Perasaan yang Menyesatkan

5K 490 17
                                    

Dimas menatap wanita yang tengah menunggunya di taman kota. Wanita dengan kemeja putih dan celana jeans serta sepatu kets pemberiannya, tak lupa tas selempang cantik yang juga hadiah darinya.

Bibirnya sedikit pink kemerahan, alisnya tetap alami tanpa sapuan pensil, pipinya pun sama tetap bersih dari riasan berlebihan. Namun, rambut yang diikat sebagian menambah pesona ibu satu anak tersebut.

Apalagi dia melamun di taman, menatap kosong dan kadang sebaris senyum terukir tipis di sana.

Cantik? Manis?

Memang tak secantik dan glamour melebihi Alisa, wanita yang membuatnya bertekuk lutut dan bersimpun memohon untuk pernikahan. Namun, Naila memiliki sisi keibuan yang menenangkan.

Meski masih terlihat terlalu berisi karena baru saja hamil, dia selalu memberikan senyum yang menawan pada siapa saja. Termasuk pada anak yang menjatuhkan boneka di dekatnya. Berjongkok, lalu mengembalikan dengan senyuman yang manis.

"Makasih, Tante," ujar bocah itu dan ibunya menunduk sungkan.

"Sama-sama," balasnya dengan sopan.

"Sudah lama?" tanya Dimas langsung duduk di sisinya, di kursi taman.

"Lumayan," jawab Naila sambil memperlihatkan tas dari Dimas.

"Bagus banget," balas Dimas. "Oh ya, kemarin itu ... yang di foto?"

"Oh, mama sama papa aku, terus orang tuanya Mas  Irvan dan orang tuanya Fabian," jawab Naila.

"Kamu sangat disayang ya sama mereka?" tanya Dimas lagi.

"Iya, karena mereka berteman. Entah kalau tidak," jawab Naila dengan tatapan kosong.

"Warna lip kamu bagus," ujar Dimas kemudian.

"Hem?"

"Iya, aku sering merhatiin dandanan wanita, jadi tahu. Sorry," kekeh Dimas

"Pasti karena Alisa senang dandan ya? Dan Mas Dim suka beliin jadinya."

"Iya, aku sering membelikan segala hal yang dia suka. Karena itu, aneh saja dia bisa menghianatiku sampai sejauh ini," katanya dengan sedih.

"Dia memang bodoh, kulihat Mas Dimas sangat perhatian, romantis dan penyayang. Kok bisa-bisanya selingkuh dengan Fabian yang kadang aku saja merasa dia tak lebih baik dari Irvan." Naila menatap lurus ke depan, sedangkan Dimas menatapnya dari samping.

Tersenyum menatap wajah Naila yang sesungguhnya tak jelek, justru menggambarkan wajah yang innocent, tapi di posisi tertentu sangat hot mommy.

"Kamu juga sebenarnya hot mommy," kekeh Dimas.

"Apa?" tanya Naila.

"Oh, no," kekehnya. "Kita sama-sama tak buruk, kenapa mereka tinggalkan ya?"

"Entahlah ... rasanya tak adil, bukan?"

Dimas menoleh lagi dan menatap wajah Naila yang memejamkan matanya seolah tengah mengendalikan perasaannya.

"Oh, ya, gimana kemarin Fabian?" tanya Dimas.

"Ah iya, serem banget kemarin."

"Hah? Dia kenapa?" tanya Dimas penasaran.

"Dia ... dia narik tangan aku, terus ... nyekap aku gitu dan nurunin kemejaku sampai-sampai leherku dia-" Naila menghentikan kisahnya, lalu ia menoleh dan menatap Dimas yang penasaran.

"Terus? Leher kamu diapain?" tanya Dimas penasaran.

"Itu," kekeh Naila merasa malu dan sungkan. "Ya ... hampir, cuma aku bilang masih nifas," lanjutnya dengan menunduk.

SEMUA SALAH CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang