Part 28

446 31 0
                                    

Singapura
Gedung apartemen penginapan

Sudah hampir dua jam Lila membolak-balikkan tubuh diatas ranjang. "Ck, susah banget sih mau tidur." Ia melirik jam dinding, pukul 21.50. "Apa... aku telpon Mas Rendra aja ya?" Meraih ponsel yang berada di atas nakas, menghubungi nomor yang ada di dalamnya.

Tutt... tutt... tutt... Sambungan terputus.

"Kok nggak di angkat sih? Apa Mas Rendra udah tidur!" Lila kembali memencet nomor telepon.

Tutt... tutt... tutt...

"Emang udah tidur kali ya, ini kan juga udah malem. Ya udah deh, kasihan Mas Rendra, pasti dia capek setelah seharian kerja." Lila kembali menaruh ponsel ke atas nakas.

Berkali-kali ia mencoba memejamkan mata lagi, tetapi alhasil sama saja. Tak ingin terjaga selama semalaman. Walau dengan penilaian tak enak, ia memutuskan untuk keluar menemui Ibu baik, berharap cara itu dapat mengurangi rasa kelesahnya.

Sampai di depan ruang kamar Ibu baik Lila mengangkat tangan bermaksud mengetuk pintu. Tapi ragu ia menarik tangan kembali. Menggigit bibir bawah seraya menautkan jari-jari.

Tok, tok, tok...

Ceklekk!.. Ibu baik membuka pintu. "Lila, ayo masuk!"

Lila mengintili Ibu baik, nimbrung di ruang tengah.

"Ada apa? Tumben kamu malam-malam ke sini."

"Em... Maaf, Bu Lila ganggu, Lila nggak bisa tidur. Ibu mau ya temenin Lila!"

Tersenyum. "Oh... Ibu pikir ada apa. Sini!" Ibu baik menepuk pahanya.

Lila pun menurut. Ia menempatkan kepala ke atas pangkuan Ibu baik.

Membelai kepala Lila lembut. "Kamu kenapa tidak bisa tidur?"

"Lila tidak tau, Bu."

"Mau Ibu dongengi?"

"Boleh," jawab Lila tersenyum.

"Dulu waktu anak Ibu masih kecil, Ibu juga sering mendongenginya. Setelah itu, ia langsung berhenti menangis dan tertidur."

"Benarkah?" terkekeh.

Ibu baik mengangguk dan mulai bercerita. "Saat musim panas di sebuah hutan, hiduplah seekor semut yang sangat rajin bekerja. Setiap hari ia tak kenal lelah mengumpulkan bahan makanan yang kemudian ia simpan di lumbung. Si semut bahkan tidak mengindahkan panas maupun hujan, ia mengupayakan hal tersebut supaya lumbungnya tidak kosong saat musim dingin nanti.

Suatu ketika saat dalam perjalanan mengumpulkan makanan, semut bertemu dengan belalang. Belalang menyapa si semut dan mengatakan kenapa ia begitu kerja keras sedangkan di hutan begitu banyak makan yang tersedia. Dengan bijak semut menjawab bahwa ia tak ingin kehabisan persediaan untuk musim dingin.

Sambil memakan daun yang didekatnya belalang mengejek si semut dan berkata lagi, “Musim dingin masih lama, tak perlu kerja begitu keras, bersenang-senanglah dahulu.” Tapi, semut tak mengindahkan kata belalang dan kembali meneruskan pekerjaannya. Hal itu berlangsung sampai beberapa waktu dimana si semut semakin rajin bekerja dan si belalang yang tetap bermalas-malasan.

Hingga musim dingin pun datang dan berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan, semut yang mempunyai persediaan makanan banyak bisa tinggal di rumah dengan nyaman, sedangkan belalang mulai khawatir karena makanannya sudah habis."

"Kasihan, belalang! Terus selanjutnya gimana, Bu?" sela Lila di tengah cerita.

Ibu baik kembali meneruskan, "Selanjutnya, belalang meminta bantuan kepada si semut, tentu saja si semut menolaknya. Tapi, melihat belalang yang hampir mati kelaparan membuat si semut tak tega, ia pun kemudian menolongnya. Tamat."

"Wah... ceritanya bagus, Bu," Lila menanggapi.

"Dari cerita tadi kita bisa ambil pesan baiknya. Janganlah kita bermalas-malasan seperti yang belalang lakukan! Nah... Lila harus bisa contoh semut yang bekerja dengan giat, agar kelak dapat menikmati hasilnya."

Tersenyum. "Iya, Bu. Lila akan selalu berusaha bekerja dengan giat," Lila meneladani nasihat Ibu baik.

Bandung
Kediaman rumah Rendra Atha Pratama

Didalam rumah, Bi Ami mondar-mandir sambil beberapa kali mendongak ke arah jam dinding. Pukul 12.30.

Tok, tok, tok... terdengar suara ketukan dari balik pintu utama.

"Tuan Rendra," gumam Bi Ami. Cekatan ia pun segera membukakan pintu.

Ceklekk!.. Alih-alih yang dilihat bukanlah Rendra, melainkan, "Non Mega," kejutnya.

Mega, tuntas dengan pendidikan S1 di Australi. Kini, gadis itu telah kembali ke Indonesia. Sudah berbulan-bulan menghabiskan waktu di rumah. Malam ini, ia baru saja pulang dari acara reuni bersama teman-teman SMA nya.

Sebab terlalu larut malam, ia takut jika Pratama akan memarahinya sampai di rumah. Jadi, dia memutuskan saja untuk menginap di rumah Kakaknya.

"Hai, Bi."

Bi Ami mempersilahkan gadis itu masuk.

Di ruang tamu Mega celingukan, "Dimana Kak Rendra, Bi? Sudah tidur ya."

"Nah, itu dia, Non Mega. Dari tadi pagi tuan Rendra belum pulang-pulang ke rumah," jelas Bi Ami risau.

"Loh, memangnya kemana kak Rendra? Tadi sore, dia juga tidak datang ke rumah papa." Mega merogoh benda dalam tasnya, memijit kontak yang bernamakan, Kak Rendra.

Tutt... tutt... tutt...

"Kok nggak diangkat sih?" Ia mencoba menghubunginya lagi.

Tutt... tutt... tutt... sambungan terputus.

Menghembuskan nafas kasar, "Mega mau susul kak Rendra ke kantor aja deh, Bi." Mega melangkah cepat hendak menuju pintu utama.

Ceklekk!.. Tanpa diduga, pintu utama menganga.

Dari sana nampak seorang pria dengan tatapan mata merah dan rambut acak-acakannya. Sempoyongan pria itu menerobos ke dalam rumah.

"Kak Rendra!" Mega tercengang, berlari mengikuti Kakaknya, "Kak Rendra dari mana? Kak Rendra kenapa?" tanya Mega panik.

"Bentar- bentar, Ga. Kakak capek, Kakak mau istirahat." Rendra mengangkat kaki naik ke lantai atas, tak menanggapi pertanyaan gadis itu.

Brakk..!

Mendengar bunyi bantingan pintu. Khawatir, Mega menyusul ke arah asal suara.

Tok, tok, tok...
"Kak Rendra! Kak Rendra kenapa?" menggedor-gedor pintu kamar Rendra.

"Aaaaahh.... Kenapa?" teriak Rendra dari dalam kamar.

Tersentak Mega menghentikan polahnya.

"Kenapa orang-orang yang aku sayangi pergi? Mama pergi, Lila pergi. Apa aku ini tidak pantas untuk di cintai? Salahku apa?... Aku kira, kamu bisa menolongku dari kenangan buruk ini, La. Tapi ternyata tidak. Aku salah, aku memang salah. Kamu yang membuatku bahagia dan kamu juga yang membuatku terluka. Kamu semangatku, La, tapi kenapa kamu meninggalkanku? Semua wanita itu sama saja. Kalian egois!"

Tes..! dari balik pintu, Mega yang tak kuat mendengar pun meneteskan air mata. Membekap mulutnya, "Kak Rendra."

***

Terimakasih bagi para pembaca yang sudah membaca part ini.

Maaf kalau ceritanya kurang bagus. Tapi kalau kalian suka, jangan lupa tinggalin vote dan komen ya! Jadi, kalau author tau kalian suka sama ceritanya. Nanti author bisa up sampai tamat.

#Salam untuk para readerku🌹🧡🧡

Rendra & Lila [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang