Kedekatan mengobati yang retak, meski tak selalu berhasil pada semua hal tapi setidaknya ini bekerja untuk Neira dan Rasen. Setelah sebulan lamanya hilang kabar, mereka kembali akrab. Banyak hal yang menjadi topik obrolan tak terkecuali alasan Rasen tiba-tiba menghilang.
Menuju kenaikan semester tugas-tugas UAS datang bagai kereta cepat. Neira terkadang hanya beristirahat sebentar jika tugas satu berganti tugas lain tanpa jeda.
Di pagi hari yang mendung, Neira berangkat menuju kampus. Tapi, langkahnya tertahan di gerbang rumah.
"Dek, Neira." Sapa seorang wanita paruh baya, ia terlihat familiar untuk Neira.
"Ya, Tante?"
"Ini, Tante bikin nasi goreng buat sarapan. Tadi kebanyakan waktu bikinnya, jadi Tante sisihin buat Dek Neira."
"Buat aku Tante?"
"Iya. Dek Neira udah sarapan?"Neira diam. Bekal makanan dengan tempat berwarna ungu itu tepat berada di hadapannya. Tak sulit untuk mengambil lalu berucap terima kasih, sehingga Neira bisa segera bergegas pergi. Tapi, percayalah, terkahir kali tetangganya memberikan bekal makan, saat Neira masih SD, itu pun karena Neira pergi les berenang bersama anak Tante ayu.
"Lagi ada syukuran Tante?"
"Enggak Dek Neira."
"Oh. Yaudah Neira ambil ya, makasih Tante."Tante Ayu tersenyum, lalu mengangguk pelan.
"Dek Neira," Ucap Tante Ayu kembali.
"Iya Tante?"
"Kalau Ibu Dek Neira gak masak, dateng ke rumah Tante aja ya, makan di rumah Tante."
"Um?"
"Tetangga-tetangga kita sering denger suara ribut dari rumah Dek Neira, Tante bukannya mau ikut campur, tapi banyak gosip gak jelas tentang Ayah Dek Neira. Tante khawatir jadinya."Ah. Sekarang Neira paham.
Neira tahu, ibu-ibu di komplek memang terkadang melihatnya dengan tatapan menggunjing. Entah karena suara ribut yang sangat menggangu? Atau rasa penasaran mereka pada nasib anak perempuan yang orang tuanya seringkali bertengkar?
Sejak kasus penipuan yang menimpa Ayah Neira, semua jadi kacau. Hingga hari ini, keadaan keluarganya tak kunjung membaik.
"Neira baik-baik aja, Tante. Makasih."
"Syukur kalau Dek Neira baik-baik aja. Oh iya. Ini ada sedikit uang saku buat Dek Neira, nanti di kampus beli makanan enak ya Dek Neira sama keperluan tugas juga."Neira tak sempat membalas ucapan Tante Ayu, saat rintik hujan mulai turun, ia kembali sendiri melihat Tante Ayu berlari terburu menuju rumah.
Seketika wajah Neira menunduk, merasa sedih saat hidup sempurnanya mulai berubah penuh iba.
Waktu berlalu, Neira telah selesai kelas dan duduk manis di kantin menemani Winter. Rutinitas biasa sebelum pulang ke rumah lalu mengerjakan tugas atau bermalas-malasan. Bedanya, saat ini Neira membuka bekal nasi goreng dari Tante Ayu dan siap menyuap.
"Tumben bawa bekal makan?"
"Dari tetangga gue."
"Eh? Tetangga?"
"Karena Ayah sama Ibu berantem terus, Lo tau gimana reaksi tetangga gue? Kalau gak kasihan ya julid. Dari sekian banyak tetangga cuman satu orang yang kasihan sama gue."
"Ya Tuhan. Udah deh, kita berangkat kampus bareng tiap hari. Ya, sampai semester ini selesai lah. Lo sarapan sama makan siang bareng gue. Gak usah mikirin duit. Orang tua Lo juga kayaknya belum ada tanda mau damai."
"Apa gue lapor sama Komnas anak, ya? Aduannya, gue jarang dikasih makan?"
"Tapi gue rasa Lo bukan anak-anak lagi, deh."
"Bercanda. Ibu tetep masak kok, ya tapi kalau Ayah lagi keluar rumah atau gak malem banget."
"Ra! Sebagai mahasiswa, yang terus make otak dan tenaga, asupan gizi itu penting. Lo gak bisa random buat makan, belum lagi mental Lo."
"Gue lagi nyoba nyari solusi, tapi gak nemu. Menurut Lo gue harus gimana, ya?"
"Gue bisa pinjemin Lo duit. Berapapun gue jamin."
"Masalahnya gue gak ada jaminan buat bayar, kan gue udah kasih tau Lo."
"Ya, nanti aja bayarnya. Gak usah cepet-cepet."
"Gak bisa Win, duit itu masalah sensitif."Obrolan mereka tak berlanjut. Winter memang setuju dengan pendapat Neira, tapi di lain sisi ia jadi tak memiliki jalan keluar untuk masalah keluarga sahabatnya.
Usai makan dan mengahabiskan sisa waktu dalam keheningan, Neira sampai di rumah setelah Winter mengantarnya pulang.
Setelah menyimpan sepatu, Neira bergegas ke dapur melihat meja makan yang masih tetap kosong. Lalu, tempat bekal milik Tante Ayu ia keluarkan dari tas kemudian mencucinya.
15 menit berlalu, Neira telah di kamar, berganti baju dan merebahkan diri di kasur. Ia menyimpan telepon di telinga menunggu dering berganti suara Rasen.
"Halo! How was your day?" Ucap Rasen, membuat Neira tersenyum simpul.
"Um, hari ini Gue berangkat kuliah, nyatet materi, makan siang di kantin terus pulang. Lo gimana?"
"Gue habis dari Rumah Sakit tempat bakal Co-Ass entar, terus beli baju buat wisuda."
"Wisuda Lo, bulan ini kan?"
"Asik Lo masih inget."
"Inget dong. Btw, kapan nih kita bisa ketemu? Kemarin kan Lo ilang sebulan, seminggu ini Lo Sibuk ngurus Co-Ass plus Wisuda. Apa gue dateng aja ke wisuda Lo?"
"Lo serius, mau dateng ke wisuda gue?"
"Kenapa emang? Gak boleh, ya?"
"Boleh banget. Gue seneng, sumpah."
"Seneng, kenapa?"
"Ya, seneng aja."
"Yaudah kalau gitu, kita ketemuan di wisuda lo. Tanggal berapa, Sen?"
"21 Ra. Hari Sabtu. Lo mau gue jemput?"
"Oh, empat hari lagi. Jangan jemput Sen, gue nyusul aja ke tempat wisuda Lo."
"Yah, ok deh. Ngomong-ngomong, selama beberapa bulan ini kita sering chat, sering telponan... Lo tau muka gue gak, Ra? Kita kan gak pernah Videocall."
"Gak tau. Tapi, gue nyaman kok sama Lo. Lagian, kenapa Poto profil Lo item sih? Instagram juga feednya item, kalau bikin snapgram isinya lagu atau info-info aja. Gue tadinya penasaran cuman jadi, yaudahlah, mungkin Lo belum mau ngeliatin wajah Lo."
"Maaf ya, soalnya gue gak suka di foto. Oh, tapi kayaknya ada satu foto gue deh di hp. Sebentar... Ah, nih, Ra."Neira diam. Ia melihat dengan seksama wajah Rasen yang asing namun tampan. Sejujurnya, Neira tak pernah membayangkan bagaimana wajah lelaki yang sedang dekat dengannya itu. Bagi Neira, tak ada penilaian fisik yang bisa membayar rasa nyaman. Jadi, selama ini ia baik-baik saja walau tak mengetahuinya.
"Ra, Lo cantik banget."
"Ha? Gue?"
"Barusan gue liat snapgram Lo."
"Eh? Makasih. Btw, ini Lo? Beneran?"
"Iya, cuman ada foto itu di galeri gue."
"Lucu Sen,"
"Makasih Ra."Rumah sepi tanpa suara pertengkaran. Ibu mungkin sedang terlelap karena lelah, sementara Ayah pergi keluar menangkan diri. Hanya Neira yang tersenyum bahagia, sejenak melupakan beban masalah dengan Rasen menemani.
∆Palindrome∆
a usual story
KAMU SEDANG MEMBACA
Palindrome
Fanfiction𝙨𝙩𝙖𝙩𝙪𝙨 : 𝙤𝙣 𝙜𝙤𝙞𝙣𝙜 "Diuntai atau dirusak, hasilnya akan tetap sama. Aku dan kamu terikat, seperti awal dan akhir sebagai pelengkap." -Rasen, Neira. first series start : October 14th, 2020 finish : December, 21th 2020 second series star...