Impossible

1.1K 36 3
                                    

“Terima kasih untuk tumpangannya hari ini,” kata Indra sambil menepuk ringan bahu Ibel —rekan kerja sekantornya.

Hampir setiap pulang dari kantor, Indra selalu menumpang di motor temannya itu. Ibel pulang ke jalan yang searah dengan Indra. Beruntung, Ibel tidak pernah keberatan walau sering mempertanyakan kenapa lelaki sesederhana Indra tidak bisa menyisihkan gaji bulanan untuk membeli motor. Tidak jarang Ibel bergurau menuduhnya sebagai pecandu judi dengan hutang segudang atau menjadi lelaki yang terjebak dalam pesona gadis materialistis yang menghisap habis uangnya seperti lintah menghisap darah. Tapi Indra selalu menanggapi gurauan itu dengan tawa.

“Kalau besok kau menumpang lagi, aku akan memasang tarif khusus,” canda Ibel.

“Wah, apa ini? Kau mau mencari tambahan penghasilan dengan menjadi tukang ojek?” balas Indra lantas tertawa.

“Sepertinya itu ide yang bagus,” timpal Ibel ikut tertawa. “Tapi itu berarti kau tidak bisa pulang bersamaku lagi. Karena aku hanya menyediakan antar-jemput untuk para gadis.”

“Dasar playboy!” seruIndra sambil tertawa karena mendengar ide ngawur itu. Temannya itu memang menyenangkan, supel, menawan, dan disukai para gadis. Mereka berbincang dengan akrab walau terkadang saling mencela.

“Ya sudah, aku pamit dulu,” kata Ibel sambil mengenakan kembali helm teropongnya.

“Baiklah. Hati-hati di jalan dan sekali lagi terima kasih,” balas Indra sambil menepuk bahu Ibel.

Ibel menganggukkan kepalanya lalu kembali memacu motornya ke jalan bersama kendaraan lain. Sementara Indra bergegas memasuki gang kecil untuk pulang. Ia melihat beberap anak kecil tampak asyik bermain di kubangan air hujan yang turun siang tadi. Sesekali lelaki itu menganggukkan kepalanya sedikit untuk menyapa ibu-ibu yang sedang duduk-duduk bersama di depan rumah sambil membicarakan topik seputar tetangga mereka.

Indra melangkahkan kakinya berbelok di tikungan pertama sebelum akhirnya ia berhenti di depan sebuah rumah kontrakan kecil di tepi jalan. Rumah itu tidak terlalu berbeda dengan rumah-rumah lain di sana. Sedikit kumuh dan lembap hingga dindingnya dipenuhi lumut.

Perlahan Indra memutar kunci lalu memutar kenop pintu rumahnya. Suasana rumah cukup gelap dan sunyi sehingga ia melangkahkan kakinya perlahan nyaris tanpa bunyi apapun, kemudian mengunci kembali pintunya dari dalam. Lelaki itu menyalakan lampu ruang tamu tapi tidak ada seorangpun di sana. Hingga ia mendorong perlahan pintu kamar yang sedikit terbuka, dan mendapati seorang gadis sedang tidur memunggunginya di atas tempat tidur.

Gadis itu terlihat sedang tidur dengan damainya. Tapi Indra tahu itu hanyalah pemandangan yang menipu. Hati Indra mencelos saat melihat dengan jelas jejak air mata di pipi gadis itu. Indra memutuskan untuk duduk di tepi tempat tidur dan mengulurkan tangannya untuk mengusap lembut pipi gadis itu. Ternyata usaha yang selama ini dilakukan Indra belum cukup mampu untuk menghapus kesedihan dari hati gadis itu.

Frame of Love (Kumpulan Cerpen) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang