"Halo Ra, ini gue uda ada di parkiran."
"Ntar, gue kesana!"
"Ini lo sendiri kan? Gak bawa yang lain kan?"
"Sendiri lah, masak mau rombongan."
"Yeyeyeye."
***
"Selamat pagi pak, atas walinya Aera betul?" tanya guru bergincu merah itu ramah.
"Iya bu. Saya kakaknya Aera, Jivan," ujar Jin menyambut jabatan itu ramah.
"Iya, saya Bu Lina guru konseling," ujar bu Lina memperkenalkan diri ramah.
Suara pintu bergesek, bersamaan dengan juntaian ketukan sepatu pentofel memasuki ruangan.
Terdapat Tara dan salah satu temannya, kini membungkuk sopan dan mengambil tempat untuk sekedar duduk dan membicarakan masalah kemarin.
"Saya juga akan memanggil Dera dan Lino untuk sekedar menjadi saksi, dan membicarakan masalah ini dengan sudut pandang saksi, Aera dan Tara," ujar Bu Lina tenang, guru ini memang selalu membuat kepala dingin para siswa maupun siswi yang terkena masalah.
"Maaf Bu, saya terlambat."
Pintu terbuka kembali menampilkan sosok Dera dan Lino yang terduga menjadi saksi mata.
Bisa-bisanya guru ini memanggil Dera yang jelas-jelas menjadi provokator dan akan mendukung Aera, sampai Aera tersucikan dari kata bersalah.
Terlihat tidak adil memang.
"Dera bisa jelasin semuannya ke Ibu, dari sisi pandang kamu sama Lino," titah bu Lina kepada Dera dan Lino.
"Saya gak tau betul akar permasalahannya, Bu. Saya waktu itu langsung ke perpustakaan sama dua temen saya yang lain karena di kabarin sama Lino," ujar Dera sopan.
Bu Lina, beralih menatap Lino meminta penjelasan lebih spesifik.
"Saya sama Aera, kemarin lagi ngerekap absen kelas bu, karena komputer di ruang TU lagi rusak, Bu Nita nyuruh saya sama Aera buat ngerekap di perpustakaan," tutur Lino pelan.
"Setelah itu, waktu saya sama Aera lagi tenang-tenangnya ngerekap absen, itu kakak kelas—uhm—maaf maksud saya Kak Tara, mukul meja samping Aera keras banget, kebetulan juga, bu Qila lagi ada urusan," lanjutnya tenang.
"Terus lanjutin," titah bu Lina lagi.
"Ntar bu, santai temen saya haus ini, ngomong terus dari tadi kasih jeda dulu," ujar Dera sambil mengusap bahu Lino pelan.
"Permisi, apa benar ini ruang konseling?" Ketukan pintu terdengar sedikit brutal.
"Benar bu, silahkan masuk." Sapaan ramah bu Lina terdengar lagi.
"Gede banget cepolannya kek tuyul nyasar di pasar minggu," bisik Jin kepada Aera, abangnya yang satu ini memang tidak bisa untuk tidak nyinyir.
Wanita yang disangka sebagai ibunda Tara kini berjalan angkuh menenteng tas dengan alis tebal dan modelan kerudung cepolan tuyul, ibu pejabat.
"Nak Lino, bisa lanjutkan," titah bu Lina lagi.
"Omongan Aera sama saya jadi kepotong bu, jadi Aera gak segan buat marah dan ngusir kak Tara, soalnya kak Tara tadi bener-bener ganggu ketenangan kita di perpustakaan. Perpustakaan yang awalnya adem ayem jadi ricuh cuman karena kak Tara koar-koar nyebar fitnah ke temen saya, kalau temen saya itu wanita bayaran," tutup Lino menekan. Ia benar-benar kesal karena tuduhan Tara terhadap Aera.
"Tapi Aera bu, yang pertama kali ngomong gak ada sopan santun sama saya, dia juga ngehardik saya dan teman saya, di depan semua orang," sahut Tara kesal tiba-tiba.
"Seharusnya kakak jangan seenaknya mukul meja gitu aja," sahut Lino sinis.
"Saya disana, buat nge-bela teman saya sendiri bu, teman saya yang sekarang statusnya jadi pacarnya Jimin jelas-jelas marah dong, dia gak pernah di perlakuin seperti pacar pada umumnya, diantar jemput aja dia gak pernah, dan sekarang tiba-tiba Aera dateng selalu di prioritasin sama Jimin, " ujar Tara mengebu.
"Ya, berarti gak sepenuhnya salah Aera dong, kakak juga gak ada hak buat ngehina Aera serendah itu di hadapan semua orang—salahin bang Jimin aja sana kenapa jadi buaya, udah tau buaya masih mau aja di pacarin, cih!, " ujar Dera kesal.
"Apa sih, yang salah dari kata kata gue tadi, bener kan? gak deketin Jimin aja dia juga deketin Jungkook sama Taehyung, tiga loh itu bukan satu," ujar Tara angkuh.
Jin mah tetep diem-diem aja, nunggu disuruh ngomong aja biar sekalian kesel gak pake potong-potong kayak Dera.
"Iya tau gue, mereka bertiga, gue juga tau kalau Aera di deketin mereka bertiga, gak rabun mata gue, ya bagus dong ntar bang Jimin mutusin temen lo, terus bersaing secara sehat buat dapetin perempuan yang lebih layak dia kejar sama dua yang lain,yakan?" ujar Dera yang langsung diangguki dengan Lino.
"Itu juga, temen lo yang nembak perasaannya ke bang Jimin di lapangan seminggu yang lalu, mau bukti lo?! " ujar Dera mengebu
"Kodratnya wanita itu dikejar, bukan mengejar"
***
"Saya minta pertanggungjawaban untuk hal yang di lakuin sama kakak kelasnya Aera tadi bu," final Jin.
"Tapi disini, Aera juga salah pak seharusnya dia masih memakai tata krama yang baik di depan kakak kelasnya"
"Itu sebagai bentuk pembelaan diri sendiri bu, kalau saya ada di posisi Aera saya juga bakalan nentang itu kakak kelas, jaman sekarang sekolah-sekolah gak mandang bulu antar siswa dan siswi untuk saling hormat sepenuhnya, yang paling banyak di rugikan di kasus ini itu pihak Aera bu, dia bisa aja dipandang rendah sama seluruh siswa disini, dipandang kotor cuman karena kata-kata yang terlontar gak sesuai fakta. Saya sendiri, gak pernah ngijinin Aera buat berpakaian kurang bahan dan kurang sopan, keluar malam, dan jalan sama laki-laki sembarangan, saya sebagai kakaknya merasa sakit hati, adik yang selalu saya jaga, baik fisik, mental, dan menjujung tinggi harga dirinya. Gitu aja di rusak dan di jatuhin sama orang yang gak pernah ngaca kayak dia." tuding Jin kepada Tara.
***