BAB 5

16 9 0
                                    

"Kau pernah melihat bintang? Mereka bersinar cantik di langit malam. Kau suka? Aku juga suka.

Kau pernah melihat bunga mawar? Mereka anggun dan harum sekali. Kau suka? Aku juga suka.

Tapi aku lebih menyukai mu.
Kenapa? Karena Aku melihat mereka pada dirimu."

Ayyara membaca puisi itu di mading.

"Yara!" Celya menyusul Ayyara.

"Liat, Lya! Ini puisi bagus banget, kan? Gue suka." Ayyara meraba kertas puisi di mading.

"Iya, itu bagus, Ra. Tapi itu bukan untuk lu." Celya terkekeh.

"Kata siapa? Puisi ini ada di mading. Ini bisa untuk siapa aja, tau!" Ayyara bersungut-sungut.

"Okelah . Terserah. Semerdeka lu aja dahhhh." Celya mengalah. "Ayok kita ke kelas. Bentar lagi waktu istirahat habis, Ra." Celya menarik tangan Ayyara. Ayyara hampir saja terjatuh.

📝📝📝📝📝

David duduk di depan Ayyara, sengaja mengipas-ngipas badannya yang berkeringat. Dalam otak liciknya, ia sudah bersiap untuk serangan apapun dari Ayyara. Dan benar saja, Ayyara mencubit bahunya. David terkekeh.

"Bau, kambing! Jangan deket-deket gue coba deh kalo mau ngipas. Ketek lu bau kambing bandot," teriak Ayyara.

"Gue gerah, Ra. Yaholoh tega bener sama temen sendiri. Lu tau, nggak? Gue tu abis lari-lari dari kantin. Takut telat gue masuk kelas," elak David. Ia kembali mengipasi dirinya, agak menjauh dari Ayyara.

"Alesan lu banyak amat kayak jerawat si Daerobi," Ayyara mendesis.

"Ngapain gue dibawa-bawa. Gue nggak jerawatan, Bogel!" bela Daerobi.

"Sorry, Bi. Hehe." Ayyara nyengir.

"Sejauh apa emang dari kantin ke kelas?" Ayyara berkecak pinggang kembali menegur David.

"Jauhnya gak seberapa, Ra. Tapi gue bolak balik sampek segini nih." David mengacungkan lima jarinya kedepan wajah Ayyara. Ayyara menepuk tangan David.

"Astaga. Enggak guna banget sih hidup Lu, Dav." Ayyara kembali duduk, ia malas menghadapi David kali ini. Tapi David sengaja melewati kursi Ayyara sambil mengaitkan kakinya ke kursi Ayyara sehingga kursi Ayyara sedikit berputar dan Ayyara hampir terjatuh.

"Gila lu, Geraldi David!" Ayyara menyingsing lengan bajunya. "Lu kenapa, sih, huh? Mau gue beri?" Ayyara memukuli David. David hanya terus tertawa sambil melindungi kepala dengan lengannya.

Grep~ David berdiri sambil memegang lengan Ayyara dengan kedua tangannya. Ayyara tertegun sesaat. Apa lagi ini? Batin Ayyara mulai tak tenang.

David menatap Ayyara dalam. Ayyara salah tingkah dan menarik tangannya. Ayyara beringsut meninggalkan David. Tapi David tertawa terbahak-bahak setelah itu. Daerobi sampai menendang bokongnya. "Diem lu, David!" bentak Daerobi.

"Dasar, bocah sontoloyo!" Ayyara mendengus.

"Gue denger!" David tiba-tiba berbisik di telinga Ayyara. Ayyara hampir terjungkal untuk kesekian kalinya karena David. Ayyara diam tidak membalas. Ia hampir menangis menahan emosinya.

Teman-teman mereka hanya menggeleng, kemudian kembali melanjutkan aktivitas masing-masing. Seperti Celya yang asik membaca bukunya, seperti Daerobi yang asik mengutak-atik handphone-nya sambil tersenyum. Mungkin dia baru saja mendapat nomor adik kelasnya yang bernama Yeri.

📝📝📝📝📝

Ting! Ting! Ting!

Itu bel sekolah Ayyara.

"Zaman sekarang udah canggih. Bel sekolah masih aja dipukulin. Modern dikit kenapa sih ni sekolah," gerutu David.

"Lagi mati lampu, makanya manual," sahut Javan, ketua kelas.

"Udah tau," David bersungut-sungut.

"Jangan diladenin, Van. Capek sendiri nanti," celetuk Ayyara. Hampir saja David melempar Ayyara dengan buku tulisnya.

"Baiklah. Pelajaran hari ini selesai. Selamat siang," ucap guru di depan kelas.

"Siang, Buuuu!" Kemudian semua murid berhamburan keluar kelas. Ayyara masih merapikan buku-bukunya.

"Yara, gue duluan, ya. Kai udah nungguin di depan." Celya menggendong tasnya.

"Hati-hati, ya!" Ayyara tersenyum.

Tali tas yang putus membuat Yara sedikit kesulitan. Tubuh kecilnya memeluk tas berisi banyak buku tebal di dalamnya. Sekolah sudah hampir sepi. Tapi jemputan Ayyara belum juga datang. Ayyara duduk di dekat parkiran.

"Tumben banget pak Juju belum jemput." Ayyara melihat jam di tangannya. Sebetulnya baru lima menit dia menunggu, tapi biasanya pak Juju yang menunggu Ayyara. Ayyara menyandarkan tubuhnya di kursi.

Ting~
Satu pesan masuk dari Pak Juju:
Maaf non, mobilnya mogok. Bapak masih di bengkel. Setengah jam lagi selesai.

"Eh, lama banget!" Ayyara meremas perutnya, lapar.

Tin! tin! tin! tin! tin! tin! tin!

Ayyara menutup telinganya. Itu David dengan motornya. Dia membuka helm dan melambaikan tangan pada Ayyara.

"Apa?!" Ayyara menggedikkan dagunya.

"Belum dijemput? Lapar? Selamat menikmati!" David terbahak-bahak. Ayyara mengelus dadanya. Sabar.

"Ayyara, lu belum pulang?" Javan ikut duduk di sisi Ayyara.

"Iya, Van. Lu sendiri kenapa belum pulang?"

"Nanti. Mau ada rapat ketua kelas," jelas Javan. Ayyara ber-oh ria. Mengangguk-angguk.

"Kenapa enggak minta di nterin David aja, sih?" celetuk Javan sambil tertawa ringan melihat David yang masih di sana.

"Gue takut dia menabrakkan motornya ke tiang listrik. Gue yakin dia enggak bakalan ngebiarian gue sampe rumah dengan tubuh dalam keadaan utuh, Van." Ayyara tertawa.

"Buset dah, Ra." Javan terbahak. "Terus dia ngapain di situ?" Javan menggedikkan dagunya ke arah David. Ayyara mengangkat bahunya.

"Tidak perduli. Ai Don Ker!" jawab Ayyara singkat.

"Yaudah, deh. Betewe gue tinggal ya, Ra. Kayaknya rapat udah mau mulai nih." Javan masih memandangi layar HP-nya yang baru saja menerima pesan. Ayyara mengangguk.

"Ayyara!" Teriak David setelah Javan pergi.

"Hoh?!" Ayyara malas.

"Ayo pulang dengan pangeran tampan. Gratis!" teriaknya lagi.

"Males. Gue tau akal busuk lu!" Ayyara melengos.

"Gue tau lu laper. Ayo, pulang!" David sedikit memaksa.

"Si David tumbenan amat, sih. Ya sudah kalo lu maksa." Ayyara berjalan ke arah David.

"Nih helm, pake!" titah David sambil menyerahkan helm pada Ayyara.

Baru saja Ayyara naik. David langsung tancap gas. Ayyara hampir terjungkal kemudian reflek berpegangan pada pinggang David. Setelahnya Ayyara berdecih. Memukul David. Mencubit pinggang David.

"Modus lo, Kambing Bandot. Bilang aja pengen gue peluk," sungut Ayyara.

"Yaudah kalo mau peluk mah, peluk aja. Pake gengsi segala," David membalas.

"Dih ogah. Gatel megang lu tuh," teriak Ayyara.

"Lu berisik! Diem atau gue turunin di pasar loak?" ancam David. Ayyara diam. Bukan takut, tapi ia sedang menahan emosi. Takut energinya berkurang karna melawan David. Sedangkan perutnya dalam keadaan lapar.

Hy School: Love Me, Please! [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang