"Re, bagaimana jika kita tinggal bersama untuk membesarkan anak kita? Aku berani bersumpah akan mencintaimu dan anak kita!" Oh, aku seperti masuk ke dalam negeri dongeng dan bertemu pangeran super tampan, namun sialnya si 'pangeran tampan' ini kehadirannya sama sekali tak kuinginkan. "Oke, Jadi begini," aku berdehem sebagai pembuka ala-ala novel fiksi dewasa saat menghadapi CEO menawan, tampan dan bersahaja. "Pertama, aku baik-baik saja. Kedua, anakku baik-baik saja. Dan ketiga, kita berdua sudah bercerai." aku menutup ucapanku dengan anggukan yakin dan mantap ala janda desa yang punya kekayaan tujuh turunan. "Keempat, kita belum bercerai. Dan kelima, bukan hanya anakmu saja, dia juga anakku!" lanjut si Ex-husband. Aku, tentu saja melotot sejadi-jadinya. Si gila tahta ini akhirnya mengakui anaknya yang dulu tak dia diinginkan. Oh shit, rasanya selain ingin menggampar wajahnya yang menawan itu aku juga ingin menjambak rambut cokelatnya. Berani sekali dia menunjukkan wajahnya yang mirip sekali dengan versi sachet yaitu anakku. Danzelion Aurigae Byantara, tak akan kubiarkan istanamu di jajah, nak. Akan ku perjuangankan kemerdekaan kita meski itu sampai titik darah penghabisan. Oke lebay, kalau ingin tau kelanjutan ceritanya kalian bisa langsung membaca bagaimana caraku 'berjuang melawan penjajah hidup' itu.