Chapter 4

76 17 16
                                    

Anak berusia kurang lebih 8 tahun nampak tengah makan disuapi oleh salah satu pelayan yang bekerja dirumah itu, tangan kanannya terdapat alat penyangga dan tangan mungil itu berbalut kau khas.
Anak perempuan itu makan dengan tenang dan diam meski pelayan yang menyuapinya sesekali berceloteh membuat suasana lebih hidup karena anak itu tidak bersuara atau berceloteh seperti biasanya.

Tak lama seorang wanita datang dengan menggandeng seorang anak perempuan yang sekiranya seumuran,
"Halo Jungwoo sayang, bagaimana kabarmu?" Wanita itu menyapa dengan ramah.

Anak yang berbalut gips ditangan kanannya itu menatap wanita itu lalu ia menatap anak yang di samping wanita itu,
Ia merasa tidak sini akan anak perempuan itu.

Kepala pelayan yang kebetulan lewat melihat seseorang yang dikenal kini menghampiri mereka,
"Nona Bae, anda disini?" Kepala pelayan itu bertanya.

Wanita itu menoleh lalu tersenyum,
"Iya aku ingin menjenguk Nyonya Kim." Katanya.

Kepala pelayan itu melirik Jungwoo yang menatap anak di samping wanita yabg dipanggil Nona Bae itu.
"Mari saya anda antar menemukan beliau."

"Ah terimakasih."

Kepala Pelayan itu mengangguk,
"Pastikan Nona Jungwoo makan dengan banyak." Kini pandangannya teralih ke pelayan yang ikut membantu anak kecil yang tengah cidera itu.

"Baik"

"Mari"
Tiga orang itu karena beranjak pergi dari sana.

"Nona mengenal anak kecil itu? Aku lihat tadi Nona memperhatikannya."

"Aku pernah melihatnya disekolah."

"Oh"

"Aku sudah kenyang."

"Tapi.. "

"Tidak apa, buang saja sisa makanannya agar kepala pelayan tidak marah. Dia itu cerewet."

Kekehan terdengar dari pelayan itu,
"Jangan bicara seperti itu nanti dia dengar dan akan marah."

"Biarkan aku akan bilang pada Appa."

"Aku mau ke kamar."

"Sebentar saya bereskan dulu ini."

"Tidak perlu, aku ke kamar sendiri."

"Tapi Nona.. "

Anak kecil itu lebih memilih pergi membuat pelayan itu menghela nafas.

.

Anak kecil itu bukan menjadi lantai dua untuk ke kamarnya tapi melainkan ke arah selatan satu kamar kamar lantai satu,
Ia melihat pintu coklat itu sedikit terbuka ia mendekat.

"Andai saja dulu aku lebih keras lagi dan memaksa Jongin pasti kita sudah berada dirumah ini menjadi keluarga dan kau menjadi menantuku."

"Dan gadis manis ini akan jadi cucuku, ah bagaimana jika kau jadi cucuku saja? Dan kau jadi menantuku Irene."

"Nyonya ini bicara apa, Tuan Jongin masih berkabung."

"Tidak masalah, lagipula Jongin tidak bisa bersedih dan jatuh seperti itu terus menerus. Dia harus bangkit."

"Ini masih terlalu dini, apa kata orang nanti lagipula Jongin pasti akan menolak."

"Sayang bisakah kau bermain diluar sebentar, nenek ingin bicara dengan eomma mu. di halaman belakang banyak kelinci yang dipelihara disini kau pasti suka."

Love and HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang