19. tidak ada lagi jantung

19 2 0
                                    

There is no longer a heartbeat.

Saya tidak tahu kenapa sekarang diam-diam merasa terganggu oleh penilaian saya kepada Ina yang menyebutnya sama seperti perempuan lainnya. Sekaligus saya juga tidak tahu kenapa merasa tidak nyaman barang melihat dia ketika awalnya damai-damai saja. Jika saya menyadari perawakan dia di ujung koridor atau melihat dia menjinjing sandal jepit, saya justru akan mundur pelan-pelan atau memperlambat langkah. Adapun jika terlanjur dan tidak sempat balik kanan, maka saya akan menatap berani lurus ke depan, menjadikan dia satu derajat dengan pot kuping gajah yang layak diabaikan dan dilalui begitu saja.

Bahkan ketika di kantin, ketika melihat dia mengekori Landi, saya langsung bergerak untuk berpindah posisi dengan memberikan punggung saya. Membuat kawan saya terheran-heran karena biasanya saja tidak banyak tingkah. Sampai akhirnya besok, besok, dan besoknya lagi. Kebiasaan saya yang sempat menganggap Ina sebagai setangkai saya, serasa mulai pudar.

Belum lagi, seolah dunia memang mendukung keputusan saya, pelarian saya sudah tersedia di depan mata. Dari mulai persiapan ujian, try out hampir tiap minggu, serta memikirkan jurusan yang bisa sampai membuat stres. Lama-lama, apa pun soal dia serasa tidak menjadi sesuatu lagi. Lebih ke ... biasa.

'Bodo! Bodo amat!', kurang lebih begitu.

Entah ini bullshit atau tidak, tapi mungkin karena dari awal saya memang tidak pernah berharap apa pun. Saya hanya pasrah dan tenteram mengikuti alur, tidak pernah merancang rencana untuk membuatnya menjadi kenyataan sesuai ekspektasi saya. Bagi saya yang tingkat percaya dirinya sering menyusut seukuran kacang tanah keriput, pantang untuk berharap lebih. Makanya, saya tidak pernah terlalu fokus untuk berusaha menafsirkan perasaan yang datang. Atau banyak bertanya mengenai apa yang sedang saya rasakan. Saya selama ini hanya menerima ulah dari Tuan Kebetulan.

"Ini bukan karena kecewa, kok!" Bela saya dalam hati terdalam, padahal sedang tidak ada yang menuduh.

Lebih ke ... kalau ketidaksengajaan si Tuan Kebetulan sudah tidak mempan lagi, saya bisa apa?[]









apatis di ujung koridorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang