Guardian

555 38 1
                                    

Semerbak aroma bunga yang berwarna-warni menyeruak di udara. Gita berjalan memasuki toko bunga yang memajang bunga-bunga dengan begitu cantik. Terdengar suara berdenting saat gadis itu mendorong pintu kaca. Seorang pramuniaga yang ramah datang menyambut lalu membantunya memilih bunga.

Sambil menggenggam sebuket bunga lily putih di depan dada, Gita melanjutkan perjalanan pulang dengan langkah ceria. Lengkungan senyum merekah di wajah cantiknya. Tidak akan ada yang pernah menyangka bahwa pernah ada goresan luka yang amat dalam di hati gadis itu.

Saat Gita berusia lima tahun, ia dan keluarganya mengalami sebuah kecelakaan mobil yang menewaskan ayah, ibu, dan kakaknya. Tapi entah bagaimana keajaiban terjadi sehingga hanya ia yang selamat dari kecelakaan itu. Keajaiban itu menjadi anugerah sekaligus kesialan bagi Gita yang harus sendirian  menjalani hidupnya.

Setelah kecelakaan itu, Gita yang sebatang kara tinggal di sebuah panti asuhan. Pada awalnya, Gita datang sebagai gadis penyendiri dan murung. Ia lebih sering menangis daripada bermain dengan anak-anak seusianya di sana. Tapi suasana kekeluargaan yang hangat mampu membuat Gita menyembuhkan kesedihannya dan tumbuh menjadi gadis yang ceria.

Gita meninggalkan panti asuhan itu lima tahun lalu. Saat itu ia diterima kuliah di sebuah universitas negeri di kota tempat ia tinggal saat ini. Ia menjalani kehidupan sebagai mahasiswa yang aktif. Sikapnya yang supel dan ceria membuat Gita begitu dikenal teman-temannya. Ia juga sempat menjalin hubungan spesial dengan seorang lelaki. Hidupnya terasa begitu lengkap. Tapi dua tahun yang lalu lelaki itu menghilang begitu saja. Meninggalkan Gita tanpa kabar apa pun.

Hati Gita sangat terluka saat itu. Tentu saja. Perasaan sedih dan kesepian yang dulu pernah sekuat tenaga ia singkirkan dari hatinya, tiba-tiba kembali. Tapi kali ini ia bisa dengan cepat menyembuhkan luka itu. Hanya saja goresan kecewa membuat pintu hatinya tertutup untuk lelaki mana pun.

“Gita.”

Telinga Gita menangkap sebuah suara maskulin yang menyebut namanya. Ia menghentikan langkahnya lalu berbalik. Saat melihat siapa yang memanggilnya, wajah gadis itu berubah pucat pasi. Kedua tangannya yang memegang buket bunga mendadak gemetar. Sekujur tubuhnya seakan mematung seperti habis melihat hantu.

Lelaki itu berdiri di sana.

Lelaki yang paling tidak ingin ia temui.

Lelaki yang sudah mencuri hatinya lalu meninggalkannya.

Lelaki bernama Gabriel.

Gita sangat membenci lelaki ini hingga tidak ingin lagi melihat wajahnya. Ingin rasanya ia berteriak minta tolong. Tapi apa daya, mulutnya seakan membungkam suaranya. Saat ini yang bisa dilakukannya hanyalah berlari menjauh. Tapi kakinya membeku dan berat seperti batu.  Berlarilah kaki bodoh! Gita terus menerus merutuk dalam hatinya.

Sementara lelaki itu mulai berjalan perlahan menuju tempat Gita berdiri. Bunyi sepatu pantofel hitam yang mengetuk aspal terdengar sumbang di telinga Gita. Tidak banyak perubahan berarti yang tampak pada lelaki itu. Hanya pipinya yang tampak lebih tirus dari terakhir kali mereka bertemu.

Gita menggigit bibirnya. Rasa sakit yang ditimbulkan menyadarkan gadis itu bahwa ini bukan saat yang tepat untuk mengingat kenangan sialan itu. Ia harus segera pergi dari hadapan Gabriel.  Tidak sedikitpun ada keinginan di hati Gita untuk bertemu apalagi mendengar suara lelaki itu lagi. Hatinya sudah terlalu sakit.

Kini Gabriel sudah berdiri menjulang di hadapan Gita dengan ekspresi tak terbaca. Lelaki itu membuka mulutnya sedikit seperti hendak mengatakan sesuatu. Tapi tiba-tiba Gita yang panik melemparkan buket bunga yang digenggamannya ke arah lelaki itu lalu berlari sekuat tenaga.

Lelaki itu hanya berdiri terperangah dengan tindakan yang sama sekali tidak ia duga itu. Sebuket bunga menghantam dadanya lalu jatuh ke dekat kakinya. Ia merunduk dan memungut bunga dari atas aspal. Matanya menatap nanar ke arah Gita yang terus berlari menjauh.

Frame of Love (Kumpulan Cerpen) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang