"Sayangnya, rasa cinta ini lebih besar dari rasa kecewa yang kamu ciptakan."
-Alexandra Nathania Emery-Pagi ini menjadi pagi yang paling menyebalkan bagi Natha. Setelah mendapatkan amplop berisi surat tadi malam, ia tertidur pulas di lantai. Dirinya baru terbangun jam tujuh. Sangat gila. Dengan terburu-buru ia langsung mandi dan bersiap-siap. Rencana ingin berangkat bersama sepupunya, Kevan, tapi laki-laki itu lebih dulu meninggalkannya. Benar-benar hari yang buruk.
Sekarang. Di sinilah Natha. Berdiri di bawah terik matahari dengan kepala yang mendongak menatap sang merah putih. Setelah lama tidak membuat ulah, dirinya harus kembali bertemu dengan pak Asep. Guru BK dan guru yang paling disegani.
Seperti biasa jika ia terlambat akan melewati pintu belakang yang terhubung dengan kantin. Niat awal ingin memesan makanan untuk sarapan justru berakhir mengenaskan di tengah lapangan.
Sungguh malang nasib Natha hari ini.
Gadis itu berdecak kesal karena melihat jam yang ditangannya tidak berjalan-jalan. Bukan mati. Tapi perasaan Natha, ia sudah berdiri dua jam lebih, kenapa bel istirahat belum berbunyi? Apakah pak Asep berniat untuk mengerjainya? Jangan lupakan bahwa Natha dan pak Asep adalah musuh bebuyutan. Semua bermula ketika Natha yang sengaja meletakkan permen karet di kursi guru BK itu. Dan berakhir Natha yang dihukum membersihkan semua toilet yang ada di SMA Garuda. Kejam sekali pak Asep.
Natha menggembungkan pipinya kesal. Matanya melirik ke arah kiri dan kanan. Sepi. Semua orang sedang sibuk di kelas.
Kring kring kring
Bel istirahat berbunyi dengan nyaring. Sontak mata Natha berbinar senang dan tersenyum mengembang. Akhirnya, yang ditunggu sampai juga.
Terlihat semua murid yang berhamburan keluar kelas dan berjalan menuju arah kantin. Dan guru yang kembali ke kantor. Saat Natha hendak berbalik ia merasa seperti diperhatikan. Ah, lupakan.
Saat Natha hendak melangkah ke arah kiri sontak tubuhnya seperti melayang.
Prang
Duk
Jantung Natha berdetak lebih kencang. Wajahnya berubah menjadi pucat pasi. Gadis itu menatap kedua tangan kekar yang melingkar di pinggangnya. Sontak Natha mendongakkan kepalanya menatap siapa yang telah menolongnya.
"Alde," ujar Natha dengan lirih. Suara Natha berubah menjadi parau. Semua yang terjadi begitu cepat.
Andai Alde tak datang menolongnya bisa ia pastikan kepalanya sudah pecah tertimpa oleh batu dan kaca itu. Natha menatap serpihan kaca yang sudah berserakan dan dua batu berukuran besar.
"Kamu gak papa?" tanya Alde menatap wajah Natha dengan khawatir.
Tak ada jawaban dari Natha membuat Alde mengikuti arah pandang gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Riddles Of Boy [COMPLETED]
Ficção Adolescente⚠️WARNING⚠️ CERITA BUKAN UNTUK DITULIS ULANG! TOLONG HARGAI IDE DARI PENULIS. JADILAH PENULIS YANG BERKARYA DENGAN HASIL OTAK SENDIRI BUKAN DARI ORANG LAIN. BERANI BERKARYA ITU BAGUS! YUK, KURANGI POPULASI PLAGIAT. Blurb: "Hanya menjalankan se...