Chapter 16

397 42 7
                                    

(SASUKE POV)

Sakura telah berhasil menjungkir balikan hatiku dan hidupku. Dadaku terasa sesak. Napasku memburu. Rahangku mengeras. Tanganku mencengkram setir mobil dengan kuat. Menyaksikan sendiri dengan kedua mataku saat Sakura begitu takut kehilangan Sasori, saat Sakura menangisi kepergiannya dan saat Sakura ciuman dengan Sasori membuat hatiku sangat sakit seperti ditusuk-tusuk benda tajam tak kasat mata.

Ckiittt... Aku langsung banting stir. Menghentikan mobilku di sisi jalan. Menyetir dalam keadaan emosi bukanlah hal baik. Aku tidak ingin mati konyol akibat kebodohanku sendiri. Aku masih ingin mengejar Sakura kembali. Mengembalikan rasa cintanya untukku seperti dulu lagi.

Dulu aku memang tidak mengetahui jika Sakura menyimpan perasaan padaku. Semua itu aku ketahui saat Naruto keceplosan bicara bahwa Sakura pergi gara-gara aku. Pada saat itu aku terhenyak mendengar ucapan Naruto. Terus saja aku mendesak Naruto untuk mengatakan semua hal yang dia ketahui. Awalnya dia menolak dengan dalih tak ingin mengingkari janjinya pada Sakura untuk tidak mengatakan apapun padaku. Namun, bukan Uchiha margaku jika aku tak bisa membuatnya bicara. Akhirnya Naruto mengatakan semuanya. Semuanya tanpa terkecuali.

Sialan. Berulang kali ku layangkan pukulanku pada setir mobil. Pikiranku sangat kacau. Memikirkan Sakura bersama Sasori membuat kemarahan menguasai hatiku. Jika saja bisa, ingin sekali aku memukul Sasori hingga terkapar karena telah beraninya merebut Sakura dariku. Merebut, ya? Ku sunggingkan bibirku tersenyum miring. Aku menyadari tidak ada yang merebut dan direbut dalam situasi ini. Toh, dulu Sakura juga bukan milikku. Aku saja yang tidak bisa menerima jika sekarang Sakura tak lagi mencintaiku.

Status persabahatan bodoh diantara kami lah yang membuatku tidak menyadari perasaannya padaku. Kupikir dulu dia benar-benar hanya menganggapku sebagai sahabat. Sebab dia tak pernah menunjukan perlakuan yang menunjukan bahwa dia mencintaiku. Apa aku saja yang bodoh tidak menyadarinya? Entahlah. Mungkin semua ini terjadi akibat kebodohanku sendiri.

Drttt...drrrttt

Getaran ponselku yang berada dalam saku celananya membuatku mengalihkan perhatianku. Ck, siapa sih yang beraninya mengganggu dalam kondisiku yang menyedihkan seperti ini? Tertera nama Naruto dalam layar ponsel. Segera saja ku jawab panggilannya.

"Ada apa?" tanyaku to the point dengan nada dingin.

"Eh, ada apa denganmu? Kenapa sewot sekali padaku?" tanya Naruto keheranan.

"Ck, katakan ada apa?" desakku. Tak ingin mendengar omong kosong Naruto lebih lama lagi

"Aku hanya ingin bertanya, apa kau sudah mengantar Sakura ke rumahnya?  Sejak tadi aku menghubunginya, tapi ponselnya tidak aktif," tanya Naruto cemas.

"Sudah. Baru saja kuantar dia ke rumahnya," balasku datar.

"Baiklah, terima kasih, Teme. Kau memang teman yang selalu bisa diandalkan,"

"Hn," jawabku singkat. Lalu kumatikan panggilan Naruto secara sepihak.

Kuletakan ponselku dengan asal di atas dasboard. Lebih baik aku kembali ke kantor menyelesaikan pekerjaanku yang tertunda untuk mengalihkan sejenak pikiranku dari Sakura.
~
~
~
Kulangkahkan kakiku lebar-lebar saat memasuki lobby perusahaan Uchiha Group. Saat aku melintasi meja resepsionis, Tenten yang bekerja di bagian itu menghentikanku.

"Sasuke, seorang wanita sedang menunggu di ruanganmu," kata Tenten. Dia temanku sejak di sekolah High School. Teman Sakura dan Naruto juga. Jadi tak heran jika dia tak berbicara formal padaku.

"Wanita? Siapa?" tanyaku sambil mengernyitkan dahi.

"Kau lihat saja sendiri," balas Tenten sembari tersenyum jahil yang membuatku semakin curiga padanya.

Sayonara, AishiteruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang