1.5 So Alone

451 47 1
                                    


"Kesendirian adalah bentuk lain dari cara mencintai diri sendiri"


*****

Zevan melangkah dengan gontai menuju sekolah, aura murung terpancar jelas dari wajahnya. Genap sudah satu minggu berakhirnya hubungan Zevan dengan Viona. Kabar putusnya mereka berdua pun sempat menjadi trending topic di SMA Garuda. Beberapa menyayangkan keputusan berakhirnya hubungan mereka, dan salah satunya adalah Zevan sendiri. Pria itu selalu di liputi penyesalan. Terlebih lagi saat netranya tak sengaja menangkap sosok Viona yang tampak biasa saja setelah berakhirnya hubungan mereka. Berbanding terbalik dengan Zevan yang merasa hidupnya benar-benar berantakan setelah kehilangan Viona.

"Kamu mau sampai kapan hidup seperti mayat gini Zev," ucap Seline yang kini sedang duduk disebelah Zevan.

Zevan tidak menjawab ucapan Seline, dia tidak tau harus menjawab apa pertanyaan dari Seline. Dia sendiri tidak tau sampai kapan dirinya hidup namun terasa mati.

"Sebanyak itu Viona ngerubah kamu Zev. Bahkan kamu belum ada satu tahun kenal dia tapi dia udah bikin kamu jadi orang lain yang gak aku kenal," ucap Seline sekali lagi.

Mendengar ucapan Seline senyuman kecil tercetak di bibir Zevan.

"Sehebat itu pesona seorang Viona Aksara Violeta. Dia bahkan cuma baca buku hari itu, tapi aku bisa sejatuh ini sama pesona dia," ucap Zevan masih dengan senyum tipis diwajahnya.

Seline yang mendengar itu merasakan nyeri pada dadanya, gadis itu menatap Zevan dengan tatapan sendu. Dia mulai bertanya dalam benaknya, apakah sudah tidak ada lagi namanya di hati Zevan.

*****

Viona menarik nafas sejenak sebelum melangkahkan kakinya memasuki Ruang Musik disekolahnya, sudah hampir 1 tahun gadis itu tidak mengunjungi ruangan yang dulu menjadi salah satu ruang favoritnya. Netranya mengamati berbagai alat musik yang ada disana, ada perasaan senang sekaligus takut yang Viona rasakan. Viona menyentuh sebuah gitar akustik yang berada di dekatnya.

Tidak banyak orang yang tau jika Viona bisa memainkan alat musik tersebut, dulu tepatnya sebelum kejadian 1 tahun lalu menimpanya Viona sangat suka dengan musik, Ayahnya lah yang mengajari Viona bernyanyi juga bermain musik. Namun 1 tahun yang lalu untuk pertama kalinya Viona benci dengan musik.

Semua berawal dari kedatangan Haris yang pulang membawa Syifa yang dia perkenalkan sebagai adik Viona. Saat itu Viona sudah duduk di bangku kelas 11, dia tentu paham maksud adik disini. Dan fakta yang membuat Viona lebih kecewa lagi adalah siapa identitas ibu dar Syifa, seseorang yang biasa Viona panggil dengan nama Miss Bella- guru musiknya.

Seseorang yang selama ini gadis itu anggap wanita terbaik setelah ibunya itu ternyata tak lebih dari sekedar seseorang yang menghancurkan keluarganya dari dalam. Kecewa tentu saja yang Viona rasakan saat itu, orang-orang yang dia berikan kepercayaan sepenuhnya dengan tega menghancurkannya.

Sejak kejadian itu Viona enggan lagi bermain musik, bahkan untuk sekedar menyanyi saja Viona sudah enggan. Namun hari ini Viona sudah membulatkan tekatnya, dia tidak bisa terus menghindari takdir lagi. Karena sejauh apapun Viona berlari menghindar takdir akan selalu menemukannya. Maka hanya ada satu hal yang bisa Viona lakukan, yaitu berdamai dengan kenyataan. Meskipun nyatanya kenyataan sudah menghantam logikanya dan mengusik nalarnya namun Viona harus tetap berjalan beriringan dengan kenyataan yang kadang masih sering melukainya.

"Udah siap Vi?" tanya Gema yang sekarang berdiri dibelakang Viona.

Viona menganggukan kepanya, sembari tersenyum ramah.

Viona dan Gema hari ini tengan berlatih untuk penampilan mereka di acara Pentas Seni di sekolah satu minggu lagi. Ini adalah kegiatan terakhir yang di ikuti siswa kelas 12 sebelum memepersiapkan diri untuk Ujian Nasional 1 bulan lagi.

*****

Hari ini sekolah pulang lebih awal karena memang tidak ada kegiatan belajar mengajar, sekolah sedang disibukan dengan persiapan untuk Pentas Seni. Viona sedang berdiri di halte depan sekolahnya, gadis itu sedang menunggu supir untuk menjemputnya. Sudah hampir 30 menit gadis it berdiri di sana, namun belum juga ada tanda-tanda kedatangan supirmya.

Sebuah motor sport berwarna merah berhenti di depan Viona, sekalipun pengendaranya belum membuka kaca helm fullface nya Viona sudah tau siapa sosok yang berada dibaliknya. Tentu saja Viona hafal dengan motor itu karena dirinya pernah menjadi pengisi jok belakangnya selama 4 bulan terakhir. Viona mencoba acuh, bertingkah seolah tidak menyadari keberadaan Zevan.

"Aku antar pulang ya Vi?" ucap Zevan setelah turun dari motornya.

"Ga perlu Zev aku bisa pulang sendiri," tolak Viona lembut.

"Tadi Bunda kamu chat aku Pak Kardi gak bisa jemput. Tadi dia udah telvon kamu tapi hp kamu gak aktif," terang Zevan.

Viona mengambil ponselnya dari dalam tas, ternyata benar ponselnya mati. Viona mengamati sekitar mencoba mencari sosok yang mungkin bisa mengantarnya pulang, karena jujur Viona tidak nyaman jika harus kembali berada di satu motor yang sama lagi dengan Zevan.

"Aku naik kendaraan umum aja," tolak Viona.

"Ya udah kalau gitu aku tungguin sampai kamu dapet taksi ya,"

"Gak perlu Zev kamu pulang aja," tolak Viona kekeh.

"Aku gak minta persetujuan kamu," jawab Zevan santai sambil mendudukan dirinya di halte.

Setelahnya suasana menjadi hening, baik Zevan ataupun Viona terlalu canggung untuk memulai sebuah percakapan. Mereka masih setia dengan bungkamnya. Viona sibuk mengamati jalanan sementara Zevan sibuk mengamati gadis yang sudah berstatus sebagai mantan kekasihnya.

"Aneh ya Vi," ucap Zevan.

"Apa yang aneh?" timpal Viona asal.

"Aneh aja. kita yang dulu terikat kata saling sekarang jadi asing," ucap Zevan sambil tersenyum kecut menatap jalanan di depannya.

Viona hanya diam. Dia tidak tau harus menjawab kalimat yang dilontarkan Zevan dengan jawaban apa.

Karena tidak mendapat jawaban Zevan pun melanjutkan ucapannya.

"Kamu tau gak Vi? Kadang aku masih berharap kejadian di taman kota waktu itu cuma mimpi. Dan besoknya saat aku bangun kita masih bisa bareng-bareng seperti dulu. Masih ada kamu yang selalu bangunin aku dengan spam chat, masih ada kamu yang selalu nemenin aku latihan band, masih ada kamu yang selalu bantuin ngerjain pr yang susah. Aku kangen semua itu Vi,"

"Sayangnya ini bukan mimpi Zev. Ini kenyataan dan kamu harus terbiasa sekarang. Berhenti untuk terus jalan di tempat Zev. Kamu harus melangkah maju buat capai semua tujuan kamu," ucap Viona.

Tak berselang lama sebuah taksi berhenti di depan Viona, gadis bersurai hitam itupun masuk kedalam taksi dan berlalu tanpa mengatakan apapun lagi kepada Zevan.

"Gimana aku bisa berjalan maju Vi saat tujuan aku adalah kamu," lirih Zevan sembari menatap kepergian taksi yang ditumpangi Viona.

To be Continue....


CongratulationsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang