Prolog

1.4K 225 57
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Benar adanya, bahwa hal yang paling sulit diredam oleh manusia adalah hawa nafsunya."

~Sinyal Hijrah dari Mantan~

***

Yumna sadar betul bahwa berkunjung ke apartemen Naresh di saat suasana sedang sepi adalah keputusan yang salah. Namun, mau bagaimana lagi? Melihat wajah pucat sang kekasih saat video call tadi jelas membuatnya khawatir. Takut terjadi apa-apa, akhirnya Yumna memutuskan untuk menjenguknya dengan membawa obat yang dia beli dari apotek serta bubur ayam yang baru dia beli di depan apartemen.

Baru saja masuk, Yumna disambut oleh lantunan lagu If I Let You Go milik Westlife. Spontan, dia menutup telinga akibat suara musik yang terlalu kencang.

Sadar kehadiran seseorang di depan pintu, Naresh langsung berdiri untuk mematikan musiknya. Langkahnya terlihat gontai seraya mempersilakan Yumna untuk masuk.

"Aku kan udah bilang. Jangan terlalu memaksakan diri untuk kerja kalau lagi kurang fit. Lihat sekarang, drop, kan?" gerutu Yumna setelah meletakkan bingkisan yang dia bawa ke atas meja.

"Salam dulu, Sayang. Baru datang udah ngomel aja," seru Naresh seraya mempersilakan Yumna untuk duduk.

Yumna berdecak kesal. "Assalamualaikum," sapanya diakhiri cibiran.

Naresh tertawa geli melihat ekspresi Yumna yang terlihat semakin menggemaskan saat marah. "Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh."

Yumna duduk di sebelah Naresh. Tangannya terangkat untuk mengecek suhu tubuh sang kekasih dengan perhatian.

"Maaf, ya, Sayang. Janji nggak akan ngulangin lagi," ucap Naresh sambil tersenyum lebar.

Yumna mendengus sebal. Selalu saja, tiap kali dia marah-marah, Naresh tak pernah menanggapinya dengan serius. Sudah dewasa masih saja manja.

Namun, Yumna cukup paham dengan sifat Naresh. Dia sangat kekanakan. Naresh adalah anak tunggal dari keluarga terpandang. Sejak kecil, sudah terbiasa mendapatkan apa yang dia mau tanpa harus berjuang sendiri. Itulah sebabnya orang tua Naresh sangat menyetujui hubungan mereka berdua. Supaya tabiat keras kepala dan kekanak-kanakannya berkurang.

Sudah berkali-kali juga orang tua Naresh meminta dia dan Yumna untuk segera menikah. Anehnya, Naresh selalu saja berdalih bahwa dia ingin memperbaiki diri dulu.

Bisa dikatakan, Naresh adalah laki-laki pecundang. Karena laki-laki yang gentleman adalah laki-laki yang berani menyematkan cincin pernikahan di jari manis, bukan sekadar bualan dilengkapi janji manis yang ending-nya hanya bikin nangis.

"Makan dulu, ya? Setelah itu minum obat," ujar Yumna seraya mengeluarkan bubur ayam yang dia beli tadi.

"Males, ah! Masa bubur ayam, sih? Kamu kan tau aku nggak suka makanan lembek kayak gitu," protes Naresh sambil mengerucutkan bibirnya.

"Sedikit aja."

"Nggak mau. Lembek, Na."

"Kalau nggak mau yang lembek, makan aja batu!" sentak Yumna seraya meletakkan mangkuknya di atas meja dengan dengan perasaan dongkol hingga menimbulkan benturan yang begitu nyaring.

Masih sakit saja Naresh masih bisa membuatnya sebal setengah mati. "Kamu bisa nggak sih sekali aja nurut? Kalau kayak gini terus aku yang khawatir," gerutunya yang tanpa sadar membuat Naresh senyum-senyum sendiri.

"Takut banget, ya, kehilangan aku?" celetuk Naresh seraya menaik-turunkan alisnya menggoda Yumna.

"Menurutmu?!" sentak gadis berhijab pashmina hitam itu seraya memukul pelan lengan Naresh.

Naresh semakin tak kuasa menahan tawa. Digenggamnya tangan Yumna dengan erat bermaksud menenangkan gadis itu. Naresh merasa begitu beruntung memiliki kekasih secantik dan sebaik Yumna. Gadis itu selalu bisa membuatnya tersenyum dengan alasan sekecil apa pun.

Laki-laki itu terus memandangi mata indah Yumna. Perasaan takut kehilangan sering kali menyergap. Naresh terlalu takut jika Yumna meninggalkannya. Ya, laki-laki itu tentu amat sadar dengan tingkah lakunya yang kekanakan. Dan Yumna hadir sebagai pelengkap yang menutupi ketidaksempurnaannya.

"Yumna?"

Gadis itu mendongak. Membalas tatapan Naresh dengan sedikit gugup. Detak jantungnya berpacu begitu cepat saat menyadari posisinya yang terlalu dekat dengan Naresh. Entah mengapa, pandangan Naresh tampak berbeda kali ini.

Naresh memeluknya. Awalnya biasa saja, lama-lama dekapan itu semakin erat. Sontak hal itu membuat Yumna terperanjat dan berusaha menjauh dari sang kekasih. Sayangnya, Naresh tidak menghiraukan itu semua. Laki-laki itu mulai menghirup aroma strawberry pada tengkuk Yumna yang terlapisi hijab.

Plak

Yumna bergerak cepat menjauhi Naresh sesaat setelah Naresh nyaris menciumnya.

"Kamu nampar aku?" Naresh berucap seraya memegang pipinya yang terasa panas.

Yumna balik bertanya dengan tatapan tak percaya. "Kamu masih nggak sadar dengan kesalahan kamu?"

"Kamu kenapa, Yumna? Bukannya ini  hal yang normal dalam pacaran?"

"Normal?" Yumna tertawa miris. Secepat kilat dia meraih tasnya dan berdiri tidak jauh dari pintu.

"Kamu ingkar, Naresh. Kamu bertindak di luar batas hari ini."

Suasana mendadak hening. Naresh terdiam kaku di tempatnya. Laki-laki itu tidak berani melirik sedikit pun ke arah Yumna yang sedang menatap benci ke arahnya. Entah apa yang merasuki Naresh hingga berbuat nekat seperti barusan.

"Yumna, ak-aku—"

"Kamu kelewatan, Naresh! Kamu bilang, kamu sayang sama aku. Mau menjaga aku. Tapi apa yang kamu lakuin?" cerca Yumna habis-habisan.

Naresh berdiri. "Aku lakuin ini karena nggak mau kehilangan kamu, Yumna!" jawab Naresh terbawa emosi.

"Kalau kamu takut kehilangan aku, seharusnya kamu nikahin aku. Bukan mau ngerusak aku!"

"Ngerusak? Aku cuma peluk kamu. Emang salah kalau aku meluk seseorang yang aku cintai?"

"Salah. Karena aku yakin kalau aku nggak melarang, kamu akan bertindak lebih jauh."

Setelah mengucapkan itu, Yumna langsung pergi meninggalkan Naresh. Dengan tangan gemetar, dia mulai mencari-cari kontak seseorang untuk dihubungi.

"Ha-halo," ucap Yumna dengan terbata-bata. Bola matanya terus mengawasi sekitar, takut jika Naresh mengejarnya.

"Ibra, jemput kakak."




















______________________________________

Halo, Guys! Gimana nih dengan prolognya?
Jangan lupa tinggalkan jejak, ya 🌞

Kira-kira Naresh cocoknya diapain, nih?

Sinyal Hijrah dari Mantan (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang