41. Vaden Dengan Masalahnya

58 17 6
                                    


Aini memilih untuk meninggalkan Vaden lebih dulu yang masih tidak mau beranjak dari Pantai. Sebenarnya tadi Vaden menawarkan mengantar Aini pulang tapi perempuan itu tolak dengan sopan.

Saat di perjalanan menuju rumah, Aini tidak sengaja bertemu Daliya. Oleh Daliya, Aini diajak untuk mengobrol di cafe.

"Udah lama kita enggak ketemu," ucap Daliya.

"Iya. Tante apa kabar?"

"Baik alhamdulillah. Yang kabarnya kurang baik kamu kayaknya. Sembab begitu matanya," ujar Daliya membuat Aini refleks menyentuh matanya.

Ini tersenyum. "Tante tau aja."

"Vaden apa kabar?" Tanya Daliya.

Aini yang mendengar itu sontak terdiam. Hati dan pikiran seolah bekerja sama untuk membuatnya khawatir. Apakah Vaden baik-baik saja? Entahlah Aini pun tidak bisa meenjawab pertanyaan itu.

Beberapa saat lalu saat mereka bertemu, Vaden terlihat baik-baik saja secara fisik. Tidak tau dengan hati dan pikirannya.

Daliya mengulurkan tangannya untuk memegang tangan Aini yang tergeletak diatas meja membuat Aini tersentak lantas terbangun dari lamunannya.

"Kamu kenapa bengong sayang? Kamu ada masalah dengan Vaden?" Tanya Daliya.

Aini kembali melontarkan senyum yang sedikit di paksa. Aini rasa bukan sebuah kewajiban untuk bercerita pada Daliya meski sebenarnya Aini memiliki beberapa pertanyaan yang mungkin bisa dijawab oleh Daliya.

"Tebakan tante sepertinya benar. Jadi kamu sudah tau?"

Aini mengerutkan dahi. "Tante tau?"

Daliya mengangguk. "Maaf, ya tante enggak bisa kasi tau kamu waktu itu. Takut terlalu lancang, jadi tante menunggu Vaden yang jujur sama kamu."

Aini terdiam. Ternyata semua orang tau kecuali dirinya. Aini merasa bodoh karena tidak menyadari itu.

Aini memegang jilbabnya sendiri. "T-tapi k-kok tante--"

"Berhijab?" Tanya Daliya sebelum Aini menyelesaikan kalimatnya.

"Melihat kalian membuat tante ingat sama masa lalu tante," ujar Daliya.

Aini kembali bingung. Daliya merupakan alasan terkuat mengapa Aini tidak pernah mengira bahwa ia dan Vaden ternyata berbeda.

Realistis saja. Jika ibunya islam bukankah anaknya juga memiliki kemungkinan besar menganut kepercayaan yang sama? Begitu pikir Aini.

Cerita masa lalu Daliya mengalir dengan apik. Daliya menceritakan bagaimana ia bertemu ayah Vaden hingga mereka yang bersikeras untuk menikah.

"Akhirnya kami menikah dengan tetap berpegang pada agama masing-masing. Namun, beginilah akhirnya sesuatu yang dipaksa menyatu akan berpisah juga pada akhirnya," ujar Daliya mengakhiri kisahnya.

"Sebelum kamu mengambil keputusan ada baiknya kamu pikir matang-matang. Tante yakin, Aini perempuan baik dan cerdas," tambah Daliya.

"Tante berdoa semoga Aini selalu bahagia," ucap Daliya seraya mengenggam erat tangan Aini.

Ia berbicara bukan sebagai mamanya Vaden melainkan sebagai ibu kepada anaknya. Sungguh sebesar itu rasa sayangnya kepada Aini.

●●●


Setelah hampir seharian Daliya mencari alamat Ariti, akhirnya ia menemukannya. Tentu saja berkat bantuan dari suaminya yang sekarang.

Tanpa menunggu lama, sore ini Daliya memutuskan untuk mengunjungi kediaman Ariti.

BimbangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang