15. Nilai Dari Waktu dan Kalimat 'Aku Mencintaimu'

25 4 4
                                    

Untuk Juilan yang tatapannya bagai belati mencabik jantungku,

Yang tawanya bagai lonceng menyadarkanku kembali ke kenyataan.

Untuk Juilan yang saat tersenyum ku lihat sorot cahaya di matanya,

Untuk Juilan yang tak pernah sekalipun tak mencintaiku,

Kesalahan berulang yang membutakanku dari arti mencintai,

Aku tak pernah tau cara membahagiakanmu seperti aku tak tau cara membuatmu tetap disisiku,

Saat kau mengatakan keinginanmu untuk pisah,
Saat itulah aku menyadari bahwa waktu dan kalimat 'aku mencintaimu' lebih berarti dibanding makna 'hidup' sekalipun.

Lantas aku mulai mempertimbangkan kematian.

Hidup sendirian, hidup tanpamu, aku tak ingat bagaimana menjalaninya dulu.

Aku tak ingat cara untuk bertahan hidup dimana tak ada kau di duniaku.

***

Sehari sebelum hari nahas...

"Padahal aku suka jika kita menginap lebih lama sekalipun"

"Jangan bohong, aku memergoki Mas mengerjakan dokumen kantor, menelfon Radit bahkan rapat dengan anggota direksi melalui Video-confrence. Sangat merepotkan, bukan?"

"I-itu karena sudah jadi kebiasaan. Tapi aku serius mengatakan menikmati 'bulan madu' kita disini"

"Bulan madu? Padahal tanpa melakukan apapun?"

"Mau melakukannya sekarang?"

"Sebaiknya berhentilah membuat lelucon vulgar. Tidak cocok untuk wajah malaikat yang kau miliki"

"Wajah malaikat. Hanya kau yang mengatakan itu. Terimakasih,"

Aku menyadari hal lain kemarin, Mas Mika menyadari kepergianku ke luar dimensi. Variabelnya telah berubah mungkin karena aku menceritakan semuanya pada Mas Mika; tentang perpindahan lini waktu, tentang kematiannya dan perasaanku. Aku bolak-balik menemuinya hanya untuk mengungkapkan rasa cintaku padanya- perasaan yang selama ini ku pendam sendiri. Dan dalam perjalanan menakjubkan itu aku mengetahui fakta yang lebih penting bahwa Mas Mika juga mencintaiku. Cintaku tak pernah bertepuk sebelah tangan melainkan tak pernah bertemu tangan.

Jadi, Jika ku genggam tangannya seperti ini, ku harap akan jauh lebih baik dari tepukan. Cinta kami tak perlu semeriah dan segemerlap kembang api, hanya perlu seterang bulan purnama di malam yang dingin.

"Kenapa? Katanya kau tak ingin kita melakukannya?"

"Mas, bisakah kau menjanjikanku satu hal"

"Janji? Janji apa?"

"Kau harus kembali, pulang padaku. Karena aku tidak akan berputus asa menunggumu"

Aku punya firasat. Firasat mungkin saja aku akan kehilangannya bahkan dengan tangannya ku genggam erat seperti ini. Karena dalam sekedipan mata, mungkin di kedipan berikutnya aku tak lagi di dunianya. Dan jika itu terjadi aku berharap Mas Mika bisa menemukanku.

"Jui, kau sudah tidur?"

"Aku mengantuk. Padahal aku ingin memandangi wajah tanpanmu tapi kelopak mataku terasa sangat berat"

Beloved My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang