"Apa maksud kalian dengan santet ... ?"
Tiga orang siswi harap-harap cemas menghampiri kumpulan Ex. Mereka bernama Kiky, Ines, dan Hasni. jika ingatan supervisor* baik, memang selama ini ada trio perempuan yang sering curi-curi pandang ke gerombolan Ex, baik selama di kelas maupun luar kelas di lingkungan sekolah.
(*supervisor= pembaca)
"Apa maumu?"
Ex menentang mereka dengan tatapan tak senang. Ye dan Zet pun memberi perlakuan nan hampir sama, membuat para siswi tak berkutik. Keenam remaja yang masih mengenakan seragam olahraga itu diliputi syak wasangka.
Akan tetapi, sebelum kecanggungan makin kaku, Hasni maju. "Sudahlah, yang terpenting jelaskan apa maksud kalian dengan santet tadi?"
Menganalisis situasi nan menegangkan ini, Ex menyusun konsiderans guna pengambilan keputusan. Akhirnya, lelaki berjaket merah maroon itu mengisyaratkan kepada dua kawannya serta ketiga siswi untuk pindah tempat.
Sampailah mereka berlima dipandu Ex menuju belakang sekolah, bahwa terdapat tempat pembuangan sampah penuh longgokan sampah organik heterogen yang mengalami dekomposisi lambat. Tercampur pula sampah kertas pula polimer plastik. Di bawah sinar mentari memanggang, keenam remaja berhadapan.
Salah satu siswi bermuka masam mengerling. "Apa yang akan kita lakukan di tempat busuk ini?"
"Kalau di sini tidak bakal ada yang melihat." Ex tampak menenangkan guna mengusir atmosfer tak bersahabat yang sempat terbentuk.
Para lelaki bisa lebih teliti memperhatikan trio siswi. Kiky adalah si tomboi yang memakai bando hitam. Ines si perempuan dingin yang beraura seram (dia yang melayangkan protes barusan). Serta, Hasni yang bertampang cantik (yang mengajukan pertanyaan).
"Ex, coba jelaskan, apa maksud dengan santet yang kalian bilang tadi?" tanya Hasni, lagi-lagi.
Ex menyintesis frasa demi frasa jawaban yang pas di dalam pikirannya, hendak memberikan penjelasan terbaik. Namun, Ye dan Zet masih pikir-pikir dahulu, menjadi inhibitor Ex saat menyelesaikan sintesis, dengan terikat pada sisi aktif pemroses di otak.
Tubuh Ex diputar membelakangi para siswi, berembuk bertiga saja. "Hei, ini benar gak apa-apa, kan? Soalnya aku takut kalau kita ketahuan, ada yang lihat." Ye diliputi waswas lagi syak.
"Ya, gak apa-apa. Di sini gak ada CCTV, gak mungkin orang lewat, kecuali Pak Kebon yang buang sampah, tapi kalau jam segini biasanya gak ke sini," terang Ex.
Merasa yakin aman, akhirnya Ye dan Zet lepas diri dari sisi aktif pemroses dalam otak Ex. Ex pun bisa melancarkan jawaban hasil sintesis.
"Memangnya ada apa kalau kita bahas santet?" tanya laki-laki berjaket merah maroon yang membungkus kaus olahraga.
Hasni menghela napas seakan berucap, 'Akhirnya direspons'. "Katanya Andi bisa kayak gitu itu gara-gara santet. Kalau gak salah kalian tadi pagi pas TIK bukan website santet online, gak sih?"
"Iya, kami membuka santet online pas TIK tadi. Memangnya kenapa dengan itu?" tanya Ex balik.
"Itu dia, aku juga gak tau ... bingung. Gimana caranya santet online yang harusnya iseng-iseng aja bisa jadi serius kayak gitu ...."
"Terus, kamu mau bilang kalau kami penyebabnya? Kami yang ngirim santet ke Andi?" Ex memberondong Hasni sekalian Kiky dan Ines.
Ini tidak baik. Terjadi kesalahpahaman akibat miskomunikasi. Seseorang harus mencairkan suasana demi meluruskan konversasi. Para remaja berkaus olahraga diselubungi aura ketidaktahuan. Entah apa hubungan Andi dengan santet daring, baik Ex dkk. maupun trio siswi tak mafhum.
KAMU SEDANG MEMBACA
XYZ Murder: The First X (t̸a̸m̸a̸t̸)
KorkuJudul: XYZ Murder The First X Penulis: William_Most Genre: horror, supernatural, mystery, school Rating: 17+ (violence&profanity) X, Y, dan Z merupakan siswa bermasalah yang membentuk geng di kelas VIII-E. Mereka menciptakan satu peraturan mutlak: s...