"Wah, kita udah lama ya nggak ketemu. Ini pasti istri sama anak kamu ya, Van?" tebak orang tersebut. "Maaf ya udah nganggu kalian makan, Tante sama Aleta barusan habis makan juga, terus nggak sengaja ngeliat kamu, Nak."
"Bener, Tan. Hm... Kal, ini Mamanya Aleta." Pria itu dibuat kikuk akan situasi sekarang. Bertemu mantan pacar dan mantan calon mertua bersamaan saat Kalya sedang bersamanya? Gila!
"Halo, Tante, Kak Aleta," sapa Kalya dengan sungkan. Ia seperti ingin menghilang saat ini juga.
"Hai, Kalya."
Nyatanya Aleta juga sama kakunya, sambil menggamit lengan mamanya, terlihat sekali senyum tidak nyaman terpancar di wajahnya disertai terus-menerus menggoyangkan lengan mamanya seakan memberi kode 'ayo kita pergi di sini'. Namun, fokus Aleta teralih saat meihat sosok gadis kecil yang sedikit mirip dengan mantan kekasihnya.
"By the way, anak kalian lucu banget. Namanya siapa, Kal?"
"Namanya Divya, Kak."
Si anak balita, Divya, mengerjap polos ke arah Aleta yang sedang menatapnya. "Itu sapa, Mama?" gumamnya.
Bingung harus menjawab bagaimana, Kalya lantas melirik suaminya. Masa dia harus bilang, 'Tante Aleta ini mantan tunangan Papa kamu, Nak. Yang dulu jadi salah satu penyebab Mama sering sakit hati'.
"Hm... Tante temen lama Papa kamu, Sayang. Dulu banget sih, waktu Divya belum lahir," jawab Aleta disertai ringisan.
Mama Aleta menepuk bahu Nevan.
"Udahlah, yang lalu-lalu anggap pelajaran aja, Nak. Yang nggak mengenakkan nggak usah diingat-ingat dan jangan terlalu berlarut. Tante juga menekankan hal ini ke Aleta, Tante percaya kalian semua pasti udah makin dewasa sekarang, semoga makin bijak juga dalam bertindak."
"Terima kasih banyak, Tante. Maaf atas kesalahan saya dulu yang pasti udah ngecewakan Tante dan Om Tama."
Nevan meluruskan padangan pada Kalya sebelum kembali berkata, "Maaf, Al."
***
Nevan mengetok pintu kamar mandi saat menyadari Kalya sudah lama di dalam, tetapi tak kunjung keluar. Pikirannya langsung berkelana pada hal-hal negatif, apalagi ketika tidak mendengar suara-suara apa pun dari dalam sana. Nevan semakin khawatir.
"Sayang? Kamu ngapain di dalam lama banget?"
"Kal, kamu nggak kenapa-kenapa?" Sekali lagi Nevan menggedor pintu kayu cokelat di depan wajahnya, sesekali mendekatkan kupingnya tepat pada sisi pintu. "Yang?"
Pintu pun terbuka. Kalya melongokkan kepala membuat Nevan terkaget.
"Kenapa? Aku lagi BAB nih."
Nevan mengusap wajahnya berkali-kali. Syukurlah.
"Nggak ada, lanjutin aja. Tutup rapet ya, baunya kecium samapai di luar, lho."
"Apa sih."
Kalya langsung menutup pintu meninggalkan Nevan yang mengelus dada. Sumpah, hari ini entah sudah berapa kali Nevan merasa deg-degan seolah-olah tengah dibantai oleh dosen penguji.
"Kamu kenapa tadi?" tanya Kalya setelah keluar dari kamar mandi.
"Nggak, aku kira kamu kenapa-kenapa lama banget di kamar mandi."
Nevan memeluk pinggang Kalya yang baru saja duduk di sisi pinggir tempat tidur. Bayangan peristiwa beberapa tahun lalu selalu menjadi momok baginya, bagaimana jika Kalya kembali melakukan percobaan bunuh diri?
"Minggir dong, aku mau tidur juga. Ngantuk."
"Ya udah sini." Nevan langsung menggeser posisinya, lebih dekat dengan Divya yang sudah tertidur sedari tadi sebelum sampai di rumah sepulang jalan-jalan.
"Kal," ujar Nevan, yang memeluk tubuh Kalya dari belakang. "Hari ini... apa aku nyakitin kamu?" bisiknya.
"Nggak kok."
"Serius? Mood kamu udah lebih baik belum?"
Kalya menolehkan badan. "Udah, apalagi kalau meluk kamu kayak gini," sahutnya memejamkan mata. Kalya merasakan Nevan mengambil jarak di antara mereka.
"Tadi aku bingung banget, Yang, waktu Aleta sama mamanya tiba-tiba muncul." Nevan ingin meluruskan yang mungkin bengkok serta bisa saja menimbulkan penafsiran keliru bagi istrinya. Bagaimanapun, masa lalu tak pernah benar-benar hilang terlupakan begitu saja seiring luka yang pernah terpatri.
"Jujur aja aku bingung mesti bersikap bagaimana tadi," lanjutnya, "aku nggak mau memunculkan luka itu kembali, baik untuk Aleta, apalagi kamu."
"Aku ngerti."
Kalya mengelus berulang kali kedua alis Nevan secara bergantian. "Aku juga sempat ngerasa nggak enak, tahu. Di depan mama Kak Aleta kesannya aku kayak ngancurin banget hubungan kalian, ngerebut cowok orang dan... kayak perempuan kagatelan." Kalya menghela napas, ia mengetuk kepalanya yang berpikiran aneh. "Mungkin ini cuma perasaan aku aja kali, ya?"
Nevan tersenyum.
"Memang, Sayang. Makanya aku selalu bilang, jangan mikir hal-hal aneh." Karena sesungguhnya dialah yang telah membuat Kalya dicap buruk seperti dahulu. "Bukan kamu, aku yang salah. Aku yang memulai segalanya."
"Masaa?" goda Kalya memeluk leher Nevan.
"Karena kamu gemesin dan memesona." Lelaki itu terkekeh kecil, tak lupa mengecup puncak kepala pipi istrinya. "Makanya aku jadi kebawa baper."
"Bohong banget!" Kalya langsung bangun. "Gimana kalau kamu ketemu yang lebih gemesin sama lebih memesona dari aku? Kamu bakal langsung kesemsem, begitu?" Kalya melotot.
"Tuh, kan, baru juga aku bilang jangan mikir aneh-aneh, sekarang langsung main tuduh aja."
"Ya gimana, aku tuh kadang takut." Ia termenung. "Aku pernah bilang ini belum? Katanya, orang yang pernah selingkuh nggak akan pernah puas sama satu perempuan doang. Terus aku juga mikir, yang kayak Aleta aja bisa kamu duain, apalagi yang modelannya kayak aku? Standar selera kamu turun jauh banget, kan, dari Aleta ke perempuan kayak aku?"
Nevan melongo. Sejauh itukah ketakutan istrinya? Wow, Nevan tidak menyangka meski pada akhirnya ia paham alasan Kalya berpikir demikian.
»---------------------------------------«Follow Instagram:
@fairypatetic
»---------------------------------------«
Cerita ini dipersembahkan untuk onty-onty online kesayangan Dipi✨
»---------------------------------------«Gimanaaa? Nih aku apdett hahah. Semoga kalian suka. Beberapa yang komen di part sebelumnya tebakannya bener Nevan dan keluarga di samperin siapa hihi
Udah dulu yaa. Jangan lupa jejak komen and vote kalau suka cerita ini. Eh follow ig dong🤣: @fairypatetic
KAMU SEDANG MEMBACA
Interdependencia (Tamat)
Romansa(FOLLOW AUTHOR SEBELUM MEMBACA! BEBERAPA PART DIPRIVATE SECARA ACAK) Sebelum baca ini mending baca Dependencia dulu ----- Tiba saatnya benang kusut terurai. Cukup dulu aku menyakitimu begitu dalam. Sekarang, bolehkah kita menuai bahagia bersama? Sta...