"Lima belas ditambah sepuluh sama dengan titik - titik. Ayo anak - anak di salin dulu soalnya ! Setelah ini Miss akan jelasin bagaimana cara penjumlahan bilangan yang jumlahnya sudah mencapai puluhan."
Bak guru yang memang sudah berpengalaman aku menjelaskan materi tentang mata pelajaran matematika kepada anak - anak kelas 1C. Padahal asal kalian tahu untuk bisa terlihat meyakinkan di depan anak - anak itu, aku biasanya mempelajari terlebih dahulu materi yang akan aku jelaskan di dalam kelas sampai menemukan trik khusus yang tidak hanya membuatku nyaman tapi juga membuat anak - anak gampang memahaminya. Beginilah nasib guru dadakan. Harus belajar lebih keras daripada guru - guru senior apalagi guru - guru yang memang punya basic keguruan. Nah aku ? Jangan ditanya ! Kalian sudah tahu sendiri kan apa basicku.
"Sudah selesai ditulis ?"
Aku melangkah mengelilingi satu persatu lorong meja untuk memastikan bahwa semua anak - anak itu sudah selesai menulis. Hal ini wajib dilakukan karena seringkali aku menemukan ada anak yang tidak mengerjakan apa yang aku suruh. Namanya anak kecil, mereka terkadang lebih asyik pada dunianya sendiri termasuk asyik memainkan alat tulis yang dialihfungsikan menjadi mainan. Entah itu menjadi pistol - pistolan, pedang - pedangan dan masih banyak lagi contoh lainnya.
"Sudah Miss." seru beberapa orang anak karena sebagian lagi masih sibuk mencatat di buku tulisnya.
"Nah sekarang kalian perhatikan ke depan ! Semuanya harus fokus ya ! Main sama ngobrolnya nanti aja saat jam istirahat. Paham semua ?"
"Paham Miss..."
"Sekarang soalnya kita pindahkan dulu ke bawah. Nah ditulis seperti ini."
Spidol di tanganku mulai menari - nari di papan tulis menuliskan beberapa angka dan menunjukkan cara mengerjakan soal tersebut.
"Setelah kalian selesai menulis angka lima belas, lanjut tulis di bawahnya angka sepuluh ! Ingat puluhan dan puluhan, satuan dan satuannya harus sejajar ya ! Kalau tidak sejajar hasilnya akan salah. Masih ingat yang mana itu puluhan dan satuan ?"
Aku bertanya untuk memastikan apakah anak - anak kelas 1C masih mengingat materi yang sebelumnya sudah pernah diajarkan di kelas.
"Masih Miss..." jawab mereka serempak.
"Bagus kalau begitu."
Dua jari jempolku teracung ke atas untuk memberikan apresiasi kepada anak - anak itu.
"Coba Miss mau tanya, Randy, dalam bilangan lima belas, yang mana yang merupakan puluhan ?"
Dengan malu - malu anak yang sudah ku anggap sebagai anak kandungku itu mulai menjawab.
"Angka satu Miss."
"Good !" Aku tersenyum lebar yang disambut dengan senyum malu - malu olehnya. Anak ini memang seperti itu jika ada orang banyak. Hal yang sangat jauh berbeda jika kami hanya berdua saja.
"Yosi ?"
Aku beralih kepada anak yang sibuk memainkan penggarisnya. Melihat gerakan yang dibuatnya di udara menggunakan penggaris itu aku tahu jika anak itu sedang menjadikan penggaris itu sebagai pedang.
"Yosi ?"
Aku memanggil anak itu sekali lagi karena sebelumnya ia masih fokus pada mainannya.
"Eh ? Iya Miss." Jawabnya gelagapan. Anak itu terlihat salah tingkah. Mungkin karena telah kedapatan bermain pada saat pelajaran sedang berlangsung.
Aku menghela nafas panjang. Anakku yang satu ini memang sedikit susah berkonsentrasi apalagi itu dalam jangka waktu yang lama. Aku sebagai guru harus sering - sering mengingatkannya agar kembali fokus pada pelajaran. Salah satu caranya adalah dengan memanggil namanya ketika konsentrasinya mulai terpecah sehingga ia bisa kembali fokus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pariban "Aishite Imasu" ( TAMAT )
RomanceTahap revisi..., Republish cover : pinterest Tekad bulat seorang gadis berdarah Batak Jepang untuk menolak perjodohan menghantarkannya ke kota yang dijuluki kota seribu industri. Hidup di sebuah kontrakan kecil meninggalkan segala kenyamanan sebagai...