Sebelum baca, boleh tekan bintangnya dulu, Ai^^
***
Meja makan keluarga yang biasanya setiap pagi akan terasa hangat, justru sekarang berbanding terbalik. Mencekam dan sama sekali tidak nyaman.
"Mau sekolah kamu?" tanya Rehan memecah keheningan.
Leora menghentikan aksi menyentong nasi pada piringnya. "Hm."
Liara yang tadinya fokus pada makanannya pun mendongak, menatap adiknya yang sudah mengenakan seragam sama sepertinya.
"Dapet duit dari mana?" Pertanyaan Rehan menyentil ego Leora. Pria itu terdengar sangat meremehkannya.
"Open BO," jawab Leora santai. Gadis itu mengambil gelas dan mengisinya dengan air putih. Buru-buru, karena ingin cepat pergi dari meja itu.
Leora tidak akan sudi makan bersama Rehan dan Viona. Wanita dewasa yang rambutnya masih acak-acakan sontak tersedak mendengar jawaban Leora.
Rehan memicingkan mata pada anak gadisnya. "Jawab yang bener, Leora!"
Sang empu yang punya nama berdecak. Melirik sekilas pada Viona yang masih sedikit terbatuk.
"Realistis aja, orang tua saya nggak ngasih duit. Jadi saya nyari sendiri lah. Open BO cepet ngasilin duit, apalagi kalo pelanggannya Om-Om suami orang."
Rehan memang tidak pernah lagi memberinya uang, entah kemana gaji pria itu selama ini. Mungkin untuk mencukupi kebutuhan Viona. Ah, soal makanan, jika tidak ada Viona di rumah ini, Rehan pun pasti tak akan membeli bahan makanan. Pria itu benar-benar sudah tak peduli dengan darah dagingnya.
Brak!
"Maksud kamu apa, Leora? Kamu mau malu-maluin saya, hah? Uang yang saya kasih kurang buat kamu?" desis Rehan mencengkeram sendok dengan emosi.
Suasana di meja makan makin memanas. Liara menunduk dalam sambil menahan air mata, tubuhnya gemetar melihat amarah sang ayah pada adiknya.
Leora mendengkus. "Kapan situ ngasih duit?"
"Sepuluh juta saya kasih ke Vi—"
"Mas, perut aku sakit ... aw!" Ringisan kesakitan Viona menghentikan ucapan Rehan.
Pria itu menoleh dengan khawatir, melihat raut kesakitan kekasihnya. Viona bahkan mengeluarkan air mata yang makin membuat Rehan cemas.
"Sakit banget, Mas." Wanita itu terisak di pelukan Rehan. Sang pria mengelus perut kekasihnya dengan lembut, berusaha mengurangi rasa sakit di sana.
Suasana mencekam berubah menjadi menjemukan bagi Leora. Melihat nenek lampir yang menangis berlebihan, membuatnya muak.
"Lambung lo kebalik kali," celetuk Leora asal sebelum melangkah menjauh sambil membawa piring dan gelas untuk dimakan di ruangan lain. Viona menatap tajam punggung gadis itu.
"Ini pasti gara-gara makanannya, Mas."
Samar-samar Leora mendengar ucapan Viona yang sepertinya ingin menyalahkan orang lain lagi. Dan Leora tau siapa target Viona kali ini.
"Kenapa sama makanannya?" tanya Rehan dengan alis bertaut.
"Kayaknya makanannya nggak higienis deh, makannya perut aku sakit," ujar Viona sambil melirik sekilas pada Liara yang mulai gelisah di tempat duduknya.
Rehan sontak menatap putri sulungnya. "Liara, kamu yang masak semua ini, kan?"
"I-iya." Liara menatap takut pada Rehan yang makin mengintimidasinya. Keringat dingin mulai membasahi dahi gadis itu.
"Nggak becus, gara-gara kamu perut saya jadi mules. Kamu pasti mau ngeracunin saya kan? Ngaku!" sarkas Viona.
Wajah Liara berubah pias. Dia menggeleng panik saat tatapan Rehan makin menajam.
"Liara," desis Rehan dengan nada rendahnya. Liara menunduk dalam diam. Isakan lirih mulai terdengar dari bibir gadis itu.
Rehan menghela napas, memijit pelipisnya pelan. Pria itu kembali merangkul Viona mesra.
"Kita ke rumah sakit, ya?" usul Rehan pada sang kekasih. Viona merengut tak suka melihat respon Rehan pada Liara yang berbeda jauh jika dengan Leora.
Dari jauh, Leora melihat semuanya. Mata gadis itu bergetar, antara emosi melihat sang kakak hampir difitnah Viona, dan merasa tidak adil dengan sikap Rehan. Namun buru-buru Leora menggeleng.
Nggak boleh Le, harusnya lo seneng dia nggak nampar Liara, bahkan nggak ada kata-kata kasar waktu kaya sama lo.
"M-maaf," gumam Liara sambil menunduk dalam-dalam, menahan air matanya agar tak semakin deras. Perlakuan Viona yang berniat menjelekannya di depan sang ayah, benar-benar mengguncang hatinya yang lembut.
Hal itu mengundang amarah di diri Leora. Gadis berambut pendek itu melangkah lebar, menghampiri sang kakak yang masih menunduk pasrah sambil terisak tanpa dipedulikan Rehan yang justru sibuk mengelus perut Viona.
"Lia! Ngapain lo nangis, sih?" Leora menepuk pundak sang kakak geram.
Liara tersentak saat tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya cukup kuat. Dia mengerjap linglung, sebelum akhirnya terbelalak saat melihat Leora yang sudah ada di depannya, sedang menatap tajam dua sejoli yang sibuk dengan dunia mereka. Liara menggigit bibir bawahnya gelisah.
Pasti bakal ribut lagi.
Sebelum hal itu terjadi, Liara menarik-narik lengan sang adik, mencoba menyeretnya menjauh. Namun tenaga Leora cukup kuat, dia dengan mudah menyentak tangan Liara yang masih berusaha membawanya menjauh.
"Le, ayo berangkat, kita udah hampir telat." Cepat-cepat Liara menghapus air matanya.
Leora tetap keukeh berdiri di posisinya. Dia memandang rendah wanita dewasa yang tengah bermanja-manja dengan pria berstatus ayah kandungnya.
"Nggak usah belagak jadi nyonya di rumah ini ya, Lampir! Sekali lagi gue liat lo nyuruh-nyuruh Lia, gue acak-acak muka lo pake ini."
Entah sejak kapan, tangan gadis itu memegang garpu yang di ambil di piring Liara. Viona mendelik ngeri, membayangkan wajah yang dia rawat dengan uang yang tidak sedikit, harus rusak.
Wanita itu menggeram kesal. "Mas, liat anak kamu kurang ajar sama aku!"
Rehan berdiri dari duduknya, berjalan cepat menuju tempat berdirinya Leora dan berniat memukul gadis itu. Namun kalah gesit dengan Leora yang menodongkan pisau buah pada wajah Rehan.
"Apa?" tanya Leora dengan dagu dinaikan angkuh. Rehan terdiam, menurunkan tangannya yang sebelumnya hendak melayang ke tubuh Leora.
Melihat keterdiaman Rehan, Leora berbalik menatap kakak kembarnya yang masih menunduk sambil terisak lirih.
Leora menghela napas jemu, ia menepuk pundak Liara, membuat si empunya mendongak dengan mata sembab.
"Nggak usah cengeng!" Leora berdecak kesal melihat Liara yang masih tetap sesenggukan.
"Ayo berangkat!" Leora meletakan dua benda yang tadi dijadikan sebagai ancaman dua sejoli yang masih terdiam menatapnya.
"Tadi lo dibabuin sama si Lampir itu?" tanya Leora setelah menarik lengan Liara menjauh dari meja makan.
Liara menggigit bibir bawahnya. Mengingat Viona yang tadi dengan seenaknya menyeretnya untuk memasak, tetapi setelah makanan sudah siap, Viona justru menuduhnya macam-macam.
"A-aku mau ke kamar, mau ambil tas dulu." Liara berjalan cepat, menjauhi Leora. Seolah paham bahwa kakaknya menghindar, Leora melirik tajam meja makan yang sudah jauh dari jangkauannya.
Tunggu kejutan gue nanti, Lampir!
***
Instagram: @lalae_mtrsr
Jangan lupa follow yaa Ai<3
KAMU SEDANG MEMBACA
GALEORA
Novela Juvenil"Cowok kalo nggak brengsek ya homo." Tentang Leora yang tidak suka didominasi dalam hubungan asmara. Dalam pandangannya, penghianatan adalah salah satu kesalahan yang tidak bisa dimaafkan. Sosoknya yang keras kerap kali membuat lelaki segan mendekat...