Chapter 11

547 40 1
                                    

Aku terpaku melihat seseorang yang terbaring di sofa ruang tamuku. Emerald ku semakin melebar kala ku sadari dia adalah seseorang yang ku tunggu kepulangan nya sejak kemarin.

"Saso-kun," teriakku. Aku segera bergegas menghampirinya. Aku duduk bersimpuh di lantai yang beralaskan karpet tepat di hadapannya.

Aku semakin terkejut saat ku lihat ada banyak luka di wajah dan bagian tubuh lainnya. Perban membalut luka di sekitar keningnya dan juga di lenganya. Lebam kebiruan nampak di bagian wajahnya. Tanganku bergerak menyentuh luka yang ada di wajah Sasori. Sebenarnya apa yang terjadi dengannya? Dadaku terasa sesak.
Kekhawatiran yang tadi sempat menguap kini hadir kembali menguasai hatiku.

"Sasori.. Sasori... bangunlah. Jangan membuatku takut seperti ini," panggilku berulang kali berusaha membangunkan dirinya yang masih memejamkan mata.

"Hiks...hiks.. Sasori, ku mohon bangunlah," aku menangis terisak karena rasa takutku akan kehilangan dirinya.

Ku belai dengan lembut pipi Sasori yang dulu mulus kini nampak kebiruan. Sebelah tanganku yang bebas, menggenggam tangannya yang terasa dingin. Air mata ku sudah mengalir dengan deras melewati pipiku.

"Eungghh...," lenguhan Sasori membuatku mendongak menatapnya.

"Sasori," seruku saat ku lihat mata yang terpejam itu kini mulai mengerjap.

Perlahan, kelopak mata itu sedikit terbuka. Perasaan bahagia merasuki hatiku saat aku bisa kembali melihat hazel yang tadi sempat tertutup.

"Sasori, kau sudah sadar,"

"Sa-ku-ra," suaranya terdengar sangat lemah.

"Ku bantu kau pindah ke kamar ya," tanpa menunggu persetujuan darinya, dengan perlahan aku mendudukan Sasori lalu dengan sekuat tenaga aku memapah tubuhnya.

Sesampainya di kamar, lalu ku baringkan tubuhnya dengan perlahan agar tak menambah rasa sakitnya.

Aku segera berlari menuju dapur mengambil air hangat dan lap untuk membersihkan luka-luka Sasori.
Tak lupa juga mengambil kotak obat.

Saat aku tiba, ku lihat Sasori masih berbaring dengan mata terpejam. Tapi aku yakin Sasori tak sedang tidur. Mungkin dia kelelahan. Melihat kondisi tubuhnya seperti itu, sudah pasti badannya terasa sakit semua. Aku mendekat ke arahnya dan kuletakkan kotak obat beserta air hangat yang ku bawa. Tanpa berniat mengganggu istirahatnya, aku mulai membersihkan luka yang ada di wajahnya. Saat lap basah itu baru saja menempel pada pipinya, kelopak mata Sasori terbuka kembali.

"Istirahatlah. Biar aku bersihkan lukamu dulu," kataku sembari tetap mengelap luka itu.

"Sakura...,"

"Jangan berisik. Aku jadi tak bisa konsentrasi. Nanti jika aku malah tak sengaja menekan lukamu dengan keras gimana," ujarku dengan sorot mata yang mengancam. Tak ada maksud apapun. Aku hanya ingin agar Sasori mau diam dan beristirahat.

Pada akhirnya Sasori menuruti perintahku. Dia diam tanpa mencoba mengajakku bicara lagi. Hanya saja mata hazelnya terus menatapku intens. Jujur saja, banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan padanya. Namun melihat Sasori seperti ini, aku tak sampai hati untuk mengintrogasinya sekarang. Biar saja dulu. Aku percaya, tanpa aku bertanya pun nanti pasti Sasori akan mengatakannya sendiri padaku.

Setelah aku selesai membersihkan dan mengobatinya, aku keluar kembali untuk memasakan bubur untuk dirinya. Pasti dia belum sarapan tadi pagi. Dengan cekatan aku segera mengambil panci dan beberapa bahan yang di perlukan. Tak butuh waktu lama, akhirnya bubur buatanku pun telah jadi. Segera saja ku bawa ke kamar sebelum bubur ini dingin.

"Saso-kun, makan dulu ya. Aku sudah buatkan bubur untukmu," kataku saat aku sudah duduk di sisi ranjang tepat di sampingnya.

".....," tak ada respon darinya.

Sayonara, AishiteruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang