Di sini mereka sekarang. Di tempat yang belum pernah mereka datangi sebelumnya.
Ayyara masih terdiam. Mungkin mood-nya benar-benar buruk malam ini. Jujur saja itu membuat David canggung.
"Nangis aja, Ra!" ucap David. Ayyara masih terdiam. "Jangan ditutupin. Gue tau rasanya." David menambahkan.
Ayyara memeluk David. Ia terisak. David terkejut. Tapi kemudian ia menepuk punggung Ayyara yang bergetar.
"Keluarin semuanya, gue tau lu ngerasa sakit banget. Lu enggak usah jaim sama gue. Gue tau lu suka Raphael." David kemudian diam. Lama Ayyara menangis sambil memeluknya.
"Maafin gue, Dav." Ayyara melepas pelukannya. David mengangguk.
"Enggak pa-pa. Udah lega?" David menyisipkan anak rambut Ayyara ke telinga Ayyara. Ayyara menghapus air matanya.
"Sekarang dengerin gue. Coba lu angkat kepala lu," titah David.
"Kalo lu sedih, liat langit!" lanjut David.
"Lu liat bintang?" tanya David.
"Iya. Banyak," kata Ayyara dengan suara paraunya.
"Iya. Langit punya banyak bintang. Mungkin cuma satu yang keliatan paling terang. Tapi percayalah, beberapa bintang kecil yang jauh itu sebenernya lebih besar. Lebih terang. Cuma aja lu terlalu fokus sama yang paling terang itu. Tanpa lu sadari. Lu kehilangan kesempatan buat liat bintang lain yang sama cantiknya," ucap David. Ayyara menatap David.
"Lu terlalu cinta sama Raphael. Lu nutup mata lu buat siapapun selain Raphael," ucap David lagi. "Maaf, Ra." David terdiam.
"Lu bener, Dav. Banyak bintang di langit. Tapi gue fokus sama yang paling terang. Padahal bukan cuma gue yang tertarik sama bintang paling terang itu yah," Ayyara tersenyum kecut.
"Kita masih bisa cari bintang lain yang lebih terang, Ra." David tersenyum.
"Tapi hati gue udah terlanjur suka sama bintang itu," tolak Ayyara.
"Bintang itu udah jadi milik orang. Lu tega nyakitin perasaan orang lain demi keegoisan lu? Bintang itu udah milih pemiliknya, Ra," ucap David.
"Lu bener." Ayyara mengangguk. "Mungkin gue harus move on. Enggak ada gunanya gue berharap lagi." Ayyara menghela nafas. David merasa sakit melihat Ayyara bersedih.
"Maaf. Salah gue, Ra. Harusnya gue enggak ngajak lu keluar malem ini."
"Justru gue makasih sama lu. Akhirnya gue bisa sadar." Ayyara menunduk.
"Gue enggak biasa liat Ayyara cengeng." David mencubit pipi Ayyara.
"Gue enggak biasa liat David sok care ke gue." Ayyara mulai tersenyum.
"Nah gitu dong senyum. Lu kalo merengut makin bogel," goda David.
"Yeuuu caplang lu!" Ayyara menarik telinga David. David menjerit minta ampun.
Ayyara tertawa lagi, itu membuat David jauh merasa lebih bahagia. Ditambah lagi Ayyara sudah bisa melepaskan Raphael. Ya, semoga.
"Ra?" panggil David. Ayyara hanya mendehem.
"Kalo gue suka sama lu, gimana?" David terbata-bata.
"Ya enggak masalah. Selamat suka sama gue." Ayyara terkekeh.
"Gue serius!" David menarik tangan Ayyara. Ayyara melongo. Ayyara terkejut.
"Ngaco lu ih!" Ayyara tertawa.
Chu ....
David mencium pipi Ayyara. Ayyara terdiam. Jantungnya tiba-tiba tidak karuan.
David tidak berani menatap Ayyara setelah itu. David merutuki dirinya sendiri. Dasar David bodoh. Ya Tuhan tolong kutuk David jadi batu sekarang. Batin David berkecamuk. Ia takut Ayyara marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hy School: Love Me, Please! [Sudah Terbit]
Teen FictionSekolah seharusnya menjadi tempat paling menyenangkan untuk para remaja, bukan? Masa di mana mulai mengenal cinta, cita-cita, pengenalan jati diri, harapan, romantisme dan drama. Masa sekolah tentu menjadi sejarah besar dalam hidup kita. Sumber insp...