Melo mengotak-atik kalkulator di ponsel, sesekali mencoret kertas kosong. Sekarang ia sedang menyelesaikan tugas matematika yang akan dikumpulkan besok. Jujur, Melo sangat bodoh dalam pelajaran satu ini. Serasa otaknya mau meledak sekarang juga.
Wajah serius gadis itu berubah tiba-tiba. Melo tertawa kecil, namun tangannya tak berhenti menari di atas kertas. Masih ingat waktu di dalam kelas saat selesai upacara bendera tadi pagi? Yap! Lelucon tidak lucu yang diciptakan Dono. Entah mengapa sangat lucu bagi Melo, sampai kadar kelucuannya belum menurun hingga saat ini.
20:26 ..., empat angka itu tampak di pojok kiri atas ponselnya. Melo mengembuskan napas kasar. Tugas matematika sebanyak sepuluh nomor, dua nomor sudah ia selesaikan. Bisa hitung berapa sisanya?
Gadis berkepang dua itu hendak beranjak ke kasur bergambar awan-awan, tak jauh dari meja belajar. Namun belum lagi ia berdiri, tangannya tak sengaja menabrak tumpukan buku di meja. Alhasil buku-buku tersebut jatuh berserakan.
Melo menunduk mengumpulkan benda-benda yang dijuluki 'jendela dunia' itu. Setelah semua tersusun, Melo lalu mengangkatnya dan menaruh kembali di meja. Mata gadis itu mendapati sebuah kertas tebal, kertas itu terselip di dalam buku--salah satu buku yang jatuh yang baru saja Melo kumpulkan. Dengan asal Melo meraihnya.
Seorang wanita dan gadis kecil bergandeng tangan di halaman rumah--membelakangi kamera, tampak dalam foto tersebut.
"Kapan te-te-terakhir kali gue sentuh fo-foto ini?
Melo melirik buku dimana foto itu terselip. Itu buku semasa SD. Beberapa detik kemudian, ia kembali melihat foto di tangannya.
"Gu-gu-gue cuma punya ini," lirihnya.
"Kangen. Ke-ke-kenapa pa--"
Tok tok tok
"Mel."
"Iya Pa." Secepat kilat Melo menyimpan foto tersebut. Ia berjalan ke arah pintu dan membukanya.
"Kamu lagi ngapain?"
"Bu-bu-buat pr, Pa."
"Kenapa gugup gitu?"
"I-i-i-i-itu Melo--"
Ucapan Melo terpotong karena Aryo mengelus kepalanya dan berkata, "Papa keluar sebentar ya?"
Melo mengangguk. "Bukan pertanyaan, tapi pernyataan. Mau Melo kasih izin atau gak kasih izin, Papa tetap pergi kok."
Aryo tersenyum kecil kemudian pergi. Terdengar suara pintu dikunci. Ya, Aryo selalu mengunci pintu saat keluar malam.
Melo kembali menutup pintu kamar. Ia mengelus dada, lega.
"Melo-melo, gimana tadi ka-ka-kalau Papa tahu gue ma-ma-masih simpan foto i-i-itu?" monolognya kemudian menggeleng kuat.
"Papa gak bo-boleh tahu!"
Melo mengambil buku tempat ia menyimpan foto tersebut, mengganti posisinya menjadi urutan paling bawah dalam tumpukan.
Ting
Melo melirik ponselnya. Layar ponsel menyala, menampilkan pesan whatsapp. Keningnya bertaut, tapi akhirnya ia mengambil benda itu. Melo beralih ke kasur, merebahkan tubuh di sana.
Alan
Mel?
20.48Anda
Iya?
20.49Alan
Lagi ngapain?
20.49Anda
Gak ngapa-ngapain
20.49Alan
Owh
20.50Anda
Kenapa?
20.50Alan
Gak kenapa-napa
20.50Anda
Loh?
20.50Alan
Gue mager
20.50Anda
Oh
20.51Alan
Pr lo udah selesai?
20.51Anda
Pr apa?
20.51Alan
Semua
20.52Melo melirik meja belajar. Ia sampai lupa, pr matematikanya belum selesai. Ia benar-benar kewalahan.
"Apa gue nyontek p-p-p-punya Alan aja ya? Dia 'kan pi-pintar matematika."
Melo menggeleng kuat. "Gak! Gu-gu-gue masih tau diri."
Anda
Udah selesai
20.53Alan
Gue juga😘
20.55Sorry salah emot
20.55Melo melempar asal benda pipih itu. Jantungnya berdegup kencang hanya karena satu emoji sialan itu. Padahal sudah dibilang salah kirim emoji. Efek tidak pernah pacaran.
"Apaan sih?"
~¤¤¤~T B C
KAMU SEDANG MEMBACA
Piano Melo (On Going)
Teen Fiction"Permainan hidup itu ibarat piano. Tuts putih sebagai kebahagiaan. Tuts hitam sebagai kesedihan. Jika salah satu di antara keduannya tidak berperan, maka alunan nada musik yang dihasilkan tidak akan selaras." Ini bukan petunjuk tentang cara memainka...