delapan

21 7 5
                                    

Jam tadi berakhir kosong, Sasha kembali dengan novelnya. Kelas Tian belum keluar, ntah ada apa di sana. Anggit pamit, sejak kemarin dia sudah bilang pulang sekolah dia harus segera membantu di rumahnya, akan ada arisan keluarga.

Dua puluh menit, Sasha menghabiskan berpuluh halaman. Tersisa kurang dari setengahnya untuk menyelesaikan novel itu.

"Nunggu lama?" Tangan besar itu menyentuh kepalanya, dari jendela. Sasha mengangguk dan menggendong tas abunya. Berjalan keluar menghampiri pemilik tangan tadi, menggandengnya.

"Lama, gue jenuh,"

"Maafin," Sasha mengangguk. Moodnya mudah berubah, seperti biasanya saat dia sedang pms. Oke mungkin kali ini sedikit lebih dari biasanya, lemas.

Sasha duduk di mobil duluan, membiarkan Tian. Lemas, tiba-tiba kepalanya pusing sekali.

"Lo kenapa Sha?" Sasha menggeleng. Bukan tidak apa-apa maksudnya tapi dia juga tidak tau. Nafasnya berat.

"Ti-an shh," Nafas Sasha mulai tidak teratur. Oke, Tian paham ada apa dengan gadis itu. Dia membelokkan mobilnya ke arah lain. Tangannya membuka laci dashboard, mengambil sebuah botol kecil.

Tian memberhentikan mobilnya, mengambil air dan menyerahkan obatnya.

"Pelan, tenang," Sasha masih kesulitan mengendalikan pikirannya. Kepalanya terasa sakit. Dia menenggak pil kecil itu, cepat.

"Arrrghhh," ringisnya. Tian memeluknya,

"Everything will be okay," Tian terus membisikkan kata-kata menenangkan. Sasha mengangguk, tentu. Sepuluh menit kemudian Tian merasa Sasha sudah cukup tenang. Mata Sasha mulai terpejam.

Jujur dia kaget tadi, sudah cukup lama Sasha tak mengalaminya. Atau dia yang tidak tau?

Tian menjalankan mobilnya, ke sebuah tempat, dia tau Sasha bisa tenang di sana, dia tau kunci Sasha ada di sana.

* * *

Sasha terbangun setengah jam kemudian.

"Ti?" Tian menengok.

"Gue ketiduran lama ya? Maaf," Tian tersenyum.

"Nggak ko, udah baikan?"

"Sedikit,"

"Lo kenapa?" Sasha mengendikkan bahunya.

"Gue nggak apa-apa," Sasha terlihat enggan. Dia membuka pintu mobil, membiarkan udara itu masuk perlahan. Sedangkan di keluar, menarik Tian ke kursi belakang, semua pintu di buka. Sasha merebahkan badannya, menjadikan kaki Tian bantal dan membiarkan kakinya menggantung di luar.

Tian berhenti di mana rumah pohon mereka berada, setidaknya udara di sini cukup bersih. Sasha memejamkan matanya lagi, menikmati sentuhan tangan Tian di rambutnya.

"Kalo ada apa-apa itu di ceritain bukan dipendem, ada gue, Anggit juga ada kan?"

"Gue tau, cuman kadang pas gue mau cerita tiba-tiba gue ragu, gue nggak tau kenapa, kadang gue nggak tau mau mulai dari mana atau cerita yang mana dulu, kadang gue sulit nyusun kata-katanya,"

"Lo udah lama nggak kayak gini lho Sha," Sasha mengangguk dia tau, bahkan dia paham alasannya.

"Gue cuman nggak mau lo kenapa kenapa,"

"Iyaa,"

"Kalo ada apa-apa cerita,"

"Iya Tiaann," Tian tersenyum. Kemudian menoel hidung Sasha pelan.

Mereka hanya diam di sana 30 menit,

"Pulang Yan,"

"Sekarang?" Sasha membalasnya dengan anggukan.

To Be OkayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang