Bumi perkemahan (Buper).
Sesuai yang Lifia harapkan, keadaan Buper ini benar-benar menakjubkan.
Lapangan besar yang lebarnya nyaris menyerupai gelora bung Karno itu dikelilingi ilalang hijau berhiaskan putik putih. Pohon-pohon besar tampak gagah mengelilingi bagian selatannya, Danau yang tenang mengalir pelan ke hilir Utara.
Lifia terhenyak, keadaan Buper satu ini benar-benar menakjubkan.
Disisi lain ia sempat mengira kalau Buper ibu kota akan terasa gersang dan tak mendapati pepohonan.
Tapi setelah sampai di lokasi nyatanya Buper satu ini benar-benar menakjubkan. Baru kali ini ia temukan Buper seluas dan seasri ini meski terpencil di ibu kota, dan baru kali ini pula di ibu kota Lifia temukan air yang mengalir tak berwarna kuning apa lagi hitam."Aku gak nyangka, ca!" Decaknya masih kagum dan mengamati sekitar. Billa yang pertama kalinya mengikuti kemah pun tak kalah takjubnya.
"Coba aja aku bawa dress tadi ya, terus bawa beberapa properti dan Canon untuk Poto disana," gadis dengan potongan rambut bak polwan itu menunjuk ke arah ilalang.
"Pasti keren bangettt, pasti Poto aku langsung di repost sama akun Instagram anak-anak indi,"
"Astaga!" Eca menepuk dahinya "please fokus Billa! Sekarang lagi kemah, Gaada waktu buat lo mikirin yang gak penting,"
"Iya siap ibu negara," gadis itu memutar bola matanya dengan malas, lalu melemparkan tas berisi tenda ke atas tumpukan tas-tas lainnya. Oca hanya menggeleng heran, lalu bergegas menuju aula panitia untuk melaporkan kedatangan mereka.
Sedangkan Billa dan Lifia mulai mendirikan tenda bersama teman-teman lainnya, sebagian ada yang mengambil air untuk mengisi ember-ember kosong, sebagian ada yang mencari kayu bakar, sebagian ada yang mendirikan pagar juga gapura dengan bantuan beberapa siswa juga pembina.
Berselang satu jam semuanya sudah menyelesaikan tugasnya masing-masing, upacara pembukaan akan dimulai 30 menit lagi namun Oca--sebagai pimpinan regu belum juga menampakkan dirinya mengenakan seragam Pramuka lengkap seperti yang diminta pembina.
"Ca lo itu kan harus gladi, kok gak siap-siap sih??!" Tegur Billa sebal sendiri melihat temannya yang sedari tadi tak sudah-sudahnya membersihkan tenda meski menurut Billa isi tenda itu sudah sangat rapi dan bersih, namun tetap saja bagi Oca itu sangat membuat tidak nyaman.
"Iya sabar Bila! Kan belom dipanggil," balas Oca lembut,
"Iya siap-siap aja kenapa sih?" Jawab gadis itu ketus, sebal sendiri melihat Oca yang nyaris dipercaya dalam segala bidang tapi sangat lalai dalam mengemban amanahnya. Tak lama Lifia keluar dari tenda, gadis itu sudah siap dengan seragam juga sepatu PDH-nya. Baru saja Lifia ingin melerai perdebatan ke dua sahabatnya, kak Arga--pelatih yang memiliki sifat pemarah itu menghampiri Oca.
"Hei! Kamu kan pinru?" Mata nyalangnya tepat jatuh pada retina mata Oca yang mau bagaimana pun keadaan, tetap bisa bersikap tenang.
"I-iya kak ini saya langsung pakai sepatu sama kacu aja," Billa meletakkan sapu dan menutup tenda secepatnya.
"Lambat!! Awas ya karena kelalaian kamu poin sekolah kita berkurang!" Ancam Arga cetus, membuat Lifia dan Billa menelan ludah lalu saling melempar tatapan takut. Mereka hendak berbalik ke dapur, namun belum sempat melangkahkan kaki, seruan dari panitia bagi semua peserta untuk berkumpul--karena tamu undangan terhormat--segera tiba pun berhasil membuat kericuhan.
"Argh lambat, lambat, lambat!" Arga kian naik pitam, membuat Lifia, Billa ikut panik dan reflek berbalik badan.
"Lifia," langkah Lifia terhenti, matanya terpejam dengan ekspresi menyeringai takut. Baru saja berbalik badan hendak bertanya tapi Arga malah lebih dulu memberi jawabannya.
"Kamu ikut saya gantiin tugas Oca."
***
Dan disini lah Lifia sekarang. dihadapan ribuan peserta dari puluhan sekolah, dengan selempang coklat bertuliskan petugas, tangan kanan menggenggam mic dengan tangan kiri memegang teks susunan acara, gadis itu tampak tenang meski hati dan pikirannya tengah berkecamuk.
Ekspresi Billa yang terkejut, tatapan yakin dari pembina, serta raut kecewa Oca ketika keluar dari tenda yang mendengar kabar pergantian petugas tersebut, begitu jelas diingatan Lifia. Tampak jelas senyum Oca yang memudar, Lifia benar-benar merasa bersalah, tapi yang dia lakukan tulus untuk kebaikan semuanya. Jika tadi dia terlambat sedetik saja sudah pasti poin sekolah mereka berkurang.
"Ya Tuhan!" Gumam Lifia, menggeleng lamat. Tatapannya coba ia alihkan dari barisan sekolahnya, memandangi beberapa pembina yang mana salah satunya adalah Bian Calista. Dalam hati Lifia bertanya, bukankah jika ada Bian disitu ada Adibya juga? Ah sudahlah Lifia lupakan hal yang menyangkut Adibya, sekarang fokus sama hal yang ada di depan mata juga perlombaan LKBB besok. Gumamnya berusaha menenangkan pikiran yang berkecamuk.
Tak lama Arga datang meminta Lifia untuk mulai membacakan susunan acara.***
KAMU SEDANG MEMBACA
1 Semester
Novela JuvenilTiap hari Lifia dikejutkan berjuta tanya dari sikap seorang Adibya Sapta Prasetya yang merupakan kakak kelasnya. Selain romantis, pria itu juga mempunyai seribu rahasia yang tak mampu Lifia ungkap meski dengan berjuta pertanyaan. Dan mainan kunci ke...