Arabesque

425 29 1
                                    

Un... deux... trois...!”

Suara wanita itu menggema diikuti alunan musik dari piano di sudut ruangan. Ruangan itu memiliki dinding dipenuhi cermin besar yang dilengkapi barre. Langit-langitnya berwarna biru dengan gambar awan yang tampak nyata.

Seorang gadis dengan leotard hitam dan stocking merah mudanya sedang bersiap di tengah ruangan. Bagai mendengar mantra sihir, gadis itu mengangkat kepalanya dan melihat lurus ke depan. Musik terus mengalun dan ia mulai meluncur di atas lantai. Gadis itu melompat dan berputar, membuat rok chiffon-nya melambai-lambai. Kakinya bergerak dengan lincah dalam balutan sepatu balet yang dikenakannya.

Gadis itu memperlambat gerekannya lalu berhenti seiring dengan berhentinya alunan musik. Suara tepuk tangan memenuhi udara dan sampai ke telinganya. Seulas senyuman bangga tersungging di bibir gadis itu.

“Bagus sekali, Mademoiselle Alysa.”

Gadis yang dipanggil Alysa itu menundukkan kepalanya sejenak sebagai bentuk rasa hormat. Sejak tadi dua orang pelatih baletnya dan juga pemilik sanggar Princess Dance Academy menonton caranya menari. Saat ini mereka bertiga tengah memuji penampilan Alysa dan membuat gadis itu tersenyum sekali lagi. Tapi salah seorang pelatihnya memperingatkan Alysa untuk terus melatih gerakan arabesque on pointe-nya. Ia sendiri mengakui itu. Gerakan itu memang cukup sulit. Ia harus mengatur keseimbangan agar bisa berdiri dengan satu kaki yang bertumpu pada ujung jemarinya.

Alysa berjalan keluar ruangan lalu menyapa beberapa temannya yang sedang menunggu giliran untuk dipanggil. Saat ini memang sedang diadakan pemilihan untuk pemeran utama dalam pagelaran balet di bulan Juni. Teman-temannya menyambut Alysa dengan menanyakan perasaannya setelah mengikuti audisi. Alysa hanya tersenyum dan memberi semangat kepada teman-temannya, lalu pergi ke ruang ganti.

Di ruang ganti, Alysa mengganti pakaian baletnya dengan baju terusan berwarna cokelat muda dengan pita satin berwarna merah muda di bagian pinggangnya. Sepatu balet yang tadi dikenakannya sudah dilepas dan diganti dengan flat shoes  merah muda.

Alysa tersenyum ke arah cermin, dan bayangannya ikut tersenyum karena sama-sama merasakan kebahagiaan yang tengah ia rasakan. Perlahan ia melepas gelungan rambutnya lalu merapikannya dengan sisir. Pujian tadi masih terngiang di telinganya.  Tapi sedetik kemudian Alysa sadar bahwa ia tidak seharusnya merasa tinggi hati. Hasil pemilihan baru akan diumumkan lima hari dari sekarang. Belum lagi teman-temannya merupakan saingan yang berat.

Begitu selesai membereskan barang-barangnya, Alysa berjalan keluar dari ruang ganti. Sekali lagi ia menyapa teman-temannya dan memberi semangat  sebelum akhirnya ia keluar dari gedung sanggar balet itu. Melangkah dengan rasa bahagia di hatinya.

Sudah delapan tahun berlalu sejak pertama kali Alysa mengenal balet. Saat itu usianya baru delapan tahun tapi ia merasa sangat bahagia setiap melakukan gerakan balet. Walaupun begitu, tapi gerakan arabesque on pointe-nya masih kurang sempurna. Bahkan gerakan itu juga yang menghalanginya untuk terpilih menjadi pemeran utama pertunjukan balet The Nutcracker pada tahun lalu. Tapi kali ini ia sudah bertekad kuat untuk mendapatkan peran utama tahun ini.

Alysa berjalan menyusuri jalan khusus pejalan kaki yang dipenuhi deratan pepohonan. Sanggar balet tempat ia berlatih memang berada di area komplek perumahannya. Suasana tampak lenggang hari ini. Hanya ada Alysa dan daun-daun pepohonan yang tampak menari-nari karena ditiup angin. Suasana ini membuat gadis itu jadi berkhayal dirinya terpilih menjadi pemeran utama. Musik pengiring mengalun dalam benaknya. Jalanan berubah menjadi panggung megah. Alysa mulai bergerak melakukan gerakan piroutte. Ia berputar, berputar, dan sekali lagi...

Frame of Love (Kumpulan Cerpen) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang