Esoknya, setelah semalam Viona tinggal di rumah itu, pagi-pagi sekali sudah terdengar bunyi keributan dari arah dapur. Sepasang kekasih yang tampak bergandengan mesra, baru saja menuruni tangga. Keduanya sama-sama mengernyit saat mendengar bunyi bising itu.
"Anak kamu pasti, Mas. Pagi-pagi bikin mood rusak aja." Viona berdecak sebal, rangkulannya pada lengan Rehan mengetat.
Sang pria yang melihat raut tak mengenakan kekasihnya pun segera bertindak. Dengan langkah lebar dan rahang mengeras, ia menuju tempat yang menjadi sumber masalah di pagi hari.
Sampai di tempat tujuannya, sebuah bola bulu berwarna putih, tampak di ranah penglihatannya. Makhluk berekor itu tampak mengendus-endus sesuatu. Rehan mendelik begitu si tersangka menengok, dengan wajah tanpa dosa dan mulut tersumpal ikan goreng yang ada di atas meja.
"Leora!" Rehan berteriak murka.
Terdengar langkah kaki beberapa orang yang mendekat. Dua sosok perempuan dengan pahatan hampir sama, menghampiri Rehan yang masih menatap tajam sosok gumpalan bulu itu.
"Apa sih? Berisik pagi-pagi, ganggu orang tidur aja!" gerutu seorang gadis berambut pendek yang tampak masih terkantuk-kantuk.
Gadis yang wajahnya tak beda jauh menyenggol lengan sang adik. Perempuan yang usianya paling dewasa, menatap dua gadis remaja itu tak suka, lengannya merangkul sang pria.
"Anak kamu nggak sopan banget, Mas."
Mata gadis berambut pendek terbuka lebar kala mendengar suara asing. Dengkusan kasar terdengar dari hidungnya, melihat sosok wanita dewasa yang menjadi alasan kematian sang ibu.
"Bacot!"
"Leora!" Rehan kembali membentak. Matanya menyorot tak percaya pada anak gadisnya. Mulut gadis itu benar-benar sudah diluar batas.
Liara mendesis pada sang adik, mengisyaratkan agar diam dan tak membuat ayah mereka makin marah. Namun, dasarnya Leora yang suka keributan, dia makin menjadi-jadi.
"Apa? Dia emang banyak bacot. Sok-sokan bilang nggak sopan, tapi sendirinya ngerebut punya orang. Apa namanya kalo nggak sopan? Nggak tau diri?" sinis Leora, bersedekap dengan dagu dinaikkan angkuh.
Viona menggeram dengan tangan mengepal, hampir saja tangan itu melayang pada wajah Leora, tetapi si empunya lebih dulu menghindar. Tatapan mengejek ia berikan pada wanita itu.
"Eits, nggak kena."
Napas Viona memburu, ia mengentakkan kaki kesal. Mengadu pada Rehan yang diam saja melihat perdebatan dua perempuan itu.
"Mas~"
Leora memutar bola matanya jemu. Dia melirik Liara yang hanya memerhatikan dalam diam. Kakaknya memang seperti itu, tidak akan bersuara jika tidak ditanya. Bahkan untuk melawan orang yang menindasnya pun tak berani. Leora kadang khawatir dengan karakter Liara yang tidak enakan, sangat mudah dimanfaatkan.
"Lia, lo bawa si Dori ke kamar gue sana. Dia belum makan dari dua hari yang lalu."
"I-iya." Dengan kepala tertunduk, Liara berjalan pelan menuju meja pantry, mengambil gumpalan bulu yang masih anteng memakan ikan hasil curiannya.
Viona menatap kepergian Liara sinis. Rehan mencengkeram lengan Leora kala gadis itu ingin melangkah mengikuti kembarannya.
"Buang hewan itu!" titah Rehan tanpa bantahan. Leora menghempaskan tangan sang ayah begitu saja, tatapannya terlihat tak terima.
"Nggak!"
Rehan menukik alis tebalnya, dengan tatapan tegas yang menyorot putri bungsunya. "Makin lama makin berani ngebantah kamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
GALEORA
Teen Fiction"Cowok kalo nggak brengsek ya homo." Tentang Leora yang tidak suka didominasi dalam hubungan asmara. Dalam pandangannya, penghianatan adalah salah satu kesalahan yang tidak bisa dimaafkan. Sosoknya yang keras kerap kali membuat lelaki segan mendekat...