Dua hari berlalu, sejak kematian tragis Lidya. Suasana rumah besar yang hanya dihuni dua anak kembar itu terasa sangat sunyi dan kosong, seolah tak ada kehidupan di dalamnya.
Dua hari juga Liara tidak masuk sekolah karena masih dalam keadaan berduka. Sedangkan Leora, gadis itu pun sama sekali tidak keluar dari kamarnya sejak pemakaman sang ibu.
Leora bahkan tak memedulikan sekolahnya yang terbengkalai di kota sang nenek. Ia malah mengajukan surat keluar dari sekolah itu tanpa sepengetahuan siapapun. Leora sampai memalsukan tanda tangan orang tua yang menjadi salah satu syarat pengajuan surat keluar tersebut.
"Mama. Leora bingung hidup sendirian kaya gini." Gadis itu menatap bingkai foto sang ibu yang tersenyum ke arah kamera, begitu manis.
"Leora nggak punya tujuan hidup, Leora putus sekolah, Leora nggak dengerin kata Mama buat jadi anak pinter. Ayo marahin Leora, Ma!"
Penampilan Leora sangat kacau. Baju hitam yang dipakai ke pemakaman sang ibu dua hari lalu, tak ia ganti. Rambut yang sangat pendek seperti seorang lelaki, serta wajahnya yang bengkak dan memerah karena tak henti-hentinya menangis selama dua hari di dalam kamar.
Sang nenek sempat menginap selama semalam. Sebelum wanita paruh baya itu akhirnya pingsan karena kelelahan dan banyak pikiran, membuat darah tingginya kumat. Satu-satunya keluarga yang Leora punya selain sang kakak adalah neneknya.
Leora terkekeh hambar saat mengingat sang nenek. "Nenek tua itu pasti seneng liat Mama udah nggak ada."
Ibu dari Ayahnya itu memang tak begitu menyukai Lidya, oleh sebab itu dia sedikit banyak merasa senang saat tau bahwa Rehan berselingkuh. Meski begitu, neneknya sangat menyayangi Leora dan Liara tanpa membandingkan keduanya.
Tok... Tok... Tok!
Leora mengalihkan pandangannya pada pintu. Sejak dua hari ini, baru sekarang ada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya.
Dengan langkah gontai, gadis itu melangkah perlahan ke ambang pintu. Memutar kuncinya beberapa kali dan akhirnya membuka pintu tersebut.
"Astaga, Leora!" Liara membekap mulutnya. Melihat penampilan sang adik yang sangat mirip seperti zombie, berantakan dan mengerikan, apalagi matanya bengkak dan merah.
Leora mengusap ingusnya. "Apa?" tanyanya dengan suara berat dan rendah.
Tatapan Liara melembut, ia merasa tak tega melihat betapa kacaunya saudari kembarnya itu. Ikatan batin yang kuat, membuat Liara tau betapa hancurnya Leora.
Bukan hanya Leora, ia pun sama sakitnya dengan sang adik. Bedanya ia tak terlalu menunjukan kesedihannya berlarut-larut seperti Leora.
"D-di bawah ada Papa sama ... a-anu i-itunya." Liara berbicara tergagap, ia tak menjelaskan siapa sosok yang bersama ayahnya, namun Leora cukup paham.
Gadis itu mendengkus. "Mau ngapain si Brengsek itu ke sini?"
Leora bertanya, namun sebelum Liara menjawab, si empu sudah lebih dulu berjalan dengan langkah lebar, menuju ke lantai bawah. Liara gegas menyusul langkah lebar adiknya, takut kalau sampai sesuatu terjadi pada Leora.
Langkah Leora terhenti saat sampai di ujung tangga. Netranya menajam saat melihat sosok pria dan wanita yang tampak sedang bermesraan tanpa tau tempat.
KAMU SEDANG MEMBACA
GALEORA
Teen Fiction"Cowok kalo nggak brengsek ya homo." Tentang Leora yang tidak suka didominasi dalam hubungan asmara. Dalam pandangannya, penghianatan adalah salah satu kesalahan yang tidak bisa dimaafkan. Sosoknya yang keras kerap kali membuat lelaki segan mendekat...