Cerita Bastian

174 39 52
                                    

"Jangan mengambil keputusan saat emosi. Atau penyesalan akan menghampiri dirimu."
-Bastian Adhitama-

Bagaimana pikiran kalian jika anak yang sangat kalian sayangi sedang berjuang melawan maut?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagaimana pikiran kalian jika anak yang sangat kalian sayangi sedang berjuang melawan maut?

Bastian tidak bisa kehilangan Rafa, cukup Dina yang pergi dari hidupnya. Rafa sangat berarti untuknya, meskipun ada Raga, tetap saja akan terasa kurang jika putra sulungnya tidak ada.

Lima tahun adalah waktu yang cukup menyiksa untuk Bastian. Dipisahkan dari Rafa karena Dina yang membawanya ke Singapur. Cukup waktu itu saja. Bastian tidak rela jika Rafa benar-benar meninggalkan dirinya. 

Ia membuang nafas gusar. Pikirannya berkelana pada kejadian tadi. Bagaimana jika Rafa tahu siapa yang menjadi pendonor nya?

Apa laki-laki itu kuat untuk kehilangan orang yang sangat ia sayangi?

Bastian akan menyalahkan dirinya sendiri jika hal itu terjadi. Ia merasa gagal menjadi sosok ayah. Di saat keadaan genting seperti ini, dirinya tidak bisa berbuat apa-apa. Ayah macam apa dia? Apa pantas dirinya disebut sebagai ayah?

Pria itu mengusap wajahnya dengan kasar dan menatap ke arah anak kecil yang sedang bermain bola dengan pakaian rumah sakit. Seketika Bastian teringat masa kecil Rafa dan Raga. Ia tersenyum kecut kala mengingat dirinya yang sangat mengatur kegiatan Rafa. Di umur yang masih kecil seharusnya Rafa menikmati masa-masa itu untuk bermain dengan temannya. Tapi Bastian, ia justru melarang itu semua. Ia tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada anaknya.

Penyakit yang diderita Rafa sudah ada sejak lahir. Itu keturunan dari keluarga Bastian. Kakek Rafa. Meninggal karena penyakit itu. Alasan itulah, Bastian sangat membatasi kegiatan yang dilakukan oleh Rafa.

Namun, Bastian sepertinya melewatkan satu hal. Ia tidak bisa melihat perkembangan Rafa secara baik. Putra sulungnya itu selalu mengurung diri dalam kamar. Hingga lambat laun sifatnya berubah menjadi dingin dan tak tersentuh. Tentu, hal itu membuat Bastian semakin merasa bersalah, tapi tetap saja, itu semua demi kebaikan Rafa sendiri.

Bastian menoleh ke samping ketika merasakan ada seseorang menduduki kursi yang sama dengan dirinya. Ternyata, Natha. Seketika Bastian merasa bersalah ketika melihat wajah gadis itu. Sangat mirip dengan Maria. Dulu, tidak seharusnya ia mengambil keputusan di saat emosi. Sampai dirinya menghilangkan enam nyawa dalam sekali waktu. Bastian tidak pantas untuk disebut ayah. Dia adalah sosok pendosa. Tanpa sadar Bastian adalah seorang pembunuh.

"Saya tau, om lagi stres memikirkan Rafa." Natha mencoba untuk membuka suara lebih dulu. Ia hanya ingin menghilangkan rasa canggung antara dirinya dengan Bastian. Semenjak kejadian di rumah sakit kemaren, Natha tidak pernah lagi bertemu dengan Bastian. Mungkin, karena itu juga sekarang mereka seperti orang asing.

Bastian menoleh lalu tersenyum tipis mencoba untuk menguatkan dirinya di depan Natha. "Om minta maaf, Natha. Om pembunuh," ucap Bastian dengan mata yang sudah memerah menahan tangis. "Mungkin, ini karma buat om. Tapi om belum siap untuk kehilangan Rafa."

Riddles Of Boy [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang