Pukul sepuluh malam.
Selepas membasuh tangan dan kaki, New menghempaskan tubuhnya di atas kasur dengan dipan rendah; milik Bhumi. Kemudian ia menutupi tubuh bagian atasnya dengan selimut yang ada di sana. Ingin rasanya ia cepat memejamkan mata dan tidak sadarkan diri, berharap hari ini cepat pergi.
Tadi, setelah lama merenung di sebuah kafe sambil menghabiskan segelas vanilla float dan tiga slice kue coklat, akhirnya tujuan New malam ini adalah kosan Bhumi. Sebenarnya ia tidak banyak berpikir juga. Pilihan dia hanya dua, kembali ke kontrakan yang mungkin akan mendapat serbuan pertanyaan dari Arm dan Gun, atau ke tempat lain. Lebih tepatnya tempat Bhumi. Dia adalah salah satu teman New yang tidak terlalu mau turut campur masalah orang lain. Dari hari-hari mereka bersama, sepertinya tak pernah Bhumi kepo tentang dirinya kecuali memang New yang bercerita. Dan hal itu yang membuat New merasa tenang berkawan dengannya.
"Ih, tumben banget ke sini gak bilang-bilang?" satu pertanyaan lolos dari mulut Bhumi atas keanehan sahabatnya. Sejauh yang ia ingat, New selalu memberitahunya jika ingin berkunjung.
"Gak boleh? Ya udah aku balik."
New yang akan bangkit segera ditahan oleh tangan besar Bhumi.
"Bercanda, elah, gitu aja ngambek."
New tersenyum, kembali merebahkan diri dan mencari posisi nyaman.
"Ada apa, sih?" tanya Bhumi penasaran.
"Gak ada apa-apa," jawab New singkat sembari matanya tak lepas dari langit-langit kamar.
"Yang bener?"
"Serius, emang kelihatannya gimana?" New balik bertanya.
"Kelihatannya ada apa-apa. Soalnya dalam kurun waktu dua jam, aku udah dihubungin sama Kak Arm, Kak Gun, dan Kak Tay. Nih, terakhir Kak Off. Semuaaaanya nanyain kamu." Bhumi menunjukkan daftar panggilan dari ponselnya.
"Hah?" New terlonjak kaget dan langsung terduduk, lupa jika smartphone-nya ia matikan. Dengan gerakan cepat ia menyambar tas dan mengeduk isinya. Menyalakan gawai yang sengaja ia matikan.
Ada dua puluh tiga panggilan tak terjawab dan tiga puluh tiga pesan masuk. Sebagian besar dari Tay, sisanya dari Arm, Gun, dan Alice.
"Terus kamu bilang apa ke mereka?"
"Ya 'gak tau', lah. Tadi kamu belum di sini." jawab Bhumi, "Baru juga mau aku cari, kamunya nongol depan pager. Ya udah." Bhumi mengedikkan bahu. "Aku perlu bilang ke Kak Tay kalau kamu di sini, gak?" Bhumi bersiap mengetikkan pesan dari ponselnya.
"Jangan!" sergah New. "Gak usah. Gak usah kabarin siapa-siapa. Aku aja yang kabarin mereka," ujar New sedikit berdusta. Jika ia ingin memberi kabar, Tay adalah orang pertama yang masuk dalam daftar hitamnya, karena keberadaannya di sini bertujuan menghindari laki-laki yang tadi hampir membuatnya mati karena malu.
"Oke," ucap Bhumi, "Kamu udah makan, kan? Aku lagi diet nih, jadi di sini gak ada makanan. Kalau belum, aku cariin makan." Bhumi mengangkat lengannya, menunjukkan otot yang mulai melekuk menyerupai hamparan bukit, hasil olah raga dan menjaga pola makan.
"Gak usah. Aku udah makan tadi," kali ini New jujur. "Bhum, aku nginep sini, ya?"
"Kalau gak boleh, kamu mau ke mana emang?" Bhumi menendang kaki New lemah. "Kamu ke sini karena gak mau ketemu..... entah siapa, kan?" tebak Bhumi.
New yang kini bersila di atas tilam menghembuskan napas beratnya. Mengiyakan setiap kata yang Bhumi ucapkan.
"Hey, bro. Kamu tahu gak gunanya teman?" Bhumi sekonyong-konyong melempar tanya— yang topiknya entah ia comot dari mana— saat melihat kegelisahan dari air muka New.

KAMU SEDANG MEMBACA
R E K A M (Taynew)
Fiksi PenggemarAku adalah kerikil, kecil, kerdil, dan bahkan terlupa eksistensinya Sedangkan kau adalah Surya, bercahaya, memberi kehangatan serta selalu dinanti kemunculannya Jika bersanding denganmu hanya sekedar angan belaka, maka izinkan aku tetap mengagumimu...