11. Pertemuan kembali

1.2K 209 17
                                    


"Sepertinya ada yang tidak setuju dengan tindakan kita, teman-teman" Salah satu pembuli berambut merah bersuara.

Khun sebenarnya benar-benar tidak peduli dengan tindakan mereka. Entah itu tindakan yang salah atau benar, itu tidak ada hubungannya dengan dia. Tapi mengingat yang dibuli adalah sahabat masa depannya dan Bam..

"Tidak, aku hanya merasa sedih melihat kalian. Untuk melawan 1 anak saja kalian harus berkelompok". Dia menjawab dengan nada kasihan.

"A-apa ??" Pembuli-pembuli itu kaget, tidak menyangka jawaban yang akan keluar dari mulut Khun.

Wangnan sendiri menganga mendengar jawaban bocah biru manis didepannya. Bukannya dia harusnya takut ?

Khun menyeringai melihat reaksi orang disekitarnya. Lumayan, hiburan sebelum bertemu Bam. "Benar, kalian lemah sekali, aku kasihan."

Pembuli-pembuli didepannya tampak marah mendengarnya. Wajah mereka memerah semua.

Salah satu pembuli berambut merah yang sepertinya ketuanya karena selalu dia yang berbicara berteriak marah dan berbalik mengejek. "Menurutmu kau lebih kuat ?? Wajahmu seperti cewek. Tampak lemah sekali."

Khun hanya mengangkat alisnya. "Masa ? Sepertinya aku tidak perlu berkelompok kalau cuma melawan 1 orang."

"KAUU!!" Si pembuli berambut merah itu tidak tahan lagi. Dia maju hendak meninju Khun. Khun menangkap tangan yang akan meninjunya dan memelintirnya.

"AAHH"

"Sudah kubilang, kalian lebih lemah dariku.."

Dari sudut matanya, Khun bisa melihat para pembuli didepannya yang berekspresi tidak percaya dan Wangnan yang menghela napas lega.

Sialan, memang dia terlihat selemah itu ?

Ekspresi penuh ketidakpercayaan di wajah para pembuli itu perlahan berubah menjadi ketakutan dan mereka satu persatu lari dengan meneriakkan satu hal. 'Tunggu pembalasan dari kami !!!".

"Terima kasih." Tatapan Khun bertemu dengan mata kuning yang ramah dan menatapnya bingung.

"Untuk apa?"

"Menolongku ..." Wangnan bergumam pelan dengan wajah memerah.

"Itu tidak masalah." Khun menganggukkan kepalanya sebelum menyadari tangan Wangnan berdarah. "Kamu terluka?"

Wajah Wangnan memerah lagi. Sangat memalukan. "Sedikit saja."

"Boleh aku lihat?" Khun menatap temannya itu. Selain dari tangan Wangnan yang terluka, sepertinya tidak ada luka lain.

Sebelum wangnan menjawab, Khun mengeluarkan lighthousenya yang membuat mata Wangan melebar ketakutan.

"Tenang. Ini adalah alat bantuan." Khun bergumam menenangkan sebelum, mengambil perban di lighthousenya. Dengan tenang, dia melilitkan perban di tangan wangnan

"Bukankah itu lebih baik?" Khun tersenyum.

Wangnan mengangguk dan memandangnya dengan kagum mebuat Khun sedikit canggung.

Untunglah kecanggungan itu tidak berlangsung lama karena pintu perpustakaan terbuka dan menampakkan Bam yang mengintip ke dalam.

"Aguero !!" Bam berteriak senang sebelum berlari memeluk Khun. Rachel berjalan di belakang bocah emas itu.

"Bam?" Khun bertanya, kaget melihat Bam. "Kenapa kamu disini ?"

"Er," Bam mulai menjawab dengan gugup tanpa melepas pelukannya. Sayangnya Rachel memotongnya.

"Kami mencemaskanmu. Kamu terlambat." jawab gadis itu.

Khun tidak percaya. Mungkin dia lebih sering bergaul dengan Rachel sekarang, tapi dia tetap tidak percaya Rachel mencemaskannya. Bam mungkin memang mencemaskannya tapi Rachel ?

Tidak mungkin.

Khun tersenyum. "Aku baik-baik saja Bam, Rachel"

Bam masih memeluk Khun erat.

Khun menghela napas. "Aku baik-baik saja, Bam. Maafkan aku karena terlambat beberapa jam dan membuatmu cemas". Dengan lembut, dia menepuk punggung Bam dan membalas pelukannya.

Wangnan berdiri dalam keheningan. Dia menatap Bam yang masih berpelukan dengan Khun. Sepertinya mereka akrab sekali.

Wangnan berharap dia bisa sedekat itu dengan orang lain suatu saat.


Extra

Khun : "Bam ?"

Bam : "Iya, Aguero ?"

Khun : "Bisa tolong lepaskan pelukanmu ?"

Bam  mengeratkan pelukannya

Khun menghela napas . Terserah deh lagipula ini menyenangkan.


TBC or not ?

Silahkan divote jika ingin dilanjut

Saya akan melanjutkan setelah ada 67 vote karena sudah tidak ada draf lagi

Terimakasih atas dukungannya sampai chapter ini

To The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang