1 3

33 15 13
                                    

Ica tengah menunggu seseorang yang tadi berpesan untuk mengantarnya pulang. Sudah sekitar sepuluh menit tidak ada tanda lelaki itu akan menghampirinya. Sebelumnya, Qilla dan Nata sudah berpamitan untuk pulang duluan. Qilla sudah dijemput dengan sopirnya dan Nata yang sudah diantar pulang oleh Arsel.

Omong-omong, setelah kejadian saat itu membuat Arsel gencar mendekati Nata. Hingga Qilla yang sudah mengetahui kisah asmara mereka hanya terheran heran. Sebab Nata dulu mati-matian untuk mengejar Arsel, namun sekarang saat Arsel sudah berbalik mengejarnya, Nata seakan tidak peduli. Semacam ditarik ulur mungkin?

Ica mengembuskan nafasnya berat, berulang kali menatap jam di tangannya, lalu berbalik menatap pemandangan halte yang berisi beberapa pengendara yang pulang kerja atau pulang sekolah seperti dirinya.

Setelah sekian lama menunggu, suara deruman motor terdengar memasuki telinganya. Itu motor Leon yang tengah mendekati keberadaan Ica saat ini.

Ica beranjak mendekati motor Leon saat motor tersebut sudah berhenti di depan halte.

Leon melepas helmnya lalu mengibaskan rambut dengan jari tangannya, mengusap kasar lalu kembali menyisir ke belakang dengan jari tangannya hingga meneteskan air di pelipisnya.

"Lo pake aja helm gue."

"Kan lo yang bonceng gue, masa gue yang pake helm nya?" tanya Ica.

"Rambut gue lepek ntar." ungkapnya.

Lantas Ica mulai mengenakan helm tersebut. Hal pertama yang indera Ica tangkap, yaitu indera penciuman nya. Aroma rambut Leon menguar sopan membuat dirinya mabuk, hingga memejamkan matanya sebentar.

Jalanan siang ini terbilang cukup lenggang dibanding hari hari sebelumnya. Entah karena hanya sebagian orang yang pulang saat ini atau ada hal lain yang tidak ia ketahui.

"Mau makan sebentar?" tanya Leon disela berisiknya kendaraan yang melewati mereka.

"Boleh, gue juga belum makan siang."

Motor Leon melaju pesat membelah jalanan dengan cuaca yang sangat mendukung. Tidak panas tidak juga gelap, hanya mendung. Sepertinya cuaca dari bulan lalu akan menandakan musim hujan akan segera tiba.

Mereka berhenti di suatu tempat makan yang terbilang cukup ramai oleh remaja seumuran mereka. Mungkin karena namanya sudah tidak asing bagi sebagian orang.

"Oit bro, asik ada gebetan baru nih. Siapa? kenalin atuh." sapa orang dibelakang Leon saat mereka memasuki tempat makan tersebut.

Leon menolehkan kepalanya menatap lelaki yang menyapanya, "Dih sokap." cibirnya dengan tawa kecil.

Mereka lalu melakukan tos ala ala lelaki dan memeluk ringan.

"Bawa pacar nih?" tanyanya melihat Ica yang tersenyum kikuk menatap mereka.

"Lambemu." balas Leon.

"Hahahahah, udah sokin. Mau makan apa lu?" tanya lelaki tadi.

"Biasa."

"Kamu mau makan apa?" tanya Leon menatap Ica yang sedari tadi bingung dengan omongan mereka yang ngalor-ngidul.

"Heh?" tanya Ica semakin membingung dengan panggilan kamu dari mulut Leon.

"Spesies satu ini emang kudu digetok palanya dulu neng. Nenek gue aja baru bangun langsung dipanggil sayang." ucap lelaki itu ngawur.

"Fitness."

"Fitnah dongo, fitness tuh yang sering dilakuin si regal." ucap lelaki itu.

"Itu tennis, mulai lagi gue geplak lo." jawab Leon.

"Kamu mau pesan apa nona manis geulis saeutik." ucap lelaki tadi menyudahi obrolan absurd mereka.

"Samain aja." jawab Ica.

"Loh, kamu makan beling juga?" tanya lelaki itu.

"Dia nih makannya beling neng, penguasa ilmu rebus, eh debus."

Lantas Ica tertawa mendengar penuturan lelaki itu, ada ada saja.

"Eummm aku minumnya ganti taro milk bobba with ice cream vanilla and blend with taro cake." ujar Ica sambil membaca menu minuman dan campuran campurannya.

"Kasih topping chocochips juga." sambungnya.

"Setdah maju amat nih resto, kek starbrak." ceplos Leon.

Aneh ya kalau dipikir pikir, Leon menjadi seorang yang cerewet saat bertemu lelaki ini. Siapa sebenarnya dia.

"Kali kali tambahin menu pecel meong, belut bakar sambel lumut ngab." sambungnya lagi.

"Matcha beling with silver paku and blend with jampi jampi."

"Buruan, 15 menit ga dateng gue bakar." ucap Leon.

"Kurang asem." cibir lelaki itu lalu berjalan membuat menu untuk mereka.

Leon mendudukkan tubuhnya lalu merebahkan kepalanya dan tangan yang ia sandarkan memanjang diatas sofa. Sebentar ia memejamkan matanya meresapi aroma kafe milik sahabat kecilnya ini dengan tenang.

"Leon, tadi siapa? akrab banget keliatannya." ucap Ica yang sedari tadi bertanya tanya dalam benaknya.

"Jo."

"Jo?"

"Joshua Hermantyo, temen kecil gue. Dari dia lahir udah sama gue." ucap Leon.

"Lucu ya, positif vibes banget." ucap Ica.

"Emang gitu orangnya, kadang receh kadang garing, ketawa ketawa sendiri. Apalagi kalo udah sama arsel, regar." ungkapnya.

"Permisi tuan dan nyonya, satu bobi, satu smoothies, dua nasgor sosis super lezat mantap mantap." sela Jo meletakkan pesanan mereka, lalu duduk disebelah Ica.

"Mantap nya sekali aja bangsat, biasaan emang lo." cibir Leon lalu mengambil minumannya.

"Kan nasgor nya dua, kalo satu baru mantap doang." bela Jo dengan cengiran annoying nya.

"Cepet amat bikinnya, biasanya jadi tiga jam." julit Leon.

"Gue received 60 karyawan, 20 security, 30 barista, gan. gokil ga tuh." ucap Jo dengan senyum bangganya.

"Nol nya ilang semua. Gapapa halu dulu." ucap Leon setelah melihat jumlah karyawan dan seperangkatnya.

"Bodat, happines is hallusination."

"Sabodo teuing." ucap Leon acuh.

"Buset, tuh bisep kenceng amat ngejim lo?" ucap Jo sambil memegang lengan Leon saat minum.

"Anying, jangan pegang pegang. Kaya humu sat!" kaget Leon.

"Dia basket lain nge gym." sambung Ica, dia harus beradaptasi dengan Jo agar tidak seperti patung saja.

"Dih, serius lo?" tanya Jo.

"Jelas, aing nih."

"Gue juga olahraga, kaga kebentuk juga nih bisep." curhat Jo.

"Olahraga apa?" tanya Ica.

"Seni bekel."

"Air seni itu."

_________

Langsung scroll, jejaknya tinggalin. Biar kalo ilang gampang dicari.

"Mampir. Jl. H. Imran no 24 kebun jeruk."

-Jo

5 Maret 2020
(typed)

ScusateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang