Sacrifice

843 31 2
                                    

Cinta itu menerima apa adanya.

Suasana pusat perbelanjaan terbesar di kota pada malam ini sangat ramai. Beberapa orang berlalu lalang dengan tas belanjaan yang penuh dengan barang-barang yang baru mereka beli. Hampir semua toko seakan berlomba memajang poster diskon di depan toko untuk menarik pembeli. Seperti inilah suasana yang tampak saat akhir tahun tiba.

“Sayang, apa lagi yang ingin kau beli?” tanya seorang lelaki dengan lembut pada gadis di sampingnya.

“Apa aku boleh membeli stiletto yang itu?” Seorang gadis balik bertanya dengan suara sopran yang lembut. Jari lentiknya menunjuk ke arah sebuah toko merk sepatu wanita yang  cukup terkenal.

Lelaki itu tersenyum dengan lembut penuh kasih sayang. “Tentu saja. Silakan beli apapun yang kau inginkan, gadis cantik.”

Senyum bahagia langsung merekah di bibir Safira yang bergincu merah. Gadis itu segera melangkahkan kaki jenjangnya menuju toko yang tadi ia tunjuk. Ia berjalan dengan langkah lebar sambil mengamit lengan Sabad, kekasihnya. Lelaki itu sedikit kesulitan mengimbangi langkah gadisnya yang sedang bersemangat. Sementara ia harus tetap menggenggam erat tali-tali tas belanjaan di tangannya.

Seorang pramuniaga menyambut ramah kedatangan Safira dan Sabad ke toko mereka. Pramuniaga itu membimbing Safira menuju sepatu yang diinginkan gadis itu. Gadis itu menanyakan warna apa saja yang tersedia untuk sepatu model itu. Jawaban pramuniaga itu membuat Safira bingung untuk memilih warna merah atau hitam. Ia lalu menoleh pada kekasihnya untuk berdiskusi, dan Safira memutuskan untuk membeli  dua sepatu dengan warna yang berbeda.

Sabad hanya tersenyum simpul. Ia hanya akan bahagia jika Safira bahagia. Kebahagiaan bagi lelaki itu memang sesederhana itu.

Sejak kedatangan mereka ke pusat perbelanjaan ini sudah membuat banyak pasang mata merasa tertarik. Safira dengan penampilannya yang eksentrik, membuat banyak orang memandang kagum sekaligus heran ke arahnya. Rambutnya dicat pirang stroberi, wajahnya dirias dengan make-up berkualitas dunia, dan jemari lentiknya dengan kuku yang dicat merah muda menyala sangat menarik perhatian. Kakinya yang jenjang seperti sengaja dipamerkan karena ia mengenakan rok pendek berwarna merah muda. Rok berbahan sifon itu membungkus indah pinggulnya yang bergoyang saat ia melangkahkan kakinya.

Sementara penampilan Sabad bisa dibilang cukup sederhana. Lelaki itu hanya mengenakan polo shirt biru, celana jeans, dan sepatu kulit tanpa tali berwarna hitam. Tapi tetap saja lelaki itu menarik perhatian karena ia hanya memiliki tangan kanan. Dan satu-satunya tangan yang ia miliki itu sedang sibuk membawa belanjaan kekasihnya.

Tidak tampak sedikitpun rasa keberatan maupun enggan di wajah Sabad. Ia sangat mencintai Safira dan ia menerima  gadis itu apa adanya. Gadis itu tidak meninggalkannya, bahkan masih mau menggandeng tangannya yang hanya satu.

Bukankah itu berarti Safira juga menerima Sabad apa adanya?

***

Cinta itu kehilangan.

Kehidupan Sabad lima tahun yang lalu sangat jauh berbeda dengan kehidupannya yang sekarang. Saat itu ia benar-benar terpuruk dalam jurang yang sangat dalam. Semua orang menatapnya dengan hina seakan ia adalah sampah tak berguna.

Semua yang terjadi memang kesalahan Sabad. Tapi lelaki itu tidak pernah sudi untuk mengakui bahwa itu sepenuhnya merupakan kesalahannya. Ia masih ingat dengan wanita cantik berhati iblis yang menariknya ke dalam penderitaan berkepanjangan.

Tujuh tahun yang lalu Sabad menjalani hidup normal dan sederhana. Ia menikahi seorang gadis sederhana dan baik-baik. Mereka hidup harmonis dan memiliki seorang anak. Rumah impian berhasil mereka bangun setelah dua tahun pernikahan. Tidak sampai di situ. Sabad yang tekun dalam bekerja mendapatkan kenaikan jabatan di tempatnya bekerja.

Frame of Love (Kumpulan Cerpen) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang