Luna tersenyum ketika memasuki parkiran sekolah. Ia membuka jaket dan helmnya, kemudian melangkah sambil bersenandung kecil. Ah ya, tatapan heran dari orang yang melihatnya sama sekali bukan hal yang mengherankan. Baru kali ini mereka melihat Luna begitu.
Senyuman manis menghiasi bibirnya, kala melihat Gerald di ujung sana, itu sama sekali tidak mempengaruhinya. Malah, senyum itu melebar ketika Gerald mendekat.
Gerald berdikap dada. "Pacar, lo harus dihukum!"
Luna menaikkan alisnya. "Pacar dari Hongkong? Setahu gue masih banyak cowok di dunia ini. Jadi, hal itu sama kali gak mungkin kejadian."
Gerald berdecak. "Terserah. Yang penting, sore nanti kita harus bicara! Gue kemarin sampe harus manggil orang tua gue gara-gara lo." Gerald menatap perempuan di depannya dengan sebal.
Luna terkekeh geli. Di sisi lain ia kasihan, orang tua Gerald jadi terseret karena kelakuan aneh putranya ini. Namun, Luna benar-benar risih. Kemarin ia merasa dikuntit!
"Lun, lo gak ada rasa kasihan sama sekali gitu? Sama gue?" Ia memastikan, menatap Luna dengan wajah seserius mungkin yang ia bisa.
Luna menggeleng tak peduli. "Gue gak suka diribetin sama lo, risih!" Gadis itu bersidekap dada.
"Kenapa, sih? Apa yang kurang dari gue, Luna?" Gerald memelas, mencari celah di sebelah mana dirinya bisa masuk ke dalam hati Luna.
"Gue ganteng, duit juga banyak. Meskipun emang gak pinter-pinter amat, sih." Sebenarnya ia malas mengakui, tetapi faktanya memang begitu. Soal keburukannya, dirinya tak mau membohongi Luna.
Luna menaikkan alis. "Duit lo atau duit bokap lo, huh?" Ia bertanya sarkas. Setahunya, Gerald hanya pembuat onar. Dari mana lelaki itu bisa mendapatkan uang banyak jika bukan dari orang tuanya?
Pemikiran tersebut hendak Gerald bantah. "Nggak, Lun! Itu duit gue tau! Lo aja yang gak tahu." Sudutnya.
Luna menaikkan alis. "Lo kerja apaan?" Tanyanya.
Gerald menggaruk tengkuk. "Jangan bilang-bilang ya, Lun. Gue lagi nyamar soalnya."
Perasaan Luna mendadak tidak enak, sepertinya ia harus menyimak ucapan Gerald yang melantur pagi ini. Menyebalkan!
Gerald menarik tangan Luna, membawanya ke pinggir kelas. Di sana, terdapat tempat untuk duduk.
"Kenapa?" Luna bertanya heran, melihat gelagat Gerald yang celingukan. Seperti tidak ingin ada yang mendengar percakapan keduanya.
Gerald mendekatkan tubuhnya, membuat Luna beringsut karena terkejut. Ia menaikkan alisnya, menatap Gerald dengan heran.
"Sebenernya, gue ini CEO Mawar Company." Luna mematung, masih tak paham perihal apa itu Mawar Company.
Gerald berdecak. "Bisa-bisanya lo gak tahu Mawar Company. Itu, perusahaan terbesar di dunia. Gue, CEOnya." Gerald mendekat dan berbisik. "Gue orang paling kaya di dunia."
Luna terbelalak. Tenggorokannya tercekat. Jangankan untuk bicara, terkekeh pun ia tak bisa. Pengakuan Gerald kali ini benar-benar di luar nalarnya.
Gadis itu berusaha menetralisir keterkejutannya. "Kalo lo bilang bokap lo yang kaya, gue masih percaya." Luna menyeringit. "Kalo lo paling kaya sedunia, gue mundur. Sumpah. Serem deketan sama lo yang halunya gini."
Gerald mengerutkan kening. "Bukannya harusnya bagus, ya?" Gerald mengetukkan jari di dagunya. "Atau ... lo tipikal cewek wattpad yang gak matre,?"
Gadis berambut panjang itu meninju lengan Gerald dengan tiba-tiba. "Kali aja ini bikin lo sadar!"
Gerald bangkit dari duduknya. "Orang tua gue juga kaya kok, mereka terkaya kedua di dunia. Karena nomor satunya gue." Gerald masih menatap Luna dengan serius.
Luna kini bergidik ngeri. Nalarnya tidak sampai dengan apa yang dikatakan oleh Gerald. Imajinasinya terlalu tinggi.
"Lo berapa tahun?" Luna bertanya kemudian.
Gerald menjawab enteng tanpa beban. "Delapan belas tahun."
"Usia manusia rata-rata enam puluh tahun, masih ada sisa empat puluh dua tahun lagi. Dipake tobat dan banyak-banyak terima kenyataan, ya." Luna melengos setelahnya, ogah menanggapi lagi ocehan Gerald yang ngelantur.
Dipikirkan lamat-lamat pun, Luna masih tak bisa memahami apa yang terlintas di otak lelaki itu. Jika imajinasinya masih sebatas menjadi brandal liar yang minus moral, mengatasnamakan keberanian untuk mencari keribuan, mungkin ia masih lebih mudah memahami.
Dalam kepalanya kini mulai dipenuhi pertanyaan. Kenapa ada manusia seperti Gerald. Dengan cara berpikirnya yang kadang tidak rasional, bertindak tanpa banyak berpikir. Terlebih, berbicara tanpa data. Ngelantur.
Luna berdecak. Tiga puluh detiknya terbuang karena harus memikirkan alasan dari sikap melantur lelaki itu. Gadis itu mempercepat langkahnya, meninggalkan Gerald dengan wajah ditekuk karena gagal lagi.
Ia duduk di bangkunya. Dengan cepat, ia mengambil ponsel dari saku roknya. Membuka bilah pencarian, "Mawar Company"
Ketika sama sekali tidak ada sesuatu yang ia cari, bibir kecilnya mengumpat. "Sial!"
Ashley yang sedang asyik membaca novel kesukaannya terkejut dan menatap Luna heran. Pagi-pagi begini gadis itu sudah mengeluarkan umpatannya, buruk sekali.
"Ada apa?" Tanya Ashley yang ikut khawatir. Biasanya, Luna begitu kesal karena belum mengerjakan tugas.
Luna cemberut. "Gue kepikiran omongannya si Gerald."
Ashley menampakkan cengirannya. "Apa gue bilang! Lo pasti suka sama dia." Dengan cepat, Luna menatapnya tajam.
"Bukan."
Gadis itu memilih untuk memasang earphone setelah mengucapkan sepatah kata tersebut. Ashley pasti akan mulai mengoceh jika tidak begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sosiolog Nyasar
Novela Juvenil(Follow sebelum membaca) Luna sepertinya diciptakan dengan keras kepala yang tinggi. Dirinya terlalu banyak mengkritisi dan mencampuri urusan orang yang ia anggap salah. Hari-harinya menjadi di luar nalar! Namun, apa boleh buat? Luna masih menjajaki...