4. Rumah Arm

555 76 21
                                    

New sudah memindahkan semua barangnya ke rumah yang ditinggali Gun. Mulai bulan ini, mereka tinggal di bawah atap yang sama. Satu hal yang tidak New ketahui, teman serumah Gun adalah Arm; sahabat karib Tay. 

"New, kamu sepupunya Gun?" tanya serta sapa Arm pada New dengan penuh keterkejutan, "Serius deh, what a small world!!!"

"Lah, kalian saling kenal?" Gun terheran-heran, jari telunjuknya menunjuk New dan Arm bergantian. 

New hanya melempar senyum. Tidak sadar bahwa Gun dan Arm belajar di fakultas yang sama. 'Salah nih, gak nanya Gun, siapa temen serumahnya. Duuuh,' batin New. 

"New ini yang buat Tay geram pas ospek kemarin. Inget, kan, dia ke sini bete banget, terus makan banyak. Mana ngedumel gak berhenti-berhenti." Arm memgapit bahu New; tertawa mengingat kejadian saat Tay mampir dan mengeluarkan semua keluh kesahnya; satu jam pertama Arm masih serius mendengarkan dan menyimak, jam-jam berikutnya, Arm membiarkan Tay bercerita sendiri karena Arm sibuk menyelesaikan deadline tugasnya. 

"Ya ampun, jadi itu kamu, New!" Gun berseru dan menepuk pundak New. 

"Kayaknya aku salah banget, ya? Bikin masalah sama Kak Tay," ucap New lirih pada Gun, tapi masih bisa didengar oleh Arm. 

"Tenang, nanti kamu aku lindungi klo Tay berani macem-macem di sini," seolah mengerti kekhawatiran New, Arm berkata meyakinkan, ditepuknya bahu New lemah— dua kali.

"Tay galak sih, tapi baik. Gimana ya, bertentangan, tapi ya emang gitu orangnya. Bingung, ih, mau njelasin," tawa Gun mengiringi penjelasannya tentang Tay. 

Ini kali ketiga New mendengar orang-orang di sekitar Tay bilang bahwa 'Tay itu galak, Tay itu egonya tinggi, tapi baik'. Kata tapi baik selalu mengiringi segala sifat Tay yang menurut New memang tidak ada baiknya. Entahlah, New hanya mengangkat bahunya, tidak mengambil pusing baik yang Tay miliki itu seperti apa. Dia hanya berharap tidak mendapat masalah lagi dengannya. 

Rumah yang dihuni Arm dan Gun ini milik paman Arm. Sebelumnya memang sering disewakan, tapi semenjak Arm kuliah, dia mendapat amanat menjaga rumah ini. Gun juga baru pindah semester ini. Tahun lalu, Arm mukim sendiri dan kesepian. Demi mengusir sepinya, Arm memohon pada Gun agar mau tinggal dengannya dan Gun setuju. Tinggal dengan seseorang yang dikenal lebih baik, agar ada rasa nyaman saat pulang. Alasan yang sama bagi New ketika mengambil tawaran Gun untuk tinggal bersama Gun.

*

Di hari yang terik itu, Tay memutuskan untuk tidak pulang ke rumah. Tujuannya berubah menjadi kontrakan Arm. Arm si penjaga rumah sudah terbiasa dengan kunjungan Tay, juga Off. Saking seringnya dua manusia itu berkunjung,  posisi mereka sudah seperti penghuni, kealpaannya di kurun waktu lama  malah mengundang tanya dari Gun; 'tumben Tay sama Off gak main ke sini?', biasanya kalimat tanya itu yang akan Gun lontarkan.

Seperti hari-hari lalu, Tay masuk tanpa mengetuk pintu. Kali ini ia langsung menuju dapur tanpa menyapa Arm terlebih dahulu, kemudian mengambil sebotol air dingin dari dalam kulkas dan menegak isinya. Sebagian air yang sudah dalam mulut tidak jadi diteruskan ke tenggorokan; Tay tersedak, saat ekor matanya menangkap sosok setinggi dirinya baru saja keluar dari kamar mandi— dengan hanya berbebat handuk, tanpa atasan, rambutnya lembab dengan sisa-sisa air menetes di bahu.

Sosok itu mendekat ke arah Tay. Spontan ia mundur dua langkah, untuk memberikan ruang gerak. Mata mereka sekilas beradu, Tay mengerjap-ngerjap; masih tak percaya bahwa pria berkulit putih ini ada di hadapannya; di rumah Arm, 'Ngapain?' batinnya. Pria itu kini mengambil sekotak susu coklat dan piring yang berisi potongan brownis yang pinggirnya sudah rompal— mungkin sisa dicicipi sebelumnya, dari dalam kulkas. Dengan masih terbatuk, Tay melangkahkan kakinya masuk ke kamar Arm.

R E K A M (Taynew)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang