Kediaman rumah warisan mendiang Ayah dari Kristanto
"Bun ..! Bunda ...!" Kristanto masuk ke dalam rumah, memanggil-manggil istri tercintanya, Marlina.
"Iya, Yah. Ada apa, Yah...?" tergesa-gesa menemui. Mendapati Kristanto yang berada di ruang tamu Marlina menghentikan langkah kaki. "Ada apa, Yah? Pulang-pulang kok teriak-teriak." Terheran-heran melihat kelakuan Kristanto, tetapi ia juga bisa melihat ada kebahagiaan dari raut wajah suaminya.
"Sini, Bun!" Kristanto menarik bahu dan membawa Marlina duduk di kursi tamu. "Gini, Bun. Tadi saat mengantar Lila ke sekolah, Ayah ketemu sama teman kecil Ayah, namanya, Pratama. Ternyata, anak Pratama satu sekolah juga sama Lila. Setelah itu, Pratama mengajakku berbincang, ada banyak hal yang kami bicarakan. Ayah juga membicarakan tentang perusahaan Ayah yang mengalami kemerosotan pemasukan. Dan Mama tau Pratama bilang apa? Pratama bilang, dengan senang hati ia akan membantu perusahaan Ayah. Dia meminjamkan saham dalam jumlah besar, Bun. Dan Ayah rasa itu sangat membantu untuk memulihkan perusahaan Ayah," Kristanto menjelaskan panjang lebar.
"Benar, Yah! Syukurlah kalau benar begitu, Bunda senang sekali."
"Iya. Padahal, akhir-akhir ini Ayah jadi merasa putus asa untuk kembali mengurus masalah perusahaan. Tapi nampaknya, Tuhan masih memberikan kemudahan. Tidak pa-pa, Bun walaupun Ayah telah menjual kantor pusat dan rumah kita yang ada di Surabaya. Ayah harap, satu-satunya cabang perusahaan yang masih Ayah pegang di Bandung ini bisa menjadi awal dari kebangkitan perusahaan Ayah."
"Semoga, Yah, semoga keadaan kita bisa jauh lebih baik daripada sekarang ini," Marlina memeluk Kristanto dengan sukacita.
Pukul 20.55
Krik, krik, krik, krik... Suara jangkrik menemani suasana keheningan malam yang sepi nan tenang.
Ceklek!... Pintu kamar terbuka pelan. "Bunda masuk ya, La!" tanya Marlina membesuk di antara cela pintu.
"Iya, Bun. Masuk saja!" Lila tersenyum, kemudian kembali fokus pada buku pelajaran yang berletak di atas meja belajar.
Sejujurnya, Marlina senang melihat Lila. Setelah Lila tahu bahwa keluarganya tengah dilanda oleh kesusahan ekonomi. Gadis itu jadi lebih giat belajar daripada biasanya. Walau sudah dari kecil sejatinya, Lila adalah anak yang rajin dan cukup pintar.
"Lila?"
"Hem? Iya, Bun." Tetap fokus menulis pada buku pelajaran.
"Syukurlah. Akhirnya, permasalahan dan kesabaran kita selama ini terjawab."
Mengerlingkan mata, "Maksud Bunda?"
"Sekarang perusahaan ayah sedang berusaha bangkit dari keterpurukan, La," Marlina memperjelas.
"Hah, yang benar, Bun! Bagaimana bisa?"
"Iya, La. Keluarga kita beruntung sekali. Tadi ayahmu bertemu dengan rekannya yang berada di Bandung. Teman ayahmu itu sangat baik, ia meminjamkan saham yang jumlahnya cukup besar untuk perusahaan ayah."
Lila tersenyum bungah, "Jadi, ayah tidak akan menjual satu-satunya perusahaan yang ada di Bandung ini kan, Bun?"
"Tidak, Lila. Jika Ayah menjual perusahaan satu-satunya lalu bagaimana dengan nasib pekerjaan ayahmu nanti?"
"Syukurlah, Bun, Lila seneng ayah sama Bunda tidak terbebani lagi."
"Iya, Bunda juga seneng. Tapi Lila harus janji. Lila harus tetap rajin belajar dan jadi anak yang berbakti kepada kedua orang tua," Marlina menyayukan pandangan pada sang putri.
"Siap Bunda! Lila janji akan rajin belajar. Lila ingin jadi anak yang pintar, Lila juga pengen kuliah, kerja, dan jadi orang yang sukses kayak ayah. Dan akan jadi anak yang berbakti. Lila pengen ayah sama Bunda bangga sama Lila."
"Anak pinter!" Marlina membelai lembut puncak kepala anaknya. "Sudah malam. Ayo tidur!"
"Bentar, Bun ini mau nyelesain tugas sekolah dulu."
"Ya sudah. Kalau sudah selesai buruan tidur, ya!"
"Iya. Bunda juga buruan tidur!" balas Lila tersenyum.
"Iya, La." Marlina berdiri dari kursi, berjalan keluar dari kamar dan menutup pintu pelan.
Bandung
Kantor ruangan perusahaan Kristanto"Ya, seperti yang kamu lihat sekarang, Ma. Perusahaanku bisa dibilang berhasil bangkit dari ketersungkuran. Dan bahkan sekarang ini perkembangan produk-produkku juga sudah mengalami banyak kemajuan baik dipasaran lokal maupun luar negeri," ujar Kristanto.
"Syukurlah kalau begitu, Kris. Aku ucapkan selamat untuk semua pencapaianmu," Pratama memberi selamat.
"Ah... Kamu ini bisa saja, Ma ini semua juga berkat dukungan dan bantuanmu. Kalau tidak, mana mungkin keadaannya seperti yang kamu lihat sekarang ini. Aku benar-benar tidak tahu bagaimana caraku berterima kasih padamu, Ma."
"Hahaha.... Kris, Kris, kamu seperti baru mengenalku saja. Sudahlah santai saja, bukankah sesama teman kita harus saling membantu, aku sudah pernah bilang, kan? Lagian, waktu dulu kecil dari SD, SMP, SMU kamu juga sering membantuku dengan memberikan kertas contekan. Apa kamu lupa, ha? Hahahaha..." Pratama tertawa lucu mengingat kejadian saat mereka masih duduk di bangku sekolah dulu.
Kristanto pun ikut tertawa geli mengingat kejadian waktu itu. "Hahaha... Kamu benar, Ma. Tapi aku serius, tidak mungkin aku melupakan apa yang sudah kamu lakukan untuk perusahaanku. Katakan, bagaimana aku bisa membalas setimpal atas kebaikanmu?"
"Hem..." Pratama nampak berpikir lendeh, menyandarkan punggungnya dikepala kursi. "Setelah 5 bulan lalu perusahaanmu bisa menjalin kerja sama dengan perusahaanku. Aku harap, pertemanan kita juga akan tetap terjalin sampai kapanpun," terang Pratama.
Sementara Kristanto mendengarkan dengan cukup tenang dan serius.
"Kau punya seorang anak perempuan?" sontak Pratama melontarkan pertanyaan.
"Iya, memang benar," selidik Kristanto.
"Bagaimana jika dia jadi menantuku?" tawar Pratama.
Kristanto terkekeh, "Tapi dia masih sekolah, Ma. Kamu tahu kan bahkan dia teman seangkatan dengan anak bungsumu."
"Tenang saja, Kris masalah itu bisa diatur. Bagaimana?" Pratama menunggu jawaban.
Tersenyum hangat. "Baiklah, Ma kalau hal itu bisa menjawab dari pertanyaanku tadi. Aku tidak akan keberatan," Kristanto menyepakati.
***
Terimakasih bagi para pembaca yang sudah membaca part ini.
Maaf kalau ceritanya kurang bagus. Tapi kalau kalian suka, jangan lupa tinggalin vote dan komen ya! Jadi, kalau author tau kalian suka sama ceritanya. Nanti author bisa up sampai tamat.
#Salam untuk para readerku🌹🧡🧡
KAMU SEDANG MEMBACA
Rendra & Lila [END]
RomanceGanti judul dari Cinta Tanpa Jarak -Rendra Atha Pratama Dijodohkan? Itu bukan keinginanku. Apalagi, mengingat akan masa laluku yang kelam. -Lila Avanda Kristanto Dijodohkan? Itu bukan keinginanku. Apalagi, mengingat akan usiaku yang masih sangat bel...