19.01.21
Udah mau tanggal tua btw-
Sasha pulang sekitar pukul lima pagi. Terkesan seperti anak tidak benar memang, tapi tohh dia di rumah juga kesepian, dari pada kebanyakan bengong terus kesambet kan?
Sasha membuka pintu rumahnya perlahan. Mulus tanpa berderit sama sekali. Gelap, keadaannya masih sama seperti saat dia tinggalkan tadi malam. Sasha berdecak, menutup pintunya kasar. Dia tau bagaimana pun tak akan ada yang berteriak, surprise lalu lampu dinyalakan ada Ayah dan Bundanya yang menyambutnya. Terlalu mustahil.
Gadis itu berlari ke kamarnya, membanting dirinya sendiri ke atas ranjang berbalut warna putihnya. Bergelung, tangannya membuka laci nakas, mengambil ponsel yang memang sengaja dia tinggalkan.
Bunda
Apa kabar Sha? Bunda nggak bisa pulang akhir pekan, Bunda minta maaf, mungkin pekan depan, baik-baik ya, uang saku udah Bunda tambah, kamu jangan boros ya?
Pesan panjang itu memenuhi roomchatnya. Sasha berdecak, mengetikkan -ya- sebagai balasan. Tohh, buat apa menulis panjang lebar, paling juga cuman diabaikan atau paling perhatian cuman ditulis, maaf atau hati-hati.
Sasha tidak merasa mengantuk sama sekali. Dia hanya memejamkan matanya sebentar, kemudian membukanya lagi, seperti mengerjap. Bayangannya dengan semalam seperti menari-nari di memorinya. Walau bukan baru sekali dia menghabiskan malam dengan bermain bersama sahabatnya itu, namun yang tadi sepertinya terlalu berkesan untuk dilupakan. Ditambah tentang perbincangan mereka di bukit, ahh rasanya ingin waktu berhenti untuk sejenak saja. Agar waktu sepinya juga berkurang.
Sasha ingin menghubungi Tian lagi, tapi... Dia takut mengganggu. Lagian sudah semalaman dia minta ditemani. Dia benar-benar sedang tidak ingin sendiri untuk saat ini. Dan kedepannya lagi sejujurnya...
Sasha bukan orang yang suka keramaian, untuk beberapa kondisi Sasha suka keadaan hening. Namun, hidupnya terasa terlalu sepi. Kadang Sasha sampai lelah.
"Kalo aja lo masih di sini Lin," gumamnya lirih.
* * *
Sasha memutuskan segera mandi. Mengganti pakaiannya kasualnya menjadi baby doll pendek. Baju sehari-hari Sasha ketika di rumah.
Sasha berdiri di balkon kamarnya. Sesekali mengusap rambutnya dengan handuk, kemudian berakhir melilitnya. Balkon itu menghadap langsung ke kamar Tian. Samar, Sasha bisa melihat laki-laki itu di dalam sana. Tidak sedang tidur, sedang main game. Bahkan sosok itu juga menghadap Sasha, bedanya mungkin karena terlalu fokus, jadi tidak melihat.
"Sstt Tiann," Laki-laki itu tak menanggapi.
"Yaann,"
Sasha iseng, mengambil sebuah rautan pensil kecil dan melemparkannya ke arah jendela.
"Tian, temenin gue," serunya. Tian terlihat kesal di dalam sana, tapi tak urung juga bangkit membuka pintu.
"Gue kalah gara-gara lo jelek!" Sasha meringis,
"Apa?" Gadis itu menggeleng, netra keduanya bersitatap lama.
"Lo ganggu gue cuman buat main tatap tatapan?"
"Gue nggak tau mau bahas apa lagi, tapi rumah gue sepi banget nggak enak kalo sendirian," jawab Sasha panjang lebar. Tian berdecak. Malah berbalik masuk ke dalam dan menutup pintunya rapat-rapat.
"Yahh, Tiann, Yaaannn," panggil Sasha, nihil laki-laki itu seperti tak berniat membuka pintunya kembali. Sasha termenung.
"WOY JELEK BUKAIN PINTU," suara Tian, Sasha terlonjak kaget, kemudian ber-yess sambil berlari ke bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
To Be Okay
Teen FictionIni tentang Sasha, gadis yang hampir bisa dikatakan sempurna, dan lukanya. Bagaimana gadis itu dipaksa untuk mengatasi semua luka tanpa ada bantuan dari kedua Ayah dan Bundanya. Seharusnya mereka juga tau, bahwa gadis itu juga kehilangan, bahwa dia...