Mungkinkah Kita Jatuh Cinta?

5.2K 454 26
                                    

Naila kembali ke rumah dengan senyum yang terus mengembang. Tak ada duka yang kemarin, bahkan dia bernyanyi dengan lagu yang dibuat oleh Dimas sambil menuntun Ata masuk dan menuju kamar putranya itu.

Fabian menautkan alis melihat gaya Naila yang terlihat berbeda. Bahkan terus bersenandung, seolah sedang jatuh cinta. Namun, ia pun tak pernah mendengar lagu itu sebelumnya.

"Bagaimana aku harus memuji semua keindahannya, tentu saja aku akan memuji penciptanya saja, karena kau malu mengatakannya."

Naila terus mengulang kalimat itu sambil menyiapkan makan malam. Rambutnya digerai dan sedikit diberi warna kemerahan, bibirnya selalu terlihat merona dan wajahnya ceria. Belum lagu pakaian baru yang dia kenakan sangat pas di badannya tak terlalu langsing ataupun tak terlalu gemuk.

"Lagi seneng?" tanya Fabian menatap Naila yang menoleh dan menggeleng.

"Memang aku gak boleh seneng?" Ia balas bertanya. "Sungguh, mungkin memang perpisahan kita adalah sumber kebahagiaan kita, Fabian. Kamu bahagia di luar bersama Alisa, dan aku bahagia berdua Ata. Tinggal bagaimana kita bilang pada orang tua kita untuk mengakhiri ini dan mereka setuju." Naila tersenyum dengan sangat manis, senyum yang terasa lebih tulus dan terpancar dari dalam lubuk hatinya.

"Lagunya bagus," kata Ata ketika mendengar ibunya bersenandung. "Kapan ketemu Om Dim lagi?" tanya Ata.

"Gak tahu, dia kerja kan besok," jawab Naila dengan santai tanpa peduli dengan tatapan Fabian.

"Om Dim itu siapa, Ata?" tanyanya pada anak tirinya.

"Teman mama," jawab Ata.

Fabian memainkan sendok di piring, napasnya naik turun.

"Jadi kamu-"

"Hanya teman, apa salahnya sebagai janda aku berkenalan dengan lelaki yang bisa menyenangkan aku? Bahkan kamu dan Alisa jauh dari apa yang aku lakukan dengan temanku itu." Naila menatap tajam. "Jangan mengaturku, Fabian. Kita sudah tak terikat secara hati. Hanya secara hukum dan persahabatan keluarga kita."

"I see, kamu jadi makin berani setelah kenal lelaki itu," ujar Fabian. Rahangnya mengeras dan tatapannya penuh kecemburuan.

"Kamu jangan lupa, anakmu  di rahimku meninggal karena apa," tekan Naila dengan menatap tajam. Ada embun di matanya saat mengatakan itu.

Fabian menunduk dan mencoba menormalkan amarahnya.

Pertemuan terakhirnya dengan Alisa tak seromantis sebelum ketahuan. Mereka jadi sering membahas akan seperti apa dengan pasangan mereka dan bagaimana menghadapi Dimas yang memiliki senjata rahasia mereka.

Sementara itu, pertemuan Naila dan Dimas menjadi sangat berwarna. Setiap kali berpisah pun, Dimas akan mengirim pesan pada Naila.

"Aku baru mau take-off, doakan ya," katanya ketika menghubungi Naila yang sedang di sekolah Ata.

"Iya, semoga sehat selamat sampai tujuan dan kembali ke rumah," balas Naila.

"Manisnya," kekeh Dimas. "Mau aku bawakan apa?" tanyanya.

"Gak usah repot-repot, aku suka Mas Dim bikin lagu-lagu yang gak sama dengan orang lho. Kayak yang kemarin itu aku nyanyiin terus. Sampai Fabian cemburu." Naila tertawa puas.

"Iyakah?" Dimas terdengar semringah.

"Iya, aku gak sengaja nyanyiin terus jadi dia curiga. Tapi aku bilang memang salah apa jika aku punya teman lelaki yang membahagiakan aku bahkan aku belum seceria ini sejak menikah dengannya," papar Naila dengan bersemangat.

"Benarkah itu semua?" tanya Dimas dengan lembut dan pelan. Seolah merasa tersentuh dengan setiap rangkaian kata Naila.

"Iya, Mas. Baru kamu dan Irvan yang bisa membuat aku selalu ketawa dan paling bisa bikin suasana hati aku berbunga-bunga." Naila tertawa dan menutup mulutnya.

SEMUA SALAH CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang