Hari sial bagi Melo. Karena bangun terlambat, ia jadi berakhir dengan hukuman ini. Terhitung satu minggu lebih, proses belajar mengajar di SMA Harapan Bakti. Melo tak selera menatap bunga-bunga mawar yang ia siram. Matanya memang tertuju pada bunga-bunga itu. Tidak dengan pikirannya. Ada satu hal yang memenangkan pikirannya akhir-akhir ini. Hal itu juga yang membuat dia tidak bisa tidur sampai jam tiga pagi, hingga ia bangun terlambat.
"Lo ... cewek gagap itu, kan?"
Suara bariton khas remaja membuat Melo membubarkan lamunan. Gadis itu menoleh ke sumber suara dan mendapati seorang siswa kelas sepuluh yang juga sedang menjalani hukuman. Melo tahu laki-laki yang bertanya padanya ini adalah siswa kelas sepuluh. Pasalnya dia pernah melihat orang ini mengikuti kegiatan PLS, sebagai siswa baru.
Melo tidak menjawab. Mungkin saja lelaki itu tidak bertanya padanya, kan? Tapi di halaman perpustakaan ini hanya ada mereka berdua.
"Gue nanya sama lo!"
Melo terpaksa menoleh lagi. Masih tidak menjawab. Untuk apa meladeni? Toh, orang itu pasti hanya ingin menghinanya. Di hari pertama PLS kan Melo pernah memperkenalkan diri.
"Lo bisa dengar gak sih?"
Melo tetap diam. Ia tak sadar, bahwa tindakannya telah membangunkan singa tidur.
Laki-laki itu mendekat, lantas menarik bahu Melo agar menghadapnya. "Gue nanya--"
"Sevan."
Keduanya menoleh ke sumber suara. Sevan langsung menyingkirkan tangan dari bahu Melo, lalu membuang asal selang air yang dipegang dengan tangan lainnya. Kemudian dia beranjak, bergabung bersama kedua temannya yang berjalan mendekati mereka berdua. "Lo berdua ke mana aja?"
Melo menatap tajam dia yang sekarang Melo ketahui bernama Sevan. Gadis itu melirik selang air yang dibuang sembarang tadi. Airnya masih mengalir. Dengan cepat ia memutar kembali keran.
"Dasar!"
~¤¤¤~
Melo mondar-mandir di depan gerbang sekolah. Dia sedang menunggu angkutan umum. Tadinya Alan mengajak untuk pulang bersama. Tetapi ia menolak. Entah bagaimana jalan pikiran gadis itu. Padahal kan uangnya tidak perlu keluar buat naik angkot. Lagipula Alan teman kelasnya. Ya, teman kelas.
Awal berdialog dengan Alan, Melo pikir dia itu kurang waras karena cerewet. Ternyata salah. Saat mereka berdua sama-sama dihukum waktu PLS, mulai dari situ mereka dekat. Rupanya Alan itu siswa berprestasi di bidang akademi, terutama matematika. Rupanya cerewet lelaki itu adalah bentuk dari sikap ramah. Lagipula dia tidak terlalu banyak bicara. Melo saja yang berlebihan hingga menganggap dia cerewet.
Tak sengaja Melo melempar pandang ke arah seseorang. Seorang gadis berkacamata yang juga berdiri di tepi jalan.
"Gue salah apa?" gumam Melo. Ia rasa tidak pernah mencari masalah dengan gadis berkacamata. Jangankan mencari masalah, berbicara dengannya saja belum pernah. Tapi kenapa, semenjak pertama kali berpapasan, gadis itu selalu menatapnya seolah hendak memperingatkan sesuatu.
~¤¤¤~
Matahari kembali ke peraduan. Saatnya hewan malam berkeliaran. Para pekerja siang kembali ke rumah. Dan para pelajar rajin mengerjakan tugas sekolah. Melo termasuk di opsi ketiga. Dan sekarang, ia sedang berkutat dengan buku-buku. Tepatnya ia sedang menyalin tulisan dari sebuah buku ke buku catatannya.
Yesterday my family went to the zoo to see the elephant and other animal. When we....
Pelajaran bahasa inggris menjadi pelajaran yang paling digemari gadis berkepang dua itu. Bagi sebagian besar pelajar, bahasa inggris adalah pelajaran yang membosankan. Hal itu yang membuat Melo heran. Baginya, belajar bahasa asing merupakan hal terkeren.
Aneh?
Jalan pikiran setiap orang berbeda-beda, bukan?
Tok tok tok
Itu bunyi pintu kamar diketuk. Melo menghentikan kegiatannya. "Ada apa, pa?"
"Papa keluar sebentar ya, nak."
Itu kan? Lagi dan lagi!
Melo beranjak membuka pintu. Menampilkan seorang pria paruh baya.
"Papa keluar sebentar, ya!" kata Reno sekali lagi pada putrinya.
Melo mengangguk sebagai jawaban.
"Jangan lupa makan," pesan Reno kemudian keluar dari rumah bernuansa minimalis itu.
Melo terdiam. Ia masih berdiri di depan pintu. Kenapa akhir-akhir ini papanya selalu keluar malam? Eits, bukan akhir-akhir ini. Tapi semenjak saat itu. Semenjak saat itu papanya selalu keluar malam. Hanya saja Melo baru menyadarinya sekarang.
Aneh. Tapi itulah kenyataan. Pikiran gadis itu baru mulai terbuka semenjak masuk Sekolah Menengah Atas. Kemarin malam ayahnya kembali ke rumah sekitar jam empat pagi. Hal itulah yang memenangkan pikirannya hingga saat ini. Ia bahkan bangun terlambat kemarin. Dan kalian sudah tahu akibatnya, kan?
Drrrtt drrttt
Melo sontak mencari ponsel. Ia membongkar beberapa barang di atas meja belajar. Dan akhirnya dapat, kemudian dia meraih benda pipih itu. Nomor tidak dikenal!
"Nomor siapa i-i-ini?" gumam Melo lalu mengangkat panggilan tersebut.
"Halo!"
"Iya. Ini siapa?"
"Ini Melo, kan?"
Melo menjatuhkan dirinya di atas kasur bergambar awan-awan. "Iya. Ini si-si-siapa?"
"Alan."
Oh iya, dia hampir lupa. Di jam pelajaran kosong tadi, Alan sempat meminta nomor teleponnya.
Dasar Melo!
~¤¤¤~
T B C
KAMU SEDANG MEMBACA
Piano Melo (On Going)
Teen Fiction"Permainan hidup itu ibarat piano. Tuts putih sebagai kebahagiaan. Tuts hitam sebagai kesedihan. Jika salah satu di antara keduannya tidak berperan, maka alunan nada musik yang dihasilkan tidak akan selaras." Ini bukan petunjuk tentang cara memainka...