11. Cinta Pertama Part. 2

22 4 1
                                    

"Apa jika ku akui telah banyak membuat kesalahan, apa jika ku katakan mencintainya dengan lebih tulus, apa dia mau kembali jika aku berjanji tak menemui Laura lagi?

Aku memikirkan banyak hal dalam perjalanan mencarimu.

Juilan, andai waktu bisa diputar, yang akan ku lakukan adalah membiarkanmu lebih mengenal dan memahamiku.

Entah dalam terang maupun dalam gelap pekat jiwaku."

Suara itu, menagrup Juilan dalam mimpi, Juilan terisak berusaha lepas dari rengkuhan dingin pemilik suara itu.

***

Aku mendengar suara aneh lagi. Apa aku hanya berhalusinasi? Mungkin saja. Aku kabur dari Mas Mika dan mulai menyesalkan keputusan yang gegabah ini. Aku pergi ke tempat dimana Mas Mika tak akan menemukanku, juga menambah deretan penyesalanku. Bagaimana jika dia benar-benar tak menemukanku meski berusaha mencari?

'Kabur untuk ditemukan'

Masa puber yang sungguh terlambat, diusiaku yang hampir 30 tahun aku melakukannya pada suamiku.

Mas Mika mengirim pesan suara.

"Sayang, maaf, aku bersalah, ku mohon pulanglah. Atau... Beritahu aku kau dimana agar aku bisa menjemputmu"

Dari suaranya kedengarannya Mas Mika bersungguh-sungguh. Haruskah aku pulang?
Tidak. Mana boleh semudah itu? Setidaknya Mas Mika harus usaha dulu, aku yakin dengan tekad dan kecerdasannya dia bisa menemukanku, dan dengan sedikit bujukan tulus aku akan pulang bersamanya.

Benar. Begitu saja. Aku tak boleh goyah dengan mudah.

Tok. Tok.

Ada tamu. Apa jangan-jangan?

. . .

"Juilan, kan?"

"Lolita?" Serta merta aku membuka tangan untuk memeluknya. Lolita berusia 30 tahun yang sangat ku rindukan.

"Hwaa... Benar ini kau. Aku melihatmu di tukang sayur tadi, aku mengikutimu dan kau- pulang"

Pulang. Ya, aku akhirnya pulang setelah kematian kedua orang tuaku tujuh tahun lalu. Dari banyak tempat yang bisa ku datangi, tempat yang tak ingin ku datangi selama belasan tahun malah jadi tempat pelarian bagiku.

"Masuklah, aku membeli bahan makanan tapi belum masak apapun"

"Kebetulan sekali, dari pada masak yang ribet, kita bikin mie instan saja. Dengan telur?"

"Kita tambahkan sawi hijau juga?"

"Pasti akan luar biasa"

.
.
.

"Ku dengar kau menikahi Putra bungsu konglomerat Airlangga Group. Apa itu sungguhan?" tanya Lolita sambil menyeruput kuah panas mie-nya.

"Hm. Bagaimana denganmu? Kau sudah menikah?" Juilan berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Aku tak punya cincin sepertimu tentu artinya belum. Kita bicarakan kau saja, mana suamimu? Dia kan orang terkenal, kenalkan padaku donk"

"Dia tak bisa ikut. Tapi aku bisa tunjukkan photonya"

"Mana? aku ingin lihat"

Juilan menunjukkan beberapa photo di galeri  phonselnya. Kebanyakan photo yang ia ambil diam-diam. Phose Mika yang sedang berdiri menatap keluar jendela disinari cahaya kemerahan senja, Mika yang sedang berolahraga dengan otot-otot memukau, Mika yang sedang menyesap kopinya sambil membaca koran pagi, Mika yang ketiduran di ruang kerjanya dalam posisi duduk, lengan dilipat ke dada, ekspresi wajahnya begitu tenang. Terakhir, Mika yang sedang tersenyum pada seseorang- Juilan men-cut subyek lain yang mestinya tak boleh disana. Kalian tentu tau siapa yang author maksud.

Beloved My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang