"Di sini siapa yang bodoh? Saya atau kalian? Nyatanya, kita sama-sama mempermainkan."
-ANE-Sederhana. Bahagia itu sangat sederhana. Melihat keluarga tertawa, kumpul bersama, makan bersama, itu sudah lebih dari kata cukup. Bahkan, harta yang berlimpah tidak bisa membeli kebahagiaan itu. Berapa pun harganya, karena kebahagiaan tidak bisa di tolak ukur dengan materi.
Tapi bagaimana dengan anak yatim piatu seperti Alexandra Nathania Emery? Harus kehilangan kedua orang tuanya semenjak kelas satu SMP.
Menyakitkan?
Kesepian?
Haus kasih sayang?
Iri dengan teman?
Sudah, jangan ditanya lagi. Kalian tidak akan tahu bagaimana menjadi Natha. Hidup tanpa ada kedua orang tua. Hidup tanpa ada saudara kandung. Ya, Natha sudah lama mengeluh perihal ini. Natha sangat ingin bertemu dengan ayah dan bundanya. Apa boleh ia menyusul?
Tentu saja Natha tidak ingin gegabah. Ia tak mau membuat orang tuanya merasa sedih dan gagal jika suatu ketika dirinya melakukan hal di luar nalar. Natha masih ingin melihat Satya dan Maria tersenyum bahagia di atas sana.
Hadirnya Mira, Jeki, dan Kevan di rumah membuat Natha kembali merasakan kehangatan dalam keluarga.
Di tambah dengan hadirnya sosok laki-laki yang membuat dirinya penasaran, Rafael Hadrian Adhitama. Ada sejuta teka-teki dalam diri Rafa, namun Natha belum mampu memecahkan teka-teki itu.
Sekarang, di kediaman Adhitama. Tampak seorang pria paruh baya yang masih terlihat awet muda. Bastian Adhitama.
"Raf, Papa, mau tanya, deh," ucap Bastian menggeser posisi duduknya agar lebih dekat dengan putranya.
Rafa menoleh menatap sang kepala keluarga dengan kening yang berkerut. "Apa?" balas Rafa kembali fokus pada ponselnya.
"Kamu suka sama Natha?"
Tangan Rafa langsung terhenti ketika mendengar nama Natha yang terucap oleh Bastian. Kepala laki-laki itu kembali menoleh. "To the point," desak Rafa.
Bastian terkekeh pelan. Sifat Rafa sangat berbanding terbalik dengan dirinya. "Papa cuma nanya, aja, sih, kalo kamu beneran suka sama dia, jaga dan jangan lepas," pesan Bastian menatap putranya dengan serius.
"Kenapa aku yang menjadi korban di sini?" tanya Rafa mengepalkan tangannya kuat. Bastian terdiam menatap putranya dengan sendu.
Sejenak pria itu memejamkan matanya dan kembali menatap Rafa dengan lekat. "Rafa, tidak ada yang menjadi korban," bantah Bastian dengan lembut.
Terlihat Rafa yang tersenyum miring dan berdiri dari tempat duduknya. Laki-laki itu menatap lurus ke arah bingkai foto yang tersembunyi. Mengingat itu ia kembali tertawa miris dalam hati. "Nyatanya, kami semua terluka." Perkataan Rafa membuat Bastian benar-benar kembali merasakan rasa itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Riddles Of Boy [COMPLETED]
Novela Juvenil⚠️WARNING⚠️ CERITA BUKAN UNTUK DITULIS ULANG! TOLONG HARGAI IDE DARI PENULIS. JADILAH PENULIS YANG BERKARYA DENGAN HASIL OTAK SENDIRI BUKAN DARI ORANG LAIN. BERANI BERKARYA ITU BAGUS! YUK, KURANGI POPULASI PLAGIAT. Blurb: "Hanya menjalankan se...