Aku masuk dengan napas yang terengah-engah. Berjalan menuju bangku ku yang berada tak jauh dari pintu kelas. Sorotan mata seisi kelas tertuju padaku.
"Lo kemana aja Key? Baru balik pas bel masuk." Tanya Vano penasaran
"Gue dari perpustakaan." Aku menjawab pertanyaan Vano, tanpa meliriknya.
"Katanya lo lagi mager?" Shasha bersuara sekarang.
"Iya gue mager sebenernya. Tapi kalo gue ngak di ganggu cowok sialan itu, gue ngak bakal mau kesana." Aku menjawab pertannyaan sambil melirik Deni dengan tatapan tajam. Yang dilirik malah cengengesan.
Kelas yang tadinya ribut akhirnya sepi, damai dan tentram. Bisa di tebak karna pak Zaki, guru killer kami telah datang.
"Okay guys! Now. We can~" perkataan pak Zaki terhenti, karna ada yang memotong perkataannya.
"Tumben pake bahasa inggris pak?" Tanya seorang murid laki-laki. Yang tak lain dan tak bukan adalah Deni.
Semua murid seisi kelas melongo melihat dan mendengar apa yang Deni katakan. Mereka tidak percaya kalo Deni berani memotong pembicaraan guru killer .
Pak Zaki yang tadinya tenggah duduk manis, sontak berdiri dan menghampiri bangku Deni sekarang.
"Mana buku catatan kamu?" Pak Zaki pengulurkan tangannya, meminta buku catatan milik Deni.
Deni memberikan buku catatan sejarah-nya kepada Pak Zaki. Pak Zaki memberikan-nya kembali setelah melihat buku catatan Deni yang ternyata lengkap.
"Untung saja tulisan kamu lengkap. Kalau tidak, saya bisa menghukum mu untuk tidak usah mengikuti pelajaran saya dan tidak akan mendapat nilai!" Peringatan Pak Zaki.
Sudah ku bilang bukan? Pak Zaki adalah guru killer di sekolahan kami. Salah sedikit, itu akan berdampak buruk pada nilai ujian nanti.
Pak Zaki kembali ke bangku meja guru. Dan mulai menerangkan sejarah kebudayaan di Indonesia.
Setelah hampir setengah jam Pak Zaki menerangkan. Beliau menyuruh sekertaris untuk menulis catatan penting di papan tulis.
"Raum. Tolong tuliskan catatan yang sudah saya rangkum." Ya! Suruhan Pak Zaki mengarah kepada ku. Dia memang dari pertama kali bertemu denganku, memanggilku Raum. Walau sama-sama namaku, tapi aku risih dipanggil seperti itu. Aku lebih suka di panggil Keysa, Cahya, atau Arsyana.
Aku melangkah-kan kaki dan maju ke depan. Mendengarkan penjelasan Pak Zaki, dari mana dia harus menulis. Dan sampai mana.
"Nanti, kalau sampai ada yang tidak mencatat. Nilai ujian kalian terancam tidak lulus" Ancaman Pak Zaki berhasil membuat seisi kelas langsung mengambil pena dan buku tulis mereka. Sampai-sampai, anak seperti faiz yang pemalas pun mengikuti instruksi Pak Zaki.
Aku mulai menuliskan catatan yang sudah Pak Zaki rangkum, di papan tulis.
Selesai menulisnya, aku kembali ke tempat duduk ku, dan mengambil pena dan buku untuk menuis. Itulah yang aku benci ketika menjadi sekertasis di kelas. Sudah 3 tahun ini aku merasakannya.
Tak terasa, bel pulang akhirnya berbunyi. Para murid di kelasku bersorak gembira mendengarnya. Mereka berani bersorak karna jam pelajaran terakhir kosong, guru yang mengajar pun tak kunjung datang sampai bel pulang berbunyi.
"Alesa. Gue nebeng lo ya!" Pinta ku pada salah satu sahabatku.
"Yah maaf Key, Gue ngak bisa. Gue ada acara kerja kelompok setelah ini." Jawab Alesa
"Tumben lo mau nebeng. Biasanya naik bus." Sindir Shasha
"Lagi ngirit duit, gue." Jawabku santai.
Sahabat-sahabat ku hanya menanggapinya dengan tawaan ngakak.
"Yaudah deh gue pulang! Bye!" Aku pergi dengan tiba-tiba karna kesal pada mereka yang menertawakan ku. Seolah tertawa diatas penderitaan orang lain.
"Lah si Keysa ngambek tuh." Soya menatap kepergianku.
"Biarin aja. Dia kan biasa ngambek kaya gitu, ntar juga baik lagi" Ucap Shasha yakin, karna dia sudah terbiasa dengan sikapku yang seperti itu.
Aku melangkahkan kaki ke gerbang utama sekolah, menghentak-hentakkan nya , dengan perasaan kesal.
Aku berdiri sebentar di depan gerbang. Berharap ada orang yang mengasihani ku dan mau membonceng-kan ku.
"Hai. Keysa?" Sapa seorang anak laki-laki dengan motor besar miliknya. Aku tidak mengenalinya, tapi kenapa dia bisa mengenal ku?.
"Hai. Eh, lo yang tadi tabrakan sama ge yah!" Tebakkan ku benar. Karna dia langsung mengangguki pertannyaanku.
"Tapi kok lo bisa kenal gue?" Aku bertannya lagi dengan laki-laki itu.
"Gue tau sejak kelas 10. Waktu itu gue ngeliat lo maju ke depan panggung pas penggenalan anak baru di aula." Jawab laki-laki itu.
"Oh. Nama lo siapa?" Aku penasaran dengan namanya. Lagipula masa dia tau namaku, tapi aku tidak tau namanya.
"Bayu" jawabnya singkat. Diakhiri dengan senyum yang mengembang di wajahnya. Terkesan manis untuk ukuran cowok sepertinya.
"Lo bukan anak IPS yah? Gue ngak pernah liat lo." Pertannyaan itu muncul begitu saja dari mulutku.
"Iya. Gue anak IPA 1" jawaban bayu hanya di tanggapi anggukan olehku.
"Lo ngak mau pulang?" Setelah beberapa detik kesunyian terjadi di antara kami. Bayu pun mulai membuka pembicaraannya.
"Mau. Tapi gue lagi nyari tebengan" aku menjawab pertannyaan Bayu, sambil clingak-clinguk berharap ada teman tetangga yang lewat.
"Gue anterin yuk!" Mendengar tawaran Bayu. Aku berbalik menatapnya.
"Tapi rumah gue agak jauh." Jawabku
"Gak papa. Gue juga mau ke collection books setelahnya." Tempat itu tak terlalu jauh dari rumahku. Aku berpikir sebentar, dan akhirnya aku mengiya-kan ajakannya.
"Yaudah. Yuk naik!" Aku langsung naik ke motor besarnya setelah mendengar intrusi Bayu.
Aku memposisikan duduk menghadap samping, dan tangan yang berpegangan pada belakang motor.
"Pegangan aja. Nanti lo bisa jatuh kalo lo cuma pegangan belakang motor" aku ragu dengan perintah Bayu. Kita baru saja kenal, masa aku harus melingkarkan tanganku ke perut Bayu pada saat membonceng-nya.
Dengan perasaan ragu. Aku mulai melingkarkan tanganku di perutnya. Bayu tersenyum dan mulai menjalankan motornya untuk pulang.
🌼🌼🌼
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In The Maze [On Going]
Teen Fiction"Aku hanya orang biasa yang tidak pantas untuk di cintai. Aku tidak pantas untuk menjadi milikmu. Karna kamu terlalu sempurna bagiku." "Andai kamu tau isi hatiku. Aku lebih mencintaimu dibanding kan apapun. Semua orang itu salah dengan perkataan me...