"Mau ngapain?" Itu adalah kalimat tanya bernada antisipasi yang terlontar dari bibir Ibu Edo. Dua pria tengah berdiri bersisian- menghadapnya seperti ingin meminta ijin. Nampak kontras sekali, satu sisi begitu coklat dengan otot berisi. Sementara sisi lain terlihat putih, bersih dan kurus-tak nampak memiliki cukup tenaga.
"Main PES." Jawab Eran sebagai orang yang mengajak kakak lelakinya untuk bermain.
"Ngga ada, Ibu lagi nanggung nih. Sebentar lagi si Rendinya kena azab." Tolak Ibu Hana tegas sambil menjelaskan sudah sampai mana perkembangan FTV Indosiar yang dia tonton. Layar LCD berukuran 40 inc saat ini menampilkan artis cantik yang tengah naik daun dan pria kantoran yang nampak bersahaja.
Eran menghela nafas, berusaha untuk bersabar. Sebab beberapa menit yang lalu sebelum memanggil Edo, dia sudah men-setting layar LCD dan PES tersambung. Tapi kenapa, tiba-tiba sudah berubah menjadi drama ala-ala yang membuat banyak Ibu rumah tangga di Indonesia jadi berpikiran buruk tentang suaminya?
Hmmm. Sabar Eran.
"Kira-kira berapa menit lagi sinetronnya selesai Bu?"
"Ini bukan sinetron!"
Wanita yang tak mengenakan jilbab di rumah itu nampak tak suka ketika Eran salah menyebutkan jenis tontonan yang sedang dinikmati Ibu Hana.
"Tapi ada dramanya kan Bu? Itu berarti sinetron." Eran tetap kekeuh mempertahankan argumennya.
"Kamu ngga tau apa bedanya FTV, film dan sinetron?"
Ya ngga penting juga aku tahu lah. Eran hanya mampu mendebat dalam hati. Kenyataannya hanya sebuah gelengan kepala ia berikan sebagai jawaban.
"Hmmm pantes kamu belum lulus-lulus. Udah! Kalian main catur aja, biar otaknya terlatih dan pinter sedikit. Jangan suka main sesuatu yang ngga bermanfaat." Itu jelas untuk Eran saudara-saudara. Bu Hana mana bisa mengatai anak tersayangnya macam itu.
Kenapa harus bawa-bawa lulus kuliah segala?
Eran benar-benar mulai terpancing. Beruntung Mamahnya memberi nasehat untuk selalu menghormati orang tua. Untuk itu sebisa mungkin mulutnya di rem, agar tidak sampai reflek mengumpat.
"PES juga bermanfaat, di sana kita putar otak, buat strategi. Ngga cuma nangis-nangis."
Mendengar kata terakhir Eran, reflek kepala mertua kakaknya menoleh ke belakang. Mengirimkan kilatan amarah yang tergambar jelas di mata yang menyipit tajam bagai sinar laser. Berusaha tak terpengaruh, Eran hanya diam sebelum akhirnya ditarik oleh Edo ke dapur. Atau sebenarnya ke halaman belakang karena dapur dilewati begitu saja.
"Ah ngga jadi main PES Mas." Sesal adik Elsa.
"Ngga apa-apa. Kita ngobrol aja. Nanti kalau Ibu sudah ngantuk kita baru mulai."
"Yakin bisa?"
"Hmm?" Edo sedikit bingung dengan maksud pertanyaan Eran. Sambil mendudukkan diri di kursi rotan menghadap taman kecil, Edo mengeluarkan ponsel dari saku celananya.
"Ini malam jumat loh Mas. Aku tahu sunnah."
Dari sudut matanya, Eran menangkap pergerakan kecil di bibir Edo. Kakak iparnya diam-diam tersenyum.
"Tahu bukan berarti paham." Balas Edo dengan tidak mengalihkan perhatiannya dari ponsel. "Sunnah malam jumat bukan hanya itu saja saudara Eran."
"Kenapa ngga bujuk Ibu biar tidur sekarang aja Mas? Pasti kalau Mas yang ngomong, Ibu akan nurut."
Dan setelah Edo meletakkan ponselnya di meja kecil berbentuk bundar yang memisahkan dua kursi rotan. Eran siap untuk mendengarkan apapun nasehat, petuah bahkan omelan Jatmiko Edo Bagaskoto yang ditujukan padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Real Home Is You 2 [End]
RomanceSekuel The Real Home Is You. Elsara, si wanita cantik putih manja. Menemukan sisi hangat dan romantis pada lelaki tinggi besar yang kaku. Tak ada kehidupan yang sempurna, saat Elsa merasa rumah tangganya bahagia. Tuhan menurunkan suatu cobaan. Ujian...