lima-

24 7 0
                                    


6.2.21

Maaf ini part terakhir sebelum hiatus 

Moga kalian mo sabar nunggu yap:)
.
.
Sasha berlari memasuki rumahnya sambil menenteng tas belanjaan, Tian izin menyimpan motornya dulu. Gadis itu membongkari barang di dalam kantong plastiknya, mengambil bahan masakan dan membawanya ke dapur.

Sasha dengan cekatan mulai dengan mencepol rambutnya dan cuci tangan, biar bersih. Kemudian memotong bawang dan menyiapkan bumbunya, dilanjutkan dengan mulai membersihkan udang serta cumi-cuminya. Atensinya sempat beralih kepada Tian yang memasuki rumahnya, laki-laki itu duduk di bar dapurnya asik memandangi Sasha, memperhatikan beberapa helai rambutnya yang mulai melepaskan diri dari ikatannya. Tian melihat Sasha kesusahan karena itu.

Sasha sedikit kaget ketika merasa sebuah tangan menyentuh rambutnya, membuat ulang cepolannya merapikan helaian rambutnya. Sasha diam, konsentrasinya kembali penuh kepada potongan seafood di pan di hadapannya.

Tangan Tian beralih ke lengan Sasha, menaikkan lengan panjang sweater yang memang belum sempat Sasha lepas. Sasha tersenyum, ada denyut berbeda di jantungnya. Terasa aneh.

"Thank's," ucapnya singkat kemudian kembali melanjutkan masakannya, matanya melirik heran ke Tian yang memandanginya sambil bersender di pintu lemari pendingin.

"Lo ngapain dah?," Tian mengendikkan bahunya.

"Kan tadi gue udah bilang, gue mau liat lo masak ini lagi liatin," Sasha berdecak.

"Ya nggak segitunya kalik, sampe kayak nggak kedip, gue kan jadi ga fokus,  kenapa sih? Gue keliatan cantik ya? Ahh makasih loh," Bibir Tian naik, hanya 1/4 nya, seperti smrik, bermaksud mengejek Sasha.

"Apa? Lo salting diliatin cowo ganteng?" Ingin rasanya dia melempar pan di pegangannya ke arah muka sialan itu. Andai Tian tau, hati Sasha berantakan rasanya ditatap seperti itu. Andai saja...

Sasha memilih mengacuhkan Tian, dia kembali bergelut dengan masakannya, setelah 15 menit kemudian, semua siap.

"Udah, lo mau makan sekarang?" Tian mengangguk.

"Cuci tangan," Sasha menunjuk wastafel, Tian langsung menurut, terlihat seperti anak kecil yang patuh pada mamanya. Sasha tertawa kecil, kemudian menyiapkan piringnya.

"Gue yakin lo ketagihan," ucap Sasha yakin. Sasha memang bisa dikatakan pandai dalam hal dapur, berkat hobi memasaknya sejak kecil, dia bisa memasak cukup banyak masakan sekarang.

"Gimana?" Tian mengangguk,

"Enak kayak biasa," Sasha tersenyum senang, baru kemudian dia menyendokkan sesuap nasi ke dalam mulutnya. Dia puas sekali. Memandang Tian yang terlihat lahap memasukkan satu-persatu suapan ke dalam mulutnya. Keduanya makan dalam keadaan hening asik dengan rasa yang tercipta di mulut masing-masing.

"Udah?" Tian mengangguk, setelah suapan salad terakhir mendarat di kerongkongannya. Sasha bergerak mengambili piring bekas makanan, membawanya ke dapur kembali untuk dicuci.

"Gue aja deh Sha yang cuci," celetuk Tian. Sasha menggeleng.

"Ngga, gue ngga mau piring gue pecah satu-satu, lo kan kalo nyuci piring nggak pake perasaan pake kekuatan dalam," seloroh Sasha.

"Ouh oke," Tian meninggalkan Sasha, berjalan ke ruang tv. Namun belum lama, Sasha mendengar derap langkah Tian kembali.

"Sha," panggilnya Sasha menggumam, tanda mendengarkan. Tiba-tiba bibir Tian sudah mendarat di pipi Sasha. Sasha rasanya spot jantung, padahal cium pipi sudah bisa dikatakan biasa bagi mereka, walau tak terlalu sering, saat dia ulang tahun misalnya, atau sebaliknya, kadang saat Tian memberi selamat pada Sasha setelah kemenangannya, juga Tian beberapa kali mencuri kesempatan dengan pipi chubbynya. Tapi tetap saja, jantungnya masih tak bisa santai. Hancur sudah fokusnya sekarang. Dasar Tian-!!

To Be OkayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang