𝐂𝐡𝐚𝐩𝐭𝐞𝐫 𝐕𝐈.

37 8 0
                                    

𝐌𝐎𝐍𝐎𝐊𝐑𝐎𝐌 | 𝐂𝐇𝐀𝐏𝐓𝐄𝐑 𝟎𝟔

"Hey, I missed you too,"

"And just so you know,"

"I still love you."

Lagu berjudul if u could see me cryin' in my room itu, masih terputar dengan iringan piano yang Lea mainkan sendiri. Lagu yang akhir-akhir ini selalu Lea dengarkan saat waktu kosong, dan kadang di tengah saat lagu itu terputar, dirinya akan menitikkan cairan yang berasal dari netra. Mungkin jika Lea boleh jujur mengenai dirinya sendiri, ia akan mengatakan bahwa ia adalah pribadi yang sangat mudah terbawa suasana juga perasaan.

Ada waktu dimana dirinya tidak ingin menjadi seseorang yang terlalu larut dalam suasana. Ingin rasanya menjadi sosok yang tidak selalu memikirkan hal yang membuat dirinya sendiri terbebani. Namun, ini sudah menjadi kebiasaan buruknya, yaitu menjadi seseorang yang suka dan selalu mempersulit diri sendiri.

Oh ya, Lea memutuskan untuk izin tidak mengikuti jam pelajaran berikutnya dengan alasan merasa kurang enak badan. Ia juga berbohong pada guru mata pelajarannya perihal ia yang akan beristirahat di ruang UKS. Yang pada kenyataannya ia tengah menyendiri di ruangan musik milik sekolah.

Si puan yang tengah terduduk itu kembali berdiam, sesekali ia akan menghembuskan napas. Seolah-olah dengan melepaskan karbondioksida dalam tubuhnya, maka juga akan melepaskan penat pada benaknya. Mampu Lea rasakan ketidaknyamanan akibat sembab pada matanya, berkat kegiatan yang sedari tadi yang ia lakukan hanyalah menangis.

Katakanlah dirinya murah air mata, namun bagi Lea setidaknya dengan menangis ia menjadi lebih tenang, setidaknya dengan menangis, gadis itu mampu menghilangkan sedikit perasaan sedih dan marahnya.

Mengusap bagian wajahnya yang basah berkat air mata itu kembali turun, dan Lea pun bergumam,

"Aduh, capek juga ya lama-lama." Ujar Lea ditengah tangisnya sembari terkekeh. Sesak rasanya, gadis itu pun memukul dadanya guna menghentikan tangisan tidak guna yang cukup menyiksa.

"Tapi begonya, ada bagian dari diri gue yang masih percaya kalau harapan itu bakal jadi nyata satu hari nanti."

Setelah kalimat itu terucap, Lea pun dengan spontan menciptakan senyuman pada wajah sembab miliknya. Senyum yang memiliki banyak cerita tentang luka dibaliknya.

Dan ternyata, sedari beberapa menit lalu ada sepasang netra yang melihat dirinya, juga ada sepasang rungu yang mendengar gumaman kecilnya. Eksistensi pemuda itu juga kembali mendengar bahwa tangis milik Lea pecah untuk ke sekian kalinya. Dan entah mengapa jauh di lubuk hatinya sana, ada gelenyar rasa sakit yang hadir.

Namun, sisi munafiknya tak ingin mengakui bahwa rasa itu ada. Dirinya menganggap bahwa hal itu hanya singgah, dan akan pergi pada waktunya.

Sadar akan situasi yang cukup keruh, maka pemuda itu dengan cergas segera beranjak dari tempatnya. Hingga sebelum pemuda itu benar-benar pergi, Lea sudah menyadari bahwa tadi ada seseorang yang tengah berdiri di dekat pintu ruangan ini. Presensi yang sangat ia kenal meski hanya melihat dengan sekilas.

"Itu tadi Keenand?" Gadis itu bertanya pada dirinya sendiri, pasalnya belum ada satu menit lalu ia mendapati ada seseorang yang berada di pintu.

Pikirnya itu Keenand, karena mirip sekali. Ah, atau karena kepalanya sedang di penuhi oleh pemuda itu ya? Jadi mengira bahwa itu Keenand?

MONOKROMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang