0 2

117 60 46
                                    

"ICAAAA!" teriak Natasha saat melihat kedatangan temannya setelah melaksanakan hukuman yang diberikan oleh Pak Herman.

Ica dan para siswa terlambat lainnya kali ini dihukum untuk membersihkan kamar mandi kelas 10. Sungguh, Ica rasanya ingin kabur dari hukuman itu namun Pak Herman tetap kekeuh mengawasi anak didiknya yang membuat ia bergidik ngeri.

Merasa telinganya sedikit berdengung Ica reflek menutup telinga dengan kedua tangannya.

"NATA LO BRISIK BANGET!" teriak penghuni kelas belakang yang sudah bisa ditebak pasti sedang memainkan game online dengan berjejer layaknya seperti orang yang tengah kelaparan.

Lihat saja ada yang mempertahankan posisi tak nyamannya hanya untuk bisa mengisi daya ponselnya, ada juga yang tidur beralaskan pantat temannya yang sedang tengkurap, ada juga yang menumpukan kakinya di meja dengan kepala yang berada di kursi. Semua itu mereka lakukan demi mengikuti permainan online ini dengan khidmat.

"Yang matiin ac nya gue sumpahin besoknya dioseng sama t-rex!" sumpah serapah sudah terlontar dari salah satu teman Ica yang sedang bermain game juga dibarisan belakang, masih dengan menatap ponselnya.

Ica akui kelasnya memang sedikit absurd, bukan sedikit lebih tepatnya overdosis tidak waras. Dari yang Nata dan Qilla ceritakan padanya ada satu kejadian yang membuatnya tertawa terbahak bahak yaitu saat Aji tidak sengaja menendang botol minuman yang berisi soda mengenai kepala guru yang tengah menghukum muridnya diluar kelas.

Aji yang memiliki humor sangat receh pun bergegas menghampiri guru tersebut dan bersujud mencium kaki guru tersebut dengan berkata "Bapak maaf saya tidak sengaja, maaf bapak, tadi mata saya ke cor semen." dengan nada menangis yang dibuat buatnya.

Guru itu pun menjewer telinga Aji yang dibalas dengan "Demi krebi peti yang dicocol saus tar tar, saya gak sengaja Pak sumpah, Bapak bisa buka dada saya dan hati nurani saya, mana tega saya." ucapnya lagi.

Ica yang mendengarnya hanya tertawa dan membayangkan ekspresi Aji saat berkata 'tadi mata saya ke cor semen' demi apapun Ica ingin menabok empedu aji dengan dollar Amerika.

"Kenapa?" tanya Ica saat sudah mendudukan tubuhnya di bangku belakang mereka. Ica memilih duduk dibelakang mereka karena Ica memang masih malu kepada teman teman kelasnya walaupun mereka sudah mengajak Ica untuk mabar game online, hanya Aji lebih tepatnya.

Ica, Qilla, dan Natasha memang dulu saat smp cukup bisa dikatakan dekat, makanya saat mengetahui temannya itu memasuki sekolahnya dan kebetulan masuk kelas mereka, langsung saja mereka seret untuk mengelilingi sekolah ini.

"Tadi lo bareng siapa? dilihat dari motornya sih kayak gak asing ya Qil?" tanya Natasha sambil bertanya kepada Qilla yang mengikuti alur pembicaraan mereka.

"Tadikan Arsel maju kedepan Nata! ya pasti Arsel lah masa motornya Aji, sekali buat jalan besoknya reparasi." julid Qilla sambil melihat Aji yang sedang mencium bau kotoran kuku kakinya sendiri.

"Serius lo berangkat bareng Arsel?!" Natasha kembali memastikan suatu berita besar tersebut, berhubung nama Arsel sudah tertulis dalam angkatan manusia dengan beribu fans.

"Iya gitu, ban mobil gue pecah sih makanya nebeng dia." jujur Ica.

"Gila ya! gimana rasanya dibonceng Arsel?! bahunya bahuable ga? wangi ga? keteknya bau ga? pung-"

"Sekalian aja tanyain tangannya panuan ga? leher belakangnya item ga? tanyain gih tanyain." sela Qilla saat jengah menghadapi fans Arsel garis keras.

"Nah iya! berhubung Arsel kaya gamungkin sih kalo panuan atau leher item pasti dia perawatan badan sih." pikir Natasha dengan mengetukkan jarinya dibibirnya.

"Nggak Nat, leher nya putih banget kayak lampu senter, glow in the dark." ucap Ica dramatis.

"Skip! ini apaansih malah bahas Arsel, emang kakak lo gak mau ditebengin?" tanya Qilla terdengar lebih bisa dicerna oleh otak mereka.

"Mana mau, gue sampe ngemis ngemis di perempatan dia juga gabakal kasian. Ya cuma dipanggilin temen bengkelnya sih tapi gak dateng dateng." jawab Ica.

• • •

"Kemarin paman datang, pamanku dari..."

"Surga." sela seseorang saat Arsel tengah menyanyi dengan riang gembira.

"Astagfirullah Yon, paman gue gapernah mati suri." protes Arsel dramatis menatap temannya itu, Evander Leon Dirgantara.

"Lah yang kemarin lo ceritain siapa Sel?" tanya Regarvano Adrian.

"Tetangga gue curut!" sentak Arsel tak terima. Arsel memang kemarin bercerita mengenai tetangganya yang mati suri, katanya dia melihat awan entahlah Arsel tidak mau membahas kematian, cukup berat jika dosa dosanya masih menumpuk seperti ini.

Leon, Arsel, dan Regar sedang menikmati makan siang kali ini di stand kantin favorite mereka. Arsel sendiri lebih banyak berceloteh bernyanyi bahkan berpantun karena dia tidak suka kesepian.

"Eh cuy gue kemarin beli hoodie di distro nya Galen lumayan dapet diskon 5%" Arsel yang baru saja mengingat bahan gibah tersebut lantas mengutarakannya.

"Jadi berapa?" tanya Leon menyimak pembahasan mereka.

"700 an lumayan lah ya." jawab Arsel.

"Ck, murah." cibir Leon.

"IYE IYEEEE ANAK SULTAN PAKENYA LANGSUNG DARI PABRIK APALAH GUE YANG NYARI DISKONAN!!!" teriak Arsel mengundang tatapan bertanya tanya dari seluruh penjuru kantin.

"Pabrik nya aja gue beli." balas Leon.

"Lah si Galen baru buka distro udah diskon aja tuh bocah." ucap Regar menatap kedua orang didepannya.

"Namanya strategi penjualan, pinter dikit lo." pedas Arsel menimpuk kepala Regar dengan botol minum miliknya.

"Sayang ku ke kamu seperti jumlah debu di bumi, tak terhingga." ceplos Regar asal.

"Cinta ku ke kamu seperti pasar senin. Terbagi bagi." balas Arsel.

"Kamu itu kaya warteg." ucap Leon.

"Murah dong." balas Regar.

"Sederhana tapi berkualitas." sambung Leon.

"Kita nih bucinin siapa jancok!" tanya Arsel ngegas.


__________

Langsung scroll, jejaknya tinggalin. biar kalo ilang gampang dicari.

"Apa anjrit, gue bukan pemain."

-Aji Bagaskara

20 Februari 2020
(last revision)

ScusateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang