Pada siang bolong yang mengundang keringat dan rasa malas keluar rumah, Kalya harus menitipkan Divya ke rumah mertuanya sebelum Nevan mengantarnya ke kampus. Bak paham mamanya akan meninggalkannya, Divya pun segera memeluk leher sang mama dan menyembunyikan wajahnya di sana.
Kalya menghela napas. Rambut Divya yang ia kuncir dua seperti gaya rambut karakter Boo dalam animasi Monster Inc mengenai hidungnya.
"Divya sama Eyang dulu ya, Sayang? Mama sebentar aja kok di luar. Di dalam ada Kakak Zee juga lho, nanti main barbie bareng, oke?" rayu Kalya, hanya ditanggapi gelengan oleh Divya.
"Dipi mau sama Mama aja."
"Divya mau es krim lagi nggak? Kemarin Eyang Putri udah beliin banyak, lho, buat Divya. Yuk bareng Eyang kita ambil di dalam, entar keburu dihabisin Kakak Zee sama Kakak Raf. Ayo, Nak?" Mama Nevan menarik tangan Divya yang masih digendong oleh menantunya.
"Dipi mau ikut Mama," cicitnya, sambil memainkan kerah baju Kalya.
Kalya menyenggol lengan suaminya guna meminta solusi terhadap keinginan Divya. Rasa-rasanya, makin hari Divya kian merengek ingin ikut terus jika salah satu orang tuanya akan keluar. Tidak lupa dengan jurus andalannya, minta digendong dulu baru kemudian memeluk erat pelaku yang akan meninggalkannya.
"Divya ikut nganterin kamu juga, gimana?" saran Nevan, yang tentu saja termasuk solusi yang justru riskan. Maksudnya, siapa yang menjamin Divya tidak akan merengek lagi ketika mereka akan meninggalkan Kalya di kampus?
"Entar kalau dia pengin ikut aku lagi, gimana?"
"Ya nggak gimana-gimana. Tenang aja, pasti bisa aku atasi. Yuk berangkat." Nevan menjawil pipi Divya.
Anak itu menyingkirkan tangan papanya. "Nggak boleh, Paaa." Divya mendongak ke arah Kalya, lalu menunduk melihat kakinya yang tak dilapisi apa pun. "Sepatu Dipi?"
Kalya menepuk kening. Ia belum sempat memakaikan sepatu anaknya saat masih di rumah. Niatnya ingin memasangkan sepatu Divya ketika dalam perjalanan, tetapi Kalya lupa karena terlalu buru-buru.
"Sepatu Divya di mobil."
"Dipi mau pake." Divya mengayun-ayunkan kaki polosnya.
Usai berpamitan pada Mama Nevan, mereka langsung berangkat menuju tempat perkuliahan Kalya.
"Sebentar aku mau ketemu Kaesar sama Raihan. Ada teman-teman yang lain juga katanya, nggak tahu siapa, mungkin ada Alfa juga."
"Weekday gini?" Kalya memasangkan sepatu Divya. "Cium Mama dulu, dong, please."
Muaach.
"Makasiiih. Sayang banget deh sama anak Mama." Wanita itu mencubit pipi Divya.
"Iya, kalau sempat aku mampir. Aku masih mau ke MH juga soalnya."
Kalya berkaca pada cermin yang baru saja ia ambil dari dasbor di depannya, ingin memastikan apa di wajahnya ada yang aneh atau tidak.
"Mama cantik nggak?"
"Cantik," ucap Divya. Tentu saja Kalya mempercayai ke-valid-an pendapat balita tersebut, anak kecil tidak pernah bohong, bukan?
"Mama selalu cantik ya, Sayang?" Nevan menjangkau kepala Divya dengan elusan penuh kasih sayang. "Divya juga selalu cantik. Kesayangan Papa selalu cantik pokoknya."
Divya merebut cermin mamanya. Ia menatap bayangan wajahnya sendiri dalam cermin, bibirnya sedikit dimonyong-monyongkan, entah untuk apa, Kalya pun tidak mengerti. Tak lama kemudian anak itu tersenyum memamerkan barisan gigi susunya yang sudah terlihat lengkap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Interdependencia (Tamat)
Romance(FOLLOW AUTHOR SEBELUM MEMBACA! BEBERAPA PART DIPRIVATE SECARA ACAK) Sebelum baca ini mending baca Dependencia dulu ----- Tiba saatnya benang kusut terurai. Cukup dulu aku menyakitimu begitu dalam. Sekarang, bolehkah kita menuai bahagia bersama? Sta...