BAB 12

8 6 0
                                    

David benar tidak sekolah hari ini. Sebenarnya kelas sangat sepi tanpa David si perusuh.

"Kalo David enggak ada, ni kelas sepi parah kek kuburan. Tapi kalo ada, ampun gue. Berisik!" kata Daerobi.

"Betewe David sakit mulu akhir-akhir ini, ya?" sambung Javan.

"Tau. Cacingan kali ya," jawab Daerobi sekenanya.

"Emang orang gede bisa cacingan juga, ya? Apa Meimei juga bisa cacingan?" celetuk Meimei yang tak sengaja mendengar percakapan Javan dan Daerobi.

"Ya, cacingan. Makanya kalo laper perut lu suka bunyi, kan? Cacing lu lagi demo," kata Daerobi.

"Wah. Enak aja nih cacing ambil makanan Meimei. Biar aja enggak Meimei kasih makan seminggu. Meimei enggak mau makan seminggu," ucap Meimei.

"Dih! ya jangan, dong. Dia cuma minta sedikit, kok. Cacing kan kecil." Javan khawatir Meimei benar-benar tidak makan. Namanya juga Meimei, yaaaa, begitulah.

"Yaudah iya, Meimei makan kalo Javan yang nyuruh," jawab Meimei malu-malu. Javan hanya tertawa kecil melihat Meimei.

"Ya ampun Javan, jangan senyum deh. Meimei malu." Meimei menutup wajahnya dengan buku. Semua siswa tertawa.

"Buciiiinnnn!" Celya melempar Meimei dengan penghapus.

"Ih apa sih, Lya? Emang Javan senyum kok. Independen banget lagi tuh." Meimei cemberut pada Celya. Javan makin tertawa dan menggeleng.

"Independen apaan, Bek?" Celya menatap Ayyara menahan tawa.

"Bodo amat dah gue enggak ngerti bahasa Meimei, mah. Tanya sama pangeran Diningrat aja sana." Ayyara tergelak.

"Gue juga enggak tau." Javan yang bernama belakang Diningrat tertawa. "Apa deh, Mei?" lanjut Javan.

"Sangat mempesona dan penuh keindahan," kata Meimei.

"Aestetik maksud lu?" Daerobi terbahak-bahak. Meimei mengangguk. "Always so far!" kata Daerobi sok Inggris.

"Ih, nyebelin. Udah, ah! Meimei mau keluar dulu. Kebelet." Meimei berlari. Yang lain masih di dalam kelas. Di luar gerimis. Jadi hanya beberapa saja yang keluar main. Yang lain malas. Termasuk yang tadi ngerumpi di dalam kelas.

Tiba-tiba....

"Aduhhh!" Meimei menjerit. Meimei terpeleset?

Anak-anak kelas Ayyara keluar. Alangkah terkejutnya mereka, Meimei terduduk di lantai basah. Dengan Zico yang tak jauh berdiri dari Meimei.

"Apa sih? Sakit, Ko. Meimei enggak sengaja." Meimei menangis.

"Apa-apaan lu?" Javan mendekat. Membantu Meimei berdiri. Meimei menangis kemudian lari memeluk Ayyara.

"Si Culun nih, nabrak-nabrak gue. Makanya pake kacamata yang bener!" Zico menunjuk Meimei. Meimei makin erat memeluk Ayyara.

"Ya dia kan enggak sengaja. Jangan main kasar dong sama cewek," Javan masih mencoba sabar.

"Alah bacot lu. Lu mau bernasib kayak David?" Zico keceplosan.

"Maksud lu apa?" Daerobi maju.

"Bukan urusan lu." Zico berbalik.

"Woy! Minta maaf lu sama Meimei," Ayyara teriak.

"Ayyara, jangan," bisik Celya.

"Diem, Lya. Dia enggak bisa dibiarin gitu aja." Ayyara maju.

"Apa, hah? Lu mau gue minta maaf sama culun kayak gitu? Enggak usah mimpi!" bentak Zico. "Benerin dulu tu muka. Belagu banget!" sambungnya.

"Astaga. Lu bener-bener ya, Ko. Ada orang jelek, lu bully. Orang culun, lu bully. Orang gembel, lu bully. Banyak protes idup lu. Jelek juga ciptaan Tuhan, Bro. Ngobrol sana sama Tuhan sang maha pencipta!" Daerobi mulai emosi.

"Heh, lu diem, ya! Enggak ada urusan gue sama lu. Enggak usah bawa-bawa Tuhan." Zico berlalu diikuti Pio dan Yuwan yang kali ini memilih diam saja.

"Dasar ya!" Daerobi hendak menyusul Zico.

"Daerobi, udah Daerobi." Javan menahan Daerobi.

"Udah jangan digubris. Itu emang tujuan dia cari masalah. Jangan kepancing." Ucap Javan.

"Heran gue sama ni sekolah. Mau banget nerima murid bangsat kayak dia." Daerobi masih emosi.

"Udah hayuk masuk." Javan menarik Daerobi menyusul Meimei dan yang lainnya.

📝Hy School: Love Me, Please!📝

"Siang, Tante!" sapa Ayyara begitu pintu rumah terbuka.

"Eh Ayyara. Masuk, Nak!" Mama Geraldi mempersilahkan Ayyara masuk.

"Sendirian?" tanya mama Geraldi. Ayyara mengangguk. Mama Geraldi membelai rambut coklat Ayyara yang kali ini diurai.

"Davidnya lagi istirahat ya, Tan?"

"Di kamar. Abis makan siang. Ayo tante anterin ke sana." Mama Geraldi menggandeng Ayyara menuju kamar David.

Nekat, Ayyara nekat datang ke rumah David. Dia tidak mengajak teman yang lain. Ayyara rasa ada yang ingin ia tanyakan pada Geraldi David secara pribadi.

Pintu kamar David terbuka. David sedang berbaring sambil memainkan game di HP-nya. Kemudian duduk ketika sadar Ayyara dan mamanya sudah hadir di kamar.

"Dav, Ayyara jenguk kamu. Mama keluar dulu, ya. Ayyara mau minum apa?" Mama Geraldi tersenyum melihat Ayyara.

"Enggak usah, Tante. Makasih." Ayyara menolak dengan halus.

"Yasudah. Nanti kalo haus ambil sendiri aja, ya." Mama Geraldi kemudian keluar setelah Ayyara mengangguk dan tersenyum.

David mengedarkan pandangannya ke balik pintu. Mungkin ia pikir Ayyara datang kemari dengan teman-teman yang lain.

"Gue sendirian." Ayyara langsung mengatakan itu, seolah tau apa yang sedang David pikirkan.

"Ahh, ya." David mengangguk. Menatap Ayyara heran. "Tumben kesini sendirian? Kangen lu sama gue?" David mulai cengengesan.

"Lu sakit apa?" Ayyara menatap mata David dalam seolah mencari kejujuran di manik hitam David.

"Ya demam lah. Apa lagi. Ni panas kepala gue." David menarik satu tangan Ayyara dan meletakkan di kepalanya. Ayyara kemudian menarik tangannya.

"Jangan bohong. Ada masalah apa lu sama Zico?" David tercekat. Ya, itu tujuan Gea Ayyara datang kemari. Sendirian. Ia berpikir David butuh privasi untuk menceritakan masalahnya.

"Gue enggak bisa cerita." David menunduk. "Lu pulang aja, Ra."

"Lu nutupin apa dari kita?" Ayyara menarik baju David. David meringis ketika Ayyara tidak sengaja menyentuh bekas lukanya.

"Dav?" Ayyara menekan perut David. David meringis dan menahan tangan Ayyara.

"Iya, gue cerita. Tapi enggak di sini." David akhirnya menyerah. "Kita keluar!" David menatap Ayyara.

"Keluar? Kenapa kalo di rumah? Di sini aja, Lu sakit David," kata Ayyara.

"Enggak apa-apa. Gue kuat. Kita bisa alesan mau ke rumah sakit ke Mama. Lu keluar dulu. Gua mau ganti baju. Ya?" David meremas tangan Ayyara. Ayyara mengangguk.

"Udah mau pulang, Ra?" Mama Geraldi baru saja keluar dari dapur.

"Enggak, Tante. David ngajakin ke rumah sakit. Pengen periksa katanya." Ayyara tersenyum.

"Wow! Hebat kamu. Dari kemaren Tante sama Kak Yura udah usaha bujuk biar dia mau ke rumah sakit. Susah minta ampun. Eh, sama kamu, malah dia yang ngajakin." Mama Geraldi mengusap bahu Ayyara.

"Iya, Tante." Ayyara hanya tersenyum kikuk.

"Ma, David ke rumah sakitnya sama Ayyara aja, ya. Mama jangan ikut." David sudah berganti baju dengan hoodie dan celana trening ala kadarnya. Tapi tetap saja David terlihat tampan.

"Sama sopir kan, Sayang?" tanya mama Geraldi.

"Iya. David berangkat ya, Ma." David menarik Ayyara.

"Berangkat dulu ya, Tante." Ayyara pamit.

"Hati-hati, Sayang." Mama melambaikan tangannya.

Hy School: Love Me, Please! [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang