia telah sampai.

Rasen membuka laptop, menyeduh kopi lalu duduk manis mulai mengerjakan sesuatu.

Kemudian setelahnya orang lain memasuki kantor, ada lelaki dengan tampilan kaos putih dan jas biru tua ada perempuan dengan rok mini, kemeja dan coat panjang.

"Wah, selalu... Rasen yang super rajin cari duit."
"Bukan Latte, dia cuman kesepian di rumah kan gak ada yang nemenin."
"Makanya Hiro, gue suruh dia cepetan nikah. Biar dia gak bikin gue bersalah mulu dateng kantor berasa paling telat."
"Tuh, Sen... Nikah, sana."

Rasen menatap santai, sambil sesekali menyesap kopi hangatnya. "Tunggu perusahaan kita gede dulu, baru nikah."

"Oh omong-omong gedein perusaahan kita, gue jadi inget Ka Bintang mau dateng hari ini, Sen. Dia mau obrolin investasi yang waktu itu kita bahas."
"Asik peluang kita makin besar." Timpal Latte.

"Jam berapa, Hiro?"
"Um, jam... Gue gak tau dia mau datang jam berapa, dia gak bilang."
"Eh, bukannya itu Ka Bintang?" Timpal Latte kembali. "Tapi dia sama siapa?"

Wajah Rasen berubah seketika, ia menjadi lebih serius walau tak bisa dipungkiri ada keterkejutan yang sedang ia sembunyikan.

"Selamat pagi, adik-adikku tercinta."
"Siapa tuh, Ka? Pacar?" Tanya Hiro, mewakili kebingungan semua orang di dalam ruangan.

"Pacar? Cocok emang sama aku?"
"Enggak sih, dia terlalu cantik buat Kaka."
"Terus ngapain kamu nanya,"
"Iya siapa tau mbaknya khilaf mau sama Kaka, kan aku cuman penasaran."
"Udah kamu diem aja deh Hiro, omongan kamu gak mutu, tau."

Latte sedikit tertawa melihat pertengkaran adik-kakak yang telah dikenalnya sejak kecil.

"Jadi kalau bukan pacar, dia investor juga, Ka Bintang?" Tanya Latte, lebih santai.

"Bisa dibilang,"
"Wah, hebat! masih muda udah bisa jadi investor."

Bintang tersenyum bangga, ia kemudian mempersilahkan perempuan di sampingnya untuk maju memperkenalkan diri.

"Sebelumya Mas Bintang bilang, di tempat ini ada posisi kosong. Jadi, gue harap bisa gabung di perusahaan kalian sebagai member baru."

Rasen masih tak bergeming, ia menatap gadis di hadapannya lekat.

"Jadi, Minggu lalu kan Hiro bilang kalian lagi butuh tenaga ahli di bidang hukum. Temen Kaka ini sangat capable buat bantu perusaahan kalian. Apalagi, ini kan Jepang, adminstrasi dan hukum yang berlaku beda sama di Indonesia."

"Oh gitu. Jadi ini semacam syarat dari Kaka buat berinvestasi di perusahaan kita?"
"Sebenernya bukan syarat, dia juga salah satu investasi Kaka di perusahaan kalian. Dia bakal bantu perusahaan kalian berkembang dengan jalan yang lebih efektif dan efisien."
"Well, karena aku gak ngerti hukum dan gak ada yang bisa hukum juga belum nemuin orang yang paham hukum untuk bantu perusahaan kita, jadi aku setuju aja sih."

Latte terlihat mengangguk, setelahnya orang-orang mulai menatap Rasen yang masih diam tak memberi sepatah kata.

"Lo gak setuju, Sen?" Tanya Hiro, "Rasen?"

"Hm?"
"Lo gak setuju?"
"Tentang?"
"Member baru."
"Member baru?"
"Lo dari tadi ngelamun, ya?"
"Gue?"
"Iya! Lo! Kenapa sih?!"

Rasen kembali menatap perempuan itu, ia menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal.

"Lo keberatan gue ikut, join?" Tanya perempuan itu berusaha tenang di tengah kekhawatiran akan penolakan.

"Enggak." Jawab Rasen.

"Ok kalau gitu. Berarti dia bisa mulai kerja hari ini ya," Ucap Bintang, "Oiya, kamu belum ngenalin nama kamu, coba kasih tau mereka biar kamu bisa lebih akrab."

Perempuan itu mengangguk pelan seraya tersenyum, "Gue Symaika Neira. Panggilan gue Neira. Gue sempet ngambil S1 di Indo dan sekarang gue menetap di Jepang."

"Hai Neira, gue Latte."
"Gue Hiro ya Neira."
"Gu-Gue, Rasen."
"Ok karena semua udah kenalan. Sen, ayo sekarang kita ngobrolin tentang investasi."
"O-ok, Ka Bintang."

Tok
Tok

"Oh! Hai semuanya!" Ucap Vio, tersenyum ramah seraya menenteng kresek besar di tangannya.

"Rajin banget Lo, pagi-pagi udah datang?"
"Hai Hiro! Gue bawa Sandwich buat kalian semua." Jawabnya, kemudian melihat Bintang dan Neira bergantian, "Eh, tapi kurang dua deh. Gue gak tau bakal ada tamu soalnya."
"Gue udah makan Vio, temen gue juga udah."
"Ah, maaf ya Ka Bintang."
"Gak apa-apa."
"Ok Ka Bintang. Raseeen!" Ujar Vio kembali, namun kali ini ia menghampiri Rasen lalu memeluknya. "Hm, kan bener. Parfum Lo itu enak banget Sen, gue jadi pengen meluk Lo setiap hari."

Latte menggeleng kepala, "Mentang-mentang bakal jadi keluarga, selalu aja bikin gue geli sendiri." Timpalnya, "Oh! Ayo Neira gue mau tunjukin beberapa ruangan di sini, sekalian gue kasih tau juga hal-hal tentang perusaahan kita dan dari mana Lo bisa mulai kerja."

Neira mengangguk ramah, ia kemudian tersenyum menghampiri Latte.

"Makasih ya."
"Ok Nei."

Sementara itu, Bintang mulai memisahkan Vio yang terus menempel pada Rasen dan Hiro kembali ke meja untuk mulai bekerja.

Catatan akhir kuliah : haloow! Pada kangen tidak? Muehehehe akhirnya back juga ya. Terima kasih sudah vote dan komen🎉

∆Palindrome∆
a usual story

PalindromeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang